Part 31

1015 Kata
Jeong Guk duduk di tepian sungai Tuman setelah bicara dengan gurunya. Pendeta Tao itu menyuruhnya pergi meninggalkan desa itu untuk mencari Se Hwa. Dia harus bisa mengambil kembali mutiara rubah sebelum digunakan untuk hal-hal yang tidak benar. Se Hwa mungkin tidak bisa menggunakan kekuatan mutiara itu karena dia seorang manusia, tapi di dunia ini ada begitu banyak siluman. Jadi, bisa saja Se Hwa bersekutu dengan seorang siluman untuk menjadi lebih kuat. Bagi siluman lain, akan sangat mudah untuk meningkatkan kekuatan dengan menggunakan energi dari mutiara rubah itu. "Jeong Guk. Apa yang terjadi? Aku baru mendengar kabar buruk tentang Kim Nari." Jeong Guk menoleh. Sahabatnya datang mendekat sambil menyerangnya dengan bermacam pertanyaan. Siluman rubah tampan itu pun hanya bisa menghela napas. Dia melemparkan batu kecil ke arah sungai. "Jung Jiang, apa kau percaya kalau Se Hwa orang jahat? Kalau dia telah mengkhianatiku?" "Bagaimana bisa kau meragukannya, Jeong Guk. Selama ini nalurimu tak pernah salah. Begitu juga ketika kau menilai sifat-sifat manusia, tak ada yang meleset sama sekali. Lalu, apa mungkin kau salah menilai orang yang kau cintai?" "Tapi ... Kim Nari tak mungkin membohongiku." "Kalau begitu, kenapa kita tidak membuktikan kebenarannya. Kita bisa pergi untuk mencari Se Hwa, kan. Dan, buktikan kalau dia tak bersalah." Jeong Guk tersenyum. Dia kembali melempar kerikil. "Kurasa apa yang kau katakan itu benar. Aku akan pergi ke istana hari ini juga." "Aku boleh ikut?" Jeong Guk terdiam sejenak. "Kurasa aku butuh teman," katanya kemudian. Akhirnya mereka pun berangkat meninggalkan desa. Mereka memutuskan untuk berjalan kaki. Sesekali melompat dari pohon yang satu ke pohon yang lain. Istana terlalu jauh, jadi susah bagi mereka jika ingin melakukan teleportasi. Belum lagi Jeong Guk sedang dalam kondisi yang kurang baik karena mutiara rubah tak bersamanya. Di sisinya, Jung Jiang menemani dengan setia. Siluman ular itu terus meyakinkan Jeong Guk bahwa Se Hwa pasti tidak bersalah. Semua itu tentu hanya bualan semata. Sebab dialah yang merencanakan semua ini. Dia dan pengeran telah menyiapkan sebuan jebakan yang bagus dengan menggiring Jeong Guk ke istana. Jika, Jeong Guk di serang di wilayah kekuasaanya, maka dia pasti akan jadi jauh lebih kuat karena ada pendeta Tao itu di sana. Pendeta yang sangat berbahaya. Sialnya ada begitu banyak orang hebat di dekat Jeong Guk. Itulah kenapa Jeong Guk sulit untuk ditaklukkan. "Jeong Guk, aku lapar. Bisakah kita berhenti untuk makan sejenak?" Jung Jiang mengusap perutnya. "Asal kau tidak makan orang, kau bisa makan sepuasnya di rumah makan itu." "Baiklah. Terima kasih." Jung Jiang mengacungkan jempolnya. "kau memang yang terbaik," ucapnya. Jeong Guk pun hanya bisa tersenyum. Dalam hati, dia masih merasa sakit ketika membayangkan kalau Kim Nari benar, Se Hwa mengkhianatinya. Jung Jiang tampak menikmati hidangannya dengan sangat lahap. Sementara Jeong Guk hanya melamun. Burung kecil datang mencicit di dekat mereka. Jung Jiang segera megusirnya. "Kau bisa makan nanti setelah kami," kata pria itu. Jeong Guk pun tertawa mendengarnya. Sesaat dia menggeser posisi makan, lalu berdiri. "Kau mau ke mana?" tanya Jung Jiang. "Aku akan mencari penginapan. Aku yakin kau tak akan mau tidur di hutan belantara, meski itu adalah kodratmu." "Aku bukan ular murahan yang harus melilit batang pohon untuk bisa tidur," desis Jung Jiang. Jeong Guk mengabaikan celotehan ular siluma itu. Dia terus bejalan menyebrangi jalan setapak tempat penduduk lalu lalang. Pada saat Jeong Guk pergi, Jung Jiang memiliki kesempatan untuk berikirim pesan ke istana. Pesan rahasia yang dia kirimkan melalui elang yang selalu jadi peliharaan sang ular. Elang itu pun mengudara ke angkasa. Dia harus menempuh ratusan kilo untuk segera sampai di istana. Sementara itu, di kediamannya Se Hwa sudah sadarkan diri. Keluarganya begitu bahagia karena sang pangeran sendiri yang membaaa Se Hwa kembali. Pangeran pun kini sedang menghadap raja untuk meminta keringanan hukuman bagi Se Hwa. Raja harus mempertimbangkan keberhasilan Se Hwa menyelamatkan rakyat yang terinfeksi virus. Ketika mereka berdua tengah bicara di ruang kerja raja, seekor elang bersuara sambil terbang berputar-putar di atas istana itu. "Lihatlah, Yang Mulia. Inilah kesempatan kita untuk membunuh sang pembawa petaka." "Apa maksudmu?" Pangeran pergi keluar diikuti oleh sang raja. Elang itu pun bergerak turun dan hinggap di bahu pangeran. "Ini adalah pesan rahasia yang mengatakan bahwa siluman itu tengah menuju istana. Dan, kita akan menangkapnya." Pangeran mengusir elang itu pergi. "Apa maksudmu, Anakku?" Raja masih belum bisa mencerna kata-kata putranya. "Se Hwa, telah berhasil membodohi siluman itu. Sekarang sumber kekuatan jiwa siluman itu ada di dalam diri Se Hwa. Berikan perempuan itu kesempatan untuk berlibur agar dia berada jauh dari istana. Lalu, setelah Jeong Guk datang, kita akan membunuhnya bersama-sama." "Tapi, kenapa Se Hwa harus pergi?" "Karena, semakin jauh mutiara rubah dari tubuh sang rubah, maka makin mudah bagi kita untuk membunuhnya." "Baiklah, aku mengerti." Raja itu pun masuk ke ruangannya dan menitahkan kasim untuk membuat pengumuman tentang rapat darurat. Tak lama kemudian, seluruh perdana mentri dan pimpinan pasukan khusus telah hadir di ruang sidang. Pada awalnya mereka tak mengerti kenapa dikumpulkan tiba-tiba. Namun, setelah raja menjelaskan rencananya, mereka pun siap bekerjasama untuk membunuh siluman itu. Sesuai rencana, Se Hwa dikirim untuk menenangkan diri di paviliun teratai bersama sang ibu. Se Hwa tentu saja tak dapat menolak. Sudah lama sekali dia ingin pergi ke paviliun itu karena di sanalah Yang Mulia Ibu Suri menikmati hari-harinya. Tempat itu sangat terkenal dengan sungainya yang berwarna biru dan bisa mengobati sakit. Orang yang sakit persendian, jika berendam di sana biasanya akan langsung sembuh karena kandungan airnya yang ajaib. Se Hwa sangat ingin mengajak ibunya berendam di sana agar keluhan sakit kaki dan pegal-pegal di tangan ibunya bisa sembuh. Sayang sekali tempat itu terlarang dan hanya dikhususkan untuk ibu suri. Itulah kenapa kesempatan yang bagus ini tak akan pernah disia-siakan oleh Se Hwa. Rombongan mereka pun berangkat pagi-pagi buta. Se Hwa sama sekali tak mengetahui rencana besar yang tersimpan di balik kepergiannya. Sementara Se Hwa berangkat menuju paviliun teratai yang menempuh waktu satu hari penuh, Tuan Hwang memimpin pasukan untuk menangkap dan membunuh Jeong Guk yang telah mengusik ketentraman dan ketenangan Joseon Yang Agung. Tuan Hwang juga harus membunuh siluman itu untuk membebaskan putrinya dari hukuman berat yang pernah diterimanya dan mungkin akan diterimanya lagi jika dia sebagai Ayah gagal dalam tugas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN