chapter 7 | Tentang Raka dan Kayla

1207 Kata
"Lo nyuruh gue berubah, tapi gak berbuat apa-apa? Dan parahnya malah nge-hina? Please, mati aja sana :')" •••• "Lepasin!" "Kay, diem. Gue mau ngomong." "Apasih, gaje. Minggir, gue mau masuk kelas!" Raka, pria yang memiliki rahang tegas itu lantas mengunci pergerakan kekasihnya melalui tangan yang menyatu pada tembok. Suasana lorong sepi belakang gedung sekolah seakan mendukung dirinya untuk lebih mendekatkan diri pada wanita itu. Jujur, Raka rindu Kayla, kekasihnya. Tapi entah mengapa, belakangan ini Kayla berubah, ia diacuhkan begitu saja tanpa sebab yang jelas. Jelas, Raka butuh penjelasan atas itu semua. "Kenapa berubah, aku ada salah?" Perempuan yang memiliki mata bulat lengkap dengan bibir tebal dengan rambut yang di gelung apik itu lantas mendorong bahu Raka seraya memasang raut marah. "Bisa nggak, nggak kasar sama cewek?" "Aku nggak kasar, dari tadi nyoba nahan emosi, Kay," jawab Raka melembut. "Tadi lo tuh udah kasar, gue muak tau nggak!" sentak wanita itu dengan menunjuk d**a Raka. "Kita putus." Raka terhenyak sesaat lalu terkekeh. Pria yang beberapa hari lalu baru diangkat menjadi kapten basket itu lantas menarik tangan Kayla yang hendak beranjak lalu kembali menguncinya di tembok. Menatap mata gadis itu dengan tajam lalu menekankan hidung bangirnya pada hidung mancung Kayla. "Nggak usah sok nyalahin gue, lo minta putus karna ada cowok lain, 'kan?" "Apas---" Raka makin menekan tangan wanita itu lalu kembali berucap tajam sampai deru napasnya bisa tertangkap jelas di telinga Kayla, juga udara yang menyapu bibir gadis itu. "Lo bosen, trus cari kesalahan gue buat akhirin semua ini?" "Raka, lepasin gue." Lelaki itu tersenyum sinis. "Murahan." Duak! "LO YANG MURAHAN, GILA, STRES, KASAR, PEMAKE n*****a, EMOSIAN, GUE MUAK NGADEPIN LO, TAU NGGAK!" Raka menggeram saat kakinya ditendang dengan keras oleh Kayla lalu menatap wajah sangar gadis itu dengan tatapan santai. "Bukan itu, gue tau alasan lo Kay." "Gue nggak suka lo kasar sama gue, gue nggak suka lo kasar sama sepupu lo, gue ngga--" "Lo suka Abim, itu intinya." Kayla, gadis itu terdiam lalu membuang muka. Jantungnya berdegup agak kencang saat nama itu berhasil terbawa dalam perdebatan mereka. Karna memang benar adanya, Abim mampu membuat rasa bosan melingkupi hubungannya dengan Raka yang sudah berjalan nyaris satu tahun lamanya. "Iya, 'kan?" Kayla lantas menoleh, menatap lurus mata kelam Raka sampai tatapan keduanya beradu cukup lama. Gadis itu tau, Raka masih sangat mencintainya. Tapi ia tak bisa menjalani hubungan dengan rasa yang telah lenyap entah ke mana. "Udahlah Ka, kita putus. Lo juga udah jadi kapten, gampang car--" "b*****t! KENAPA HARUS ABIM? KENAPA HARUS SEPUPU GUE? KENAPA HARUS b******n ITU?" Duak! Prang! Duak! Kayla memejamkan mata paksa dengan bahu tersentak-sentak saat Raka mulai menendangi kaleng bekas cat dinding dengan brutal. Ia nyaris menangis saat melihat ada darah tersemat di sela jari lelaki itu akibat memukul dinding dengan kerasnya. "Raka, udah!" Lelaki itu lantas menghentikan aksinya lalu berjongkok, menyibak rambutnya menggunakan jari lalu menjambaknya penuh sarat emosi. "Lo nggak tau Kay, gue cinta banget sama lo. Cuma lo yang bisa buat gue lupa sama masalah di rumah. Gue nggak mau putus," ucap Raka dengan lirih. Kayla terenyuh seketika lalu menggigit bibir bawahnya dengan erat. Langsung bayangan hari-hari lalu dimana Raka berada di masa rapuhnya terlihat melintasi pikirannya. Kayla menghela napas berat, rupanya Raka sudah terlalu nyaman berada dalam genggamannya. "Banya cewek selain gu---" "Gue bukan nggak tau lo sering caper sama Abim di kelas, suka buat dia risih karna lo deketin, gue tau. Gue selalu pantau kekasih gue walau jarak kelas kita itu jauh." Kayla tak bisa membendung air matanya, buliran hangat itu lantas mengalir saat rasa sesal mulai melingkupi sanubarinya. Kayla salah, ia baru sadar, Raka terlalu rapuh untuk ditinggalkan olehnya. "Huft ...." Raka berdiri, membuat atensi Kayla terkunci sepenuhnya pada mata tajam lelaki itu yang sudah memerah. Seketika, Kayla merasa ingin merengkuh sosok rapuh itu ke dalam dekapannya. Meminta maaf dengan kencang lalu meyakinkan dirinya bahwa ia tak akan pergi kemanapun. Tapi tak bisa, Kayla terlalu gengsi akan itu. "Gue sayang lo Kay." Akhirnya langkah lesu itu mulai beranjak, membuat air mata Kayla merembes semakin deras. Grep! "Maaf, Ka." Raka tersenyum sendu saat mendapat pelukan tiba-tiba dari belakang. Ia tahu, Kayla tak akan pernah tega meninggalkannya. 'Makasih, udah hilangin hasrat gue buat ngebunuh sepupu gue sendiri, Kay.' -ooOOoo- Abim mengerjab paksa saat sinar matahari mampu membuat matanya lelah. Jemarinya yang masih setia dalam posisi hormat terasa tengah dipanggang di dalam mesin panggangan. Kulit dahi, pipi beserta lengannya yang terekspos sudah mulai berubah menjadi kemerahan. Ah, ingin sekali rasanya Abim berlari guna berteduh untuk memanjakan kulit-kulitnya yang malang. Tapi tak bisa, guru killer itu terlalu menakutkan baginya. "Wuuuh, panasnya." Lelaki itu melirik kecil ke arah wanita pendek yang juga tengah hormat di sampingnya lalu kembali menatap lurus ke depan, jengah mendengar keluhan wanita itu sejak pertama kali mereka menginjak lapangan ini. Dasar perempuan, banyak ngeluh. Abim menarik napas dalam lalu membuangnya dengan perlahan. s**l, pandangannya memburam, kode pertanda buruk dari tubuhnya. Akhirnya ia putuskan untuk memejamkan mata guna menetralisir keburaman yang menerpa. April sendiri sudah menggeliat tak karuan seperti ikan kehabisan air. Sedari tadi yang ia lakukan hanya menyibak rambut pendeknya yang menempel di leher akibat keringat sambil mengipasi wajahnya yang terasa panas. Demi apapun, niat pingsannya sampai ia tunda sebab mungkin ia tak akan sanggup merebahkan diri di atas lantai lapangan yang sudah pasti terasa sangat panas. Tapi, tak April pungkiri, ada rasa bangga terbesit di hatinya saat beberapa siswa yang melintasi lorong dekat lapangan tampak memperhatikan keberadaannya dan Abim. Sesekali ia memamerkan senyum ke arah para siswi yang terlihat berbisik-bisik. Bolehkah April menerawang pemikiran mereka yang mengira mereka dihukum sebab ketahuan kencan atau sebagainya? Atau ketahuan berciuman? Atau ke jenjang lebih intim? Ah, mengapa memikirkan hal demikian, April jadi merasa butuh belaian? Seketika rasa pura-pura pingsan mulai mensugestikan pikirannya. Ia melirik kecil tubuh jangkung Abim yang sudah banjir keringat lalu tersenyum kecil. Ayolah, caper sama cogan nggak dosa 'kan? Bruk! Abim lantas limbung ke kanan saat tubuh pendek April tiba-tiba terbebankan penuh padanya. Matanya membulat lalu dengan sigap menahan tubuh April yang hendak jatuh meluruh. Ia memutar bola mata malas lalu meletakkan tubuh Arpil dengan perlahan ke atas lantai lapangan. "Kepala sendiri aja serasa mau pecah, konon mau nolongin orang," gerutu Abim lalu memijat pelipis dengan terpejam. April melirik kecil saat merasa tubuh bagian belakangnya yang panas tak jua di angkat oleh sang pujaan. Sedikit terkejut saat melihat gurat pucat Abim lebih meyakinkan untuk predikat orang sakit. Haruskah sekarang ia bangkit dan berkata 'prank' pada lelaki itu? Mata April lantas kembali memejam dengan tubuh dilemaskan saat tangan kurus Abim mulai menelusup di antara kaki dan lehernya. Seketika darah April berdesir hebat, ada sensasi sengatan aneh saat kulit lelaki jangkung itu bersentuhan dengan kulitnya. Abim sendiri mulai melangkah saat posisi April sudah pas di tangannya. Ia memaksa untuk menyeret langkahnya yang terseok dengan modal pandangan yang memburam. Ingin rasanya Abim menjerit minta bantuan, tapi urung sebab ia tak ingin diolok yang tidak-tidak. Langkah kaki jenjang Abim sudah menyentuh lorong, membuat sensasi dingin mulai menguasai tubuh keduanya. April sendiri sudah menggerutu dalam pejaman matanya, mengapa Abim tidak mempercepat langkah seolah panik akan dirinya yang pingsan seperti serial drama di televisi? Wanita berambut pendek itu lantas melirik kecil saat merasakan langkah Abim yang tak seimbang. "Eh ... eh ...." Bruk! "Aduh! Eh, ASTAGA, ABIM!" Tbc ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN