Menara Putih 2

2167 Kata
“Jadi, ini adalah lantai dasar?” Halum memandangi sekeliling. Odi sang mahluk kerdil bertopi kerucut itu mengangguk. “Mari!” Mahluk kerdil itu menjulurkan tangan. Halum mulai memijak kakinya pada sebuah piringan terbang yang bercahaya. Berbeda dengan piringan terbang sebelumnya yang tersusun seperti sebuah tangga, piringan ini hanya satu dan bergerak secara vertikal. Seperti lift yang transparan tanpa dinding di setiap sisinya. Jelas, itu adalah hal yang baru bagi Halum. Meskipun di dunia sebelumnya lift memang sudah ada. Tapi, yang ini sangat jauh berbeda. Sangat-sangat keren. “Apa lagi ini?” Halum terlihat kaget. Tiba-tiba ia berjongkok, takut-takut dirinya jatuh terpelanting ke lantai dasar. “Sama seperti sebelumnya, Tuan Muda. Ini adalah tangga inovatif yang telah diperbaharui. Kami memiliki beberapa piringan cahaya vertikal. Tenang, Tuan Muda. Sama seperti piringan cahaya yang sebelumnya pernah Tuan Muda pijak, yang ini juga memiliki sistem keamanan yang sangat tinggi. Tuan Muda tidak akan jatuh.” Tak henti-hentinya anak lelaki itu menatap takjub. Ia bahkan meraba-raba ke sisi kanan dan kirinya, sama seperti yang ia lakukan saat pertama kali menginjakan kaki di piringan cahaya yang berbentuk tangga. ‘Ini benar-benar dunia yang luar biasa!’ ujarnya dalam hati.   Mereka berjalan melewati lorong putih yang panjang. Terlihat sebuah ruangan dengan pintu yang luar biasa besar begitu gagah setelah mereka sampai di lantai atas.   “Ruang apa ini?” Anak lelaki itu tertarik pada sebuah ruangan dengan pintu yang teramat besar berwarna putih. “Kamar Raja Whichessenova.” “Sebesar ini?” Halum melebarkan tangannya. Seolah-olah sedang mengukur luas kamar tersebut. Ia benar-benar polos. Odi tertawa,”Bahkan lebih luas lagi, Tuan Muda,” katanya. 'Aku semakin penasaran,’ batin anak lelaki itu. Mereka melewati ruangan berpintu besar itu setelah beberapa waktu berlalu. Odi membiarkan Halum berdiri di depan pintu itu beberapa saat, sampai akhirnya Halum sendiri yang memutuskan untuk melanjutkan langkahnya. Ada sebuah ruangan lagi di pojok. Sebelah selatan kamar Halum. Pintunya sedikit terbuka. Anak lelaki itu melihat sesuatu di sana. “Dan yang ini?” Halum sedikit memiringkan kepalanya untuk mengintip melewati celah dari pintu yang sedikit terbuka. Ia seperti melihat bingkai. Namun, entah gambar apa yang ada di sana. Ia tidak tahu pasti. Seperti sebuah bingkai dari foto, atau sebuah lukisan yang di panjang di dinding. Dari bingkai tersebut, ia menebak kalau itu adalah gambar yang cukup besar. Dengan sigap, Odi mengacungkan telunjuknya. Seketika ruangan itu tertutup rapat dengan sendirinya. Keajaiban telunjuk Odi. “Itu adalah ruangan Ratu Wise, Tuan Muda.” Setelahnya, makhluk kerdil itu menjelaskan pada Tuan Muda dengan begitu singkat. “Dan aku tidak boleh ke sana juga?” Mahluk kerdil itu menggelengkan kepala. Senyuman masih menghiasi wajah mahluk kerdil itu. Ada waktunya untuk Halum berjalan ke sana. Dan bukan sekarang. Ia berpikir bahwa ini terlalu dini. “Sampai pada waktunya. Kau hanya perlu menunggu,” lanjutnya. Lagi-lagi, makhluk kerdil itu menjulurkan tangan. Mempersilakan Halum kembali berjalan menuju kamarnya yang sudah terlihat dari tempat mereka berdiri. “Hamba akan jelaskan secara singkat tentang tempat ini di ruangan Tuan Muda. Mari!”   Ia berpikir bahwa cara inilah yang paling aman.   *** “Jadi setiap malam kau akan menutup ranjangku dengan kelambu yang ada di sekeliling ranjang? Hanya dengan jari telunjukmu?” Halum masih terlihat tidak percaya. Ia sudah muak dengan dongeng-dongeng bodoh yang selalu Hores percayai. Halum bilang, ia bukan anak kecil seperti Hores yang mudah dibodohi. Baginya, semua yang dikatakan oleh Odi adalah kemustahilan dan suatu pembodohan yang seharusnya tidak ia percayai. Sampai akhirnya, ketidakpercayaan Halum terbantahkan. Makhluk kerdil itu mengacungkan telunjuknya lagi. Seketika ruangan menjadi gelap seperti langit malam. Anak lelaki itu terperanjat kaget. Ia terduduk di lantai putih yang dingin sembari menatap ke segala arah setelah melihat sesuatu yang luar biasa terjadi di kamar tersebut. Mahluk kerdil itu mengayunkan telunjuknya. Kelambu di setiap sisi ranjang kemudian turun secara pperlahan. Persis seperti yang dikatakan Odi padanya beberapa saat lalu, saat ia bercerita tentang apa saja yang dilakukannya ketika Halum belum sadarkan diri. “Pasti ada tombol di sekitar kau kan?” Anak lelaki itu bangkit, masih ragu-ragu dengan keajaiban telunjuk Odi. Ia yakin, ini hanyalah kemajuan teknologi yang memang sudah sangat pesat di tempat ini. Dilihat dari bagaimana tangga inovatif itu bekerja, ia yakin bahwa hal-hal ajaib di tempat ini memiliki penjelasan ilmiah dan suatu proses yang masuk akal bagi kepalanya. Anak lelaki itu mendekati Odi yang berdiri menghadap ranjang. Ia meraba-raba tubuh makhluk kerdil itu, curiga barangkali ada remote yang memang sengaja Odi sembunyikan darinya. “Di mana kau menyembunyikan itu?” Ia bertanya penuh selidik. Sementara, Odi menggeleng, “Tidak ada yang hamba sembunyikan darimu, Tuan Muda.” Ia memang tidak menyembunyikan apapun darinya. Semua yang dilakukan oleh Odi memang hanya dengan telunjuknya yang ajaib. Lagi, mahluk kerdil itu mengayunkan telunjuknya ke arah yang berlawanan. Sepertinya, Halum hanya akan percaya jika ia melihat keajaiban itu datang secara terus menerus. Seketika lampu berlian itu berputar dan mengeluarkan pantulan sinar pada dinding-dinding ruangan seperti bintang di langit malam. Layaknya lampu tidur yang sekarang sedang digandrungi anak-anak muda. “Luar biasa!” Tiba-tiba, Odi menjentikkan jarinya dan semuanya kembali seperti semula. Menghilang dari sana. “Hebat, mahluk tukang sulap ini adalah asistenku.” Mendengar perkataan yang keluar dari mulut Halum, makhluk kerdil itu tersenyum. Terserah bila anak lelaki itu menganggapnya seorang pesulap, penyihir, atau apapun itu. Yang jelas, ia hanya berharap kalau semua yang ada di tempat ini membuatnya tertarik untuk tinggal lebih lama, bahkan sampai ia memiliki rasa ingin menjadi seorang The Victor untuk menguasai tempat ini. “Bisakah Tuan Muda mendekat?” Halum mengikuti perintah mahluk kerdil itu. Ia memajukkan duduknya, mendekat ke arah Odi. Lagi-lagi, telunjuk sakti itu teracung ke udara. “Aku akan menjelaskan sedikit tentang Menara Putih.” Benar. Halum memang belum begitu paham tentang tempat ini, dan Odi berkata padanya bahwa ia akan menjelaskan semua yang ia ketahui tentang tempat ini di kamar tidur Halum, seperti sekarang. Setelah telunjuk itu teracung, sebuah gambar yang lebar terpampang di depan mata Halum. Seperti tayangan sebuah presentasi kelompok yang biasa dilakukan di depan kelas dengan sebuah infokus yang disambungkan ke laptop. “Menara Putih dipimpin oleh seorang raja yang bernama Whichessenova. Lelaki muda penuh ambisi yang selalu percaya diri. Berwajah tampan, memiliki rambut berwarna putih, dan sangat mencintai Lavorta.” Baru satu paragraf makhluk kerdil itu menjelaskan, Halum sudah menyanggahnya dengan pertanyaan. “Apa itu Lavorta?” Odi tidak menjawab. Mahluk kerdil itu hanya mengangkat tangan sebagai sebuah tanda bahwa mungkin ia akan membahasnya nanti. Ini masih permulaan untuk menjawab semua pertanyaan Halum. “Ia menikah dengan seorang ratu yang bernama Wise. Perempuan dengan rambut kecoklatan yang selalu tertata dengan anggun. Ratu Wise dicintai seluruh penghuni Whiterdante.” Memang sudah sifatnya. Seperti saat ia didongengi oleh Winessa, ia selalu bertanya tentang apapun yang tidak ia ketahui dan apapun yang membuatnya penasaran. “Sekarang, di mana Ratu Wise? Aku belum melihatnya.” Makhluk kerdil itu menggelengkan kepala. “Ia tidak lagi ada di Shatranj.” Halum tertegun. ‘Apa maksudnya? Apakah Ratu itu kabur dari Menara ini? Bukankah ini tempat yang sangat bagus? ’ “Sejak kematiannya, Whiterdante turut berduka. Salju selalu datang, memeluk jiwa-jiwa kami yang merasa kehilangan. Saat itu pula pinus-pinus turut merasakan kesedihan. Mereka terus menangis. Terlebih, saat seseorang dengan hati terluka melintasinya. Akhirnya, kota ini seperti kota mati yang tidak berperasaan.” “Jadi, Ratu Wise sudah mati?” Odi mengangguk. Lalu melanjutkan kembali ceritanya. “Gerbang Menara Putih dijaga oleh sepasang Rocky Perak.” Gambarnya beralih pada dua buah Menara tinggi yang berwarna perak. Memiliki dua mata yang tertutup dan satu mulut yang menyerupai pintu. Mereka masih tertidur, setidaknya sampai merasa sesuatu yang tidak beres sedang terjadi. “Aku pernah mendengar tentang Rocky Perak sebelumnya.” Halum mencoba mengingat-ingat, bukankah tempat ini adalah tempat yang sering Winessa ceritakan padanya sebelum tidur? Dongeng bodoh yang selalu Hores katakan padanya? Jadi, apakah ia tersesat di dunia dalam dongeng itu sekarang? “Rocky Perak memiliki racun bening yang akan mencekat pernapasan. Benar ‘kan?” Demi memastikan kembali bahwa cerita Winessa itu sama dengan kenyataannya di dunia ini, ia bertanya. Tiba-tiba, layar di depan mata Halum berubah menjadi gambar gerbang Menara Putih. Di sana, terlihat sepasang Rocky berwarna perak terang yang menjaga gerbang tersebut dari kejauhan setelah tadi gambarnya diambil dari dekat. “Ini adalah Rocky Perak. Mereka selalu tertidur dan suka keheningan. Ketika mereka terusik, maka Rocky Perak akan membuka matanya. Siapa pun yang menganggu, maka Rocky Perak akan mengeluarkan cairan bening yang mengandung racun.” “Benar! Ini sama seperti yang ibu ceritakan padaku, Odi.” Mendengar penjelasan Odi yang ternyata sama dengan cerita Winessa, ia akhirnya percaya bahwa ibunya itu tidak mengada-ada. “Ketika kau masuk ke dalam gerbang, akan ada para Askar yang menyambutmu di pintu utara. Pintu ini adalah pintu utama Menara putih. Pintunya berwarna bening hampir tak terlihat. Ketika siapa pun yang memiliki akses untuk masuk ke wilayah Menara Putih, pintu itu akan terbuka secara otomatis.” Lagi-lagi, anak lelaki itu selalu dibuat takjub. Semua sudut di tempat ini memiliki sisi luar biasa yang membuatnya terus membulatkan bibir. “Seperti di pusat perbelanjaan.” “Begitu pintu itu terbuka, kau akan disambut dengan pilar-pilar putih yang berbaris rapi.” “Aku sudah melihat pilar-pilar ini.” Benar.  Pilar-pilar itu adalah pilar yang ia lihat. Di mana ia melihat para Kawula yang berjalan dengan rapi membawa perlengkapan ke dapur Menara Putih. “Ada piringan cahaya di sebelah kiri yang berbentuk tangga. Benda itu akan bersinar ketika kaki kita memijaknya. Satu lagi di sebelah kanan, merupakan piringan cahaya vertikal. Kita tidak perlu berjalan, cukup berdiri di atasnya saja. Maka, piringan cahaya itu akan bergerak secara vertikal dengan sendirinya. Ada dua lagi di utara dan selatan, dekat dapur Menara Putih dan dekat gerbang ruang pemeliharaan.” “Ruang pemeliharaan?” Ia tidak tahu ada tempat seperti itu. Sementara Odi hanya mengangguk tanpa memberikan penjelasan. Lalu, layar yang ada di hadapan anak lelaki itu kembali berganti. “Kita menuju ke lantai dua, Tuan Muda.” Anak lelaki itu mengangguk. “Dipenuhi dengan lorong, lantai kedua merupakan tempat-tempat penting yang kebanyakan merupakan ruangan-ruangan.” Odi mengibaskan tangan, kemudian layar itu kembali berganti gambar menjadi sebuah ruangan dengan pintu yang besar. Sebuah kamar yang baru saja ia lihat beberapa waktu yang lalu. “Ini adalah kamar Raja Whichessenova.” “Ruangan dengan pintu besar yang baru saja kita lewati,” Halum bergumam. Tiba-tiba, pintu di layar itu terbuka. Di dalamnya terlihat interior yang sangat elegan. Semua berwarna putih. Lampu berlian yang hampir terlihat seperti milik Halum pun tergantung di sana. Hanya saja berukuran lebih besar. Ada ranjang yang bahkan lebih luas dari tempat tidur Halum sekarang. Di sebelah kanan, ada sebuah cermin besar dengan ukiran kayu yang cantik. Kaca itu memantulkan seluruh tubuh karena ukurannya yang memang memanjang. Di depannya ada sebuah sofa putih yang dilapisi bulu, terlihat begitu lembut. “Apakah itu bulu beruang Odi?” anak lelaki itu bertanya sekali lagi. “Tepat sekali, Tuan Muda,” jawab mahluk kerdil itu. Lalu, gambar itu kembali berubah ketika Odi lagi-lagi mengibaskan tangannya. Terlihat sebuah ruangan yang hanya berisikan tangga melingkar. “Ini apa?” “Jalan menuju Whiterdam.” “Whiterdam?” Halum menaikkan sebelah alisnya. Winessa belum pernah bercerita tentang Whiterdam padanya. Apakah ini sebuah tempat baru? Atau memang ibunya tak tahu sama sekali tentang tempat ini? “Whiterdam adalah tempat pelatihan rahasia para Askar Menara Putih, Tuan Muda.” Halum menaikkan alisnya. “Pelatihan? Pelatihan untuk?” “Berperang.” Anak lelaki itu tertohok. Perang? Terdengar begitu menakutkan baginya. Ini sudah jaman canggih, tapi mengapa mereka masih harus berperang? “Perang?” “Untuk menentukan The Victor, Tuan Muda.” ‘The Victor, seseorang yang akan menguasai Shatranj?’ Matanya tiba-tiba berbinar. Melihat reaksi Halum yang seperti itu, Odi tersenyum simpul. Gambar kemudian berganti lagi. Sebuah ruangan yang pintunya terbuka lebar. “Ruang apa ini?” “Ruangan yang akan kau datangi nanti malam.” Dalam sekejap, layar itu menghilang. Bersamaan dengan telunjuk Odi yang turun ke bawah. “Itu adalah ruangan untuk jamuan makan malam, Tuan Muda.” Halum mengangguk-anggukan kepala. Jadi malam ini, ia akan melakukan makan malam bersama Whicessenova di ruang tersebut. “Sekarang, kau bisa beristirahat, Tuan Muda. Nanti, hamba akan kembali lagi untuk mempersiapkan jamuan makan malam pertamamu dengan Raja Whichessenova.” Odi membungkukkan badan. Sebelum mahluk kerdil itu keluar dari ruangan Halum, anak lelaki itu bertanya. “Apakah masih ada yang bisa kau lakukan dengan telunjukmu itu, Odi?” Tidak menjawab sepatah kata pun, mahluk itu hanya menganggukkan kepala dan tersenyum. Kemudian ia membungkukkan badannya lagi sambil beringsut mundur. Ia keluar dari ruangan setelahnya. Sementara itu, Halum masih terbayang-bayang dengan Menara Putih yang luar biasa ini dan menebak-nebak, keajaiban apa lagi yang bisa Odi lakukan setelahnya. Anak lelaki itu berjalan ke tepian ranjang. Membantingkan tubuhnya dengan senyuman yang masih mengembang di bibir. “Aku suka tempat ini,” katanya kemudian memejamkan mata. Menghirup aroma mint yang selalu ia temukan di ruangan itu bahkan sejak ia membuka mata pertama kali. 'Jika benar ini adalah sebuah mimpi, aku rasa aku tidak ingin bangun untuk seterusnya.’  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN