BAB 4

1424 Kata
Pagi pun tiba. Sarapan kali ini tanpa Rachela, membuat suasana kurang seru. Pasalnya anak perempuan satu-satunya itu yang selalu menghidupkan suasana di dalam rumah ini. Saat semuanya sudah mulai menyantap sarapannya, Aland tiba-tiba mulai berbicara serius kepada Papanya. "Pa, Aland pengen nikah! Lamarin dong," ungkap Aland, membuat Alend tersedak minumannya. Pasalnya dia sangat terkejut dengan apa yang diucapkan oleh adiknya itu. "Hati-hati, Lend," tegur Fiona, menepuk punggung anak pertamanya. Wanita ini juga ikut terkejut dengan permintaan anak keduanya. "Beneran, Land?" tanya Derdi, mulai serius bertanya kepada salah satu anak kembarnya itu. "Beneran lah, Pa," ujar Aland santai. "Lamarin anaknya siapa?" lanjut Derdi. "Anaknya Om Zean," terang Aland sambil menatap mata papanya. "Hah, beneran?! Aland nggak sakit, ‘kan, ya?" potong Fiona langsung memegang kening Aland. Tak ada angin, tak ada hujan, anak keduanya ngomong masalah lamaran. Kan dia takut kalau anaknya kesambet penunggu pohon mangga di belakang rumah. "Oke, kebetulan Papa hari ini ada rapat dengan dia," ungkap Derdi tenang seperti biasanya. "Makasih, Pa," ujar Aland. Dia sangat lega, akhirnya orang tuanya mau melamarkan Vanya untuknya. Setelah itu, Aland langsung berangkat ke kantor. Dia adalah tipe orang yang sangat menghargai waktu karena itu berarti sama dengan uang baginya. Sebagai pimpinan, dia harus disiplin kalau ingin memiliki anak buah disiplin juga. "Beneran, Pa? Aland yang adem ayem tak pernah lirik cewek, langsung minta nikah?" ulang Alend terheran-heran. "Iya, nanti Papa tanyakan pada Zean," kata Derdi. "Mama seneng, Pa! Akhirnya Aland jujur juga lagi naksir cewek," ungkap Fiona. "Ya udah, nanti Mama ikut ke kantor Papa, ya?" pinta Fiona pada suaminya. "Alah, palingan hanya modus tuh, bilang aja Mama mau berduaan sama Papa," cibir Alend. "Biarin, bisanya ganggu Mama Papanya berduaan aja. Buruan berangkat kerja!!" gantian Derdi yang marahin anak pertamanya itu, siapa suruh ganggu waktunya dan Fiona berduaan. "Pokoknya, Alend nggak mau punya adik lagi titik!!" tegas Alend sambil meninggalkan orang tuanya. Fiona dan Derdi hanya tertawa untuk menanggapi omongan anak pertamanya itu. ✧✧✧ Pasangan suami istri itu berjalan bersisian di lobi kantornya. Mereka sudah ada janji bertemu dengan Zean untuk membahas kontrak kerjasama, sekalian nanti mau mebicarakan tentang Aland yang jatuh cinta dengan anak bungsunya Zean. "Pak Zean sudah menunggu di ruangan Anda, Pak," ucap sekertarisnya memberikan informasi. "Sudah lama?" tanya Derdi. "Sepuluh menit yang lalu, Pak," jawab sekertaris itu. "Makasih, ya," tutur Fiona karena suaminya nyelonong masuk ke dalam ruangannya begitu saja. Derdi langsung menyalami Zean. Mereka itu rekan bisnis yang sangat dekat. Derdi juga sangat senang berbisnis dengan Zean karena dia orang yang jujur dan tanggung jawab, makanya sampai sekarang dia masih betah berbisnis dengannya. "Apa kabar?" sapa Zean. "Baik," tukas Derdi. "Eh, kemarin aku ketemu anakmu, Aland," ungkap Zean tiba-tiba. "Oh, ketemu di acara resepsi kemarin?" tebak Derdi dan langsung diangguki oleh Zean. "Iya, dia menawariku kerja sama. Tahu sendiri, perusahaan di bawah kendali anakmu kan sangat sulit untuk bekerja sama dengannya," terang Zean. "Hahah, dia sangat cerdas. Buktinya perusahaanku semakin maju sekarang," ucap Fiona bangga "Oh ya, aku mau lamar anakmu buat Aland," cetus Derdi tiba-tiba. "Hah?! Bercanda mulu nih, sukanya," Zean tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu. "Beneran, orang Aland yang bilang sendiri pengen dilamarin anak kamu," tukas Derdi "Sama Vanya?" tanya Zean lagi "Iya lah, masa sama Zade? Aneh ya kamu," sela Fiona ikut masuk dalam pembicaraan para pria. "Ya, nggak papalah, Aland anaknya baik kok. Aku setuju aja, tapi kamu langsung ke rumah ajalah untuk prosesi resminya biar aku tanya sama Vanya dulu," ucap Zean. "Oke, nanti malam aku ke rumahmu beserta dengan keluarga," putus Derdi. "Loh, secepat inikah?" Zean terkejut lagi, dia tak pernah menyangka hal ini akan terjadi di keluarganya. "Iya, takutnya Aland berubah pikiran. Tolong yakinkan Vanya biar mau nerima Aland, ya," pinta Fiona. Tahu sendiri gimana khawatirnya dia saat melihat anaknya udah tiga puluh tahun, tetapi masih adem ayem belum mikirin jodoh. Makanya ketika anaknya minta dilamarin seorang gadis, dia langsung bersemangat dan mengusahakan agar gadis yang disukai anaknya mau untuk menerima Aland. "Iya, nanti saya coba," kata Zean Mereka langsung membicarakan kontrak kerja sama yang seharusnya dari tadi dibahas, tapi karena membahas Aland mereka jadi mengundurnya. ✧✧✧ Setelah penandatanganan kontrak Zean langsung pulang ke rumah. Dia memberi tahu istrinya bahwa nanti malam keluarga Abelano mau ke sini untuk melamar Vanya. Jihan awalnya syok, tapi dia langsung sadar dan mulai memasak makanan yang akan disajikannya nanti malam. Tak lupa dia mengabari anaknya agar segera pulang setelah proses perkuliahan selesai. Anaknya tadi izin mau pergi dengan temannya. Mangkanya sebelum dia terlanjur pergi, mending dia mengabari anaknya terlebih dahulu. "Vanya, nanti setelah selesai kuliah langsung pulang kerumah!" titah Jihan dengan sedikit ancaman. "Loh, Ma? ‘kan katanya tadi boleh? Aku kan mau ke mall beli buku," protes Vanya merengek. "Pulang, atau uang saku hilang?!" ancam Mamanya. "Iya, iya, iya," jawab Vanya tak berkutik lagi. Jam sudah menunjuk pukul empat sore, Vanya sudah sampai rumah. Dia heran kenapa di rumahnya jadi ramai, ada yang membersihkan rumah, dan ada yang memasak. "Ma, mau ada acara apa, kok ramai gini? Masak banyak banget lagi," tanya Vanya sambil mencomot donat di meja. "Udah, jangan banyak tanya. Kamu buruan mandi, nanti pakai gaun yang Mama siapkan di kamar. Oh ya, nanti ada yang datang buat rias kamu," terang Jihan. "Acara apa sih, Ma? Lebay amat pakai dandan segala. Vanya nggak dandan juga udah cantik gini," cerocos Vanya sangat percaya diri. Dia masih asik memakan donat. "Nanti ada tamu buat lamaran," tukas Jihan singkat. Dia masih sibuk untuk melanjutkan masaknya. "Abang lamaran, Ma?" tanya Vanya lagi. Dia masih belum sadar kalau di sini, dia yang bakalan dilamar nanti. "Kamu yang dilamar, udah buruan mandi sana!" sergah Jihan, lagi-lagi menyuruh anaknya mandi. Vanya susah banget dibilangin memang minta dipotong uang sakunya. "Sama siapa, Ma?" tanya Vanya dengan blo’onnya. "Sama Aland, yang kemarin ketemu kamu di resepsi," jawab Jihan. "OH NO!! VANYA NGGAK MAU SAMA OM-OM ITU!!" jerit Vanya. Dia tak mau, memangnya apa sih? Kayak enggak laku aja sampai dijodohin segala. "Ya udah, kalau nggak mau. Emangnya kamu mau Mama sedih?" tanya mamanya lagi dengan ekspresi sedihnya. Ini andalan mamanya memang, kalau ditolak langsung pasang ekspresi sedih. Kan anaknya yang cantik ini tak tega kalau melihat mamanya bersedih. "Nggak sih, tapi Vanya kan nggak kenal," ucap Vanya mencoba mencari alasan. "Kamu kemarin udah kenalan gitu. Dia baik, kok, dan pastinya bertanggung jawab," kata Jihan. Vanya langsung menuju ke kamarnya. Dia bingung, tapi juga tak mau menolak keinginan mamanya. ‘Ya sudahlah, yang penting aku mandi dulu’ batin Vanya. Sesampainya di kamar mandi, dia sangat tergiur untuk berendam di bathub. Akhirnya dia khilaf, dan malah berendam sampai ketiduran. Jihan sudah mencak-mencak. Sudah jam lima, tapi Vanya tak keluar juga dari kamar. Padahal ini waktunya untuk dirias. Jihan langsung menuju kamar anaknya. Dicari di kasur tak ada, dia langsung masuk ke dalam kamar mandi dan melihat anak perempuannya sedang tertidur dalam bathub. "Vanyaaaaaa!!" teriak Jihan sangat memekakan telinga. "Aduh, duh, duhhh. Banjir, Ma?" ujar Vanya terkejut mendengar suara mamanya yang sudah seperti toa. "Disuruh mandi, malah ketiduran!" amuk Jihan sangat kesal dengan anak bungsunya. "Mama cantik, mau ke mana?" tanya Vanya dengan nyawanya yang belum terkumpul. "Vanya! Ya ampun, Mama jadi darah tinggi ngomong sama kamu. Nanti malam kamu tunangan, buruan segera mandi, nanti rias," titah Jihan. "Inggih, Kanjeng Ndoro," jawab Vanya. Kalau mamanya mendengar itu, mungkin saja dia sudah ditendang. Jihan kan tak suka dipanggil begitu. Vanya langsung bergegas mandi dan berganti pakaian agar segera bisa dirias. Mana mungkin dia mau mendengarkan amukan Mamanya lagi. "Jangan menor-menor, ntar kayak tante-tante," pesan Vanya pada periasnya. "Nggak kok, cantik banget ini kamu," puji periasnya. ✧✧✧ Jam menunjuk pukul tujuh malam dan keluarga Abelano sudah sampai di rumah keluarga Zean. Aland menatap gadisnya tanpa kedip, sungguh Vanya sangat cantik malam ini. "Ehem," deheman Derdi menyadarkan Aland, "Maksud kedatangan kami adalah untuk melamar putri Anda, Vanya," ucap Derdi. "Saya menyerahkan keputusannya kepada anak saya. Gimana, Vanya? Apakah kamu setuju?" tanya Zean kepada putrinya. ‘Demi Papa sama Mama, nih,’ batin Vanya, "Iya, tapi Vanya masih kuliah dan belum lulus loh, Om," jawab Vanya. "Gak pa-palah, lagian kuliah juga nggak ada larangan menikah, ‘kan?" tanya Derdi retoris. "Tanggal pernikahan sekalian dibahas?" tanya Jihan langsung. "Iya, dua bulan lagi," potong Aland singkat, padat, dan jelas. "Haaa! Kecepatan dong, Om? Nggak mau ah, Vanya," tolak Vanya belum siap. "Vanya, yang sopan," tegur Jihan mengingatkan anaknya itu. "Gak pa-pa, Land. Niat baik harus disegerakan," dukung Zean. ‘Papa ngeselin abis!' teriak batin Vanya. Setelah semua direncanakan akhirnya keluarga Abelano pun pulang. Aland sangat lega gadis yang dia cintai menerima lamarannya. bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN