Sudah satu bulan Vina dan Timnya berada di tanah Borneo mengabdikan diri melayani masyarakat, banyak hal baru yang Vina dan Timnya dapatkan selama di sana. Salah satunya keterbatasan peralatan medis yang tak selengkap saat mereka bertugas di Rumah Sakit ABDI Jakarta.
Ganendra, Danton tampan yang sangat suka menggoda Vina sudah tiga hari tak terlihat membuat Vina bernafas lega, hidupnya terasa tenang tanpa kehadiran Danton menyebalkan itu.
Saat ini Vina sedang berjaga di Klinik bersama suster Mimi sedangkan yang lainnya berkunjung dari rumah ke rumah penduduk untuk pemeriksaan dan penyuluhan kesehatan. Ada juga yang membantu para prajurit TNI mengajar di sekolah.
Tim yang dipimpin Vina ada 9 orang, 10 beserta Vina yang terdiri dari 4 dokter dan 6 perawat.
"Sudah beberapa hari ini Danteng nggak kelihatan ya dok." Kata suster Mimi membuka obrolan, Vina menoleh ke samping kirinya dimana suster Mimi duduk.
Danteng? Siapa dia, kenapa Vina nggak kenal, padahal hampir semua prajurit Vina sudah mengenalnya, apa Danteng warga sipil?.
"Danteng? Siapa itu sus?" Tanya Vina.
"Masa nggak tahu sih dok?" Suster Mimi justru tanya balik membuat Vina berdecak.
"Kalau saya tahu ngapain saya tanya Sus."
"Danteng itu Danton ganteng dok, masa nggak tahu sih padahal Dantengkan fans berat dokter Vina." Jawab Suster Mimi membuat Vina cengo mendengarnya.
Sejak kapan Danton menyebalkan itu di panggil Danteng, bahkan demi mimi peri yang katanya masih perawan Vina baru tahu panggilan itu saat ini. Vina yang kudet apa memang kurang peka jika mengenai Danton itu?.
"Apaan sih, ganteng dari mananya Sus? Kalian ini terlalu berlebihan tahu, kalau dia dengar bisa besar kepala di bilang ganteng." Kata Vina tak terima.
"Memang ganteng dok, ya ampun dia itu calsum idaman banget dok, pokoknya sempurna deh dia itu ya pelukable, sandarable dan calsumable banget dok, satu lagi hot daddy dok, saya pernah lihat Danteng gendong anak kecil uunncchhh nggak nguatin banget dok." Kata Suster Mimi dengan memperlihatkan ekspresi yang gemas pada Danton membuat Vina mencebikkan bibirnya.
Vina menyentuh dahi Suster Mimi, "Padahal normal loh."
"Saya normal dan sehat ya dok." Kata Suster Mimi cemberut, Vina terkekeh melihatnya.
"Gitu saja ngambek, nanti cantiknya berkurang loh. Lagian Suster berlebihan sekali, saya nggak setuju dengan apa yang suster katakan mengenai Danton menyebalkan itu."
"Jangan terlalu benci sama Danton dok, karena benci dan cinta itu bedanya sangat tipis, jangan sampai nanti malah dokter yang sangat mencintai Danton." Kata Suster Mimi.
"Nggak akan mungkin terjadi Sus." Jawab Vina.
"Kita nggak tahu kedepannya dok, siapa tahu Danteng setiap sepertiga malam menggelar sajadah meminta pada pemilik hati untuk membolak balikkan hati dokter agar menerima Danteng, kan nggak ada yanga tahu dok."
Vina terdiam mendengar perkataan Suster Mimi, sejujurnya dia juga sudah merasakan debaran aneh setiap berada di dekat Danton, bahkan jantungnya suka dengan tak tahu dirinya berdetak kencang hanya karena Vina mendengar nama Ganendra Badhrika Mahya, Danton menyebalkan yang suka menggodanya itu di sebut.
Tapi Vina tetaplah Vina, dia tak mau memikirkan hal begituan terlalu berlebihan, biarkan saja waktu yang akan menjawabnya.
"Nggak usah nakutin saya Sus, sudah ah jangan bahas dia lagi, oya Sus gimana perkembangan kamu sama Serda Adit?" Tanya Vina sambil menaik turunkan kedua alisnya menggoda Suster Mimi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan karena jantungnya sudah maraton sejak Suster Vina membahas Ganendra.
Suster Mimi tersenyum malu - malu membuat Vina gemas, "ya gitu dok."
"Gitu gimana? Yang jelas dong Sus jangan buat saya penasaran."
"Lumayan dekat tapi ya gitu Serda Adit terlalu pendiam dok, saya terus yang tanya." Kata Suster Mimi.
Vina tersenyum, "Sabar, semua butuh proses yang penting sekarang PDKT saja dulu Sus, buat saling mengenal satu sama lainya. Suster Mimi cocok sama Serda Adit, kamu cantik dia tampan."
Vina dan Suster Mimi asik mengobrol hingga tiba - tiba saja di kagetkan dengan kedatangan seseorang yang membuat hidup Vina yang tentram dalam tiga hari kini bisa dipastikan akan kembali kacau.
"dokter Vina ikut saya sekarang." Kata Nendra to the point saat sudah di depan Vina, ya benar orang itu Nendra alias Ganendra Danton yang sudah tiga hari tak terlihat tapi hari ini datang tiba - tiba dan mengajak pergi Vina.
Vina mengernyitkan keningnya, "Kemana?" Tanya Vina, karena dia trauma sama Danton tampan itu yang sering modus.
"Ikut saja, bawa peralatan juga."
"Maksudnya? Yang jelas apa kalau bicara." Jawab Vina kesal.
"Iisshh dokter Vina, istri Serda Heri akan melahirkan dia sendirian karena Serda Heri sedang patroli patok, keluarganya juga semua di Jawa dan para ibu persit sedang ke Kota ada kegiatan jadi..."
"Kelamaan, buruan Sus kita kesana." Jawab Vina cepat memotong perkataan Nendra membuatnya gemas sama dokter cantik yang saat ini sedang sibuk measukkan peralatan medisnya ke dalam tas, tadi minta di jelasin giliran dijelasin di bilang kelamaan, wanita oh wanita.
Saat mereka bertiga akan keluar Klinik ada pasien yang datang tampak terlihat pucat dan lemas sekali.
"Biar saya yang tangani pasien dok, dokter yang pergi sama pak Danton." Kata Suster Mimi.
"Serius Sus saya tinggal nggak apa?"
Suster Mimi mengangguk, "Iya dok, selamatkan bu Heri dan bayinya, dokter paling di butuhkan."
Vina mengangguk dan segera melangkah keluar Klinik mengikuti Nendra.
"Pakai motor saja dok biar lebih cepat." Kata Nendra yang langsung menaiki motor.
"Memangnya jauh?"
"Kalau jalan kaki jauh keburu bayinya keluar, buruan naik dok jangan debat dulu ini urgent." Kata Nendra membuat Vina mencebikkan bibirnya, Vina segera menaiki motor dan Nendra langsung menjalankannya menuju kediaman Serda Heri.
Lima menit perjalanan, Nendra menghentikan motornya dan meminta Vina untuk turun, "Ko berhenti, rumahnya mana?" Tanya Vina.
"Motornya hanya bisa sampai sini, kita ke atas naik tangga itu karena rumahnya ada di atas." Jawab Nendra sambil menunjuk tangga, Vina mengangguk mengerti.
Mereka berdua berjalan menaiki tangga demi tangga hingga sampai di rumah Serda Heri, di sana sudah ada Serda Adit yang menungguinya.
"Langsung masuk saja dok, saya jaga di sini karena Serda Adit harus kembali ke Yon." Kata Nendra, Vina langsung masuk ke dalam menemui istri Serda Heri.
"Sore bu, saya dokter Vina, mulasnya sejak kapan bu." Kata Vina sambil memasang Sfigmomanometer atau tensi darah dan setelah itu memasang Doppler untuk memeriksan DJJ ( denyut jantung janin).
"Sore dok, dari semalam dok tadi juga sudah keluar lendir darahnya."
Vina mengangguk, "Tensinya 110/70mmHg masih normal ya bu dan Alhamdulilah jantung dedenya juga bagus, saya periksa dulu sudah masuk pembukaan berapa." Kata Vina sambil memposisikan bu Heri senyaman mungkin dan memakai handscoon untuk memeriksa pembukaan servik.
"Sudah pembukaan 8 bu, tinggal sedikit lagi." Kata Vina tersenyum.
"Kalau ibu masih sanggup jalan boleh jalan, kalau sudah nggak sanggup bawa miring kiri saja ya bu, miring kiri bagus untuk dede bayinya karena dapat meningkatkan sirkulasi darah ke plasenta atau ari - arinya." Jelas Vina yang langsung dilaksanakan oleh bu Heri.
"Saya izin keluar sebentar ya bu, ada yang mau saya bicarakan sama Danton."
"Silahkan dok."
Vina keluar kamar dan menemui Nendra yang sedang duduk di ruang tamu. Melihat Vina keluar Nendra langaung berdiri.
"Gimana? Sudah lahir?"
"Belum, baru pembukaan 8, kalau bu Heri di bawa ke Kinik saja gimana?"
"Memangnya di sini kenapa?"
"Lampu kamarnya kurang terang, hari sudah mulai sore juga takutnnya nanti ada robekan dan harus hacting 'kan butuh penerangan yang cukup."
Ganendra mengangguk, "Ya su__"
"dokteeeerr." Perkataan Ganendra terpotong saat mendengar teriakan dari dalam kamar, Vina dan Nendra saling menatap, detik berikutnya mereka berdua berlari memasuki kamar.
Ternyata kepala bayi sudah crowning atau sudah terlihat. Vina segera memakai celemek, meletakkan handuk bersih diatas perut bu heri, mendekatkan partus set dan memakai handscoon.
"Ibu kalau dedenya nggak ngajak ngejan ibu jangan ngejan ya, sekarang ibu tarik nafas dalam dari hidung dan keluarkan perlahan dari mulut, kalau saya bilang mengejan maka sekuat mungkin ibu mengejan ya." Kata Vina, salah satu tangannya dia letakkan diatas perut bu Heri agar tahu jika kontraksi datang dan siap untuk mengejan.
Nendra masih berdiri di samping ranjang bu Heri, dia sendiri bingung mau apa.
"Aduh sakit dok." Teriak bu Heri.
"Tarik nafas bu, ini bentar lagi dedenya ngejan, jangan teriak, jangan menangis dan jangan memejamkan mata ibu. Ayo bu sekarang waktunya, ngejan yang kuat bu." Kata Vina yang nggak ada berhentinya menyemangati bu Heri.
Tak lama bayi cantik itu keluar dengan tangisnya yang memenuhi seisi kamar.
"Alhamdulillah, gadis bu Heri selamat ya." Kata Vina sambil meletakkan bayi di atas perut ibunya sementara Nendra membalikkan badannya tak mau melihat, Vina hampir saja tertawa melihat tingkah Danton menyebalkan itu.
Setelah memastikan hanya satu bayi Vina memotong tali pusat dan menyelimuti bayi yang saat ini berada di d**a ibu untuk IMD ( Inisiasi Menyusui Dini ), Vina segera menyuntikan Oksitosin yang sebelumnya sudah memberitahu bu Heri akan disuntik.
Plasenta lahir, Vina segera memeriksa robekan yang ternyata cukup lumayan karena bayi juga besar.
"Bu ini perlu saya jahit ya karena robekannya cukup lumayan, kalau nggak di jahit kasihan Serda Herinya nggak ngersain digigit lagi." Kata Vina membuat Nendra menoleh ke belakang dan menatapnya, apa - apaan Vina ini bicara sefrontal itu di depannya.
"Danton tolong bantu saya." Kata Vina membuat Ganendra terkejut.
"Bantu apa?" Tanya Ganendra yang sudah was - was.
"Itu di atas meja ada senter, tolong pegangin senter itu di samping saya." Kata Vina.
"Nggak mau."
"Kenapa?"
"Yang benar saja dong dok, saya masih perjaka dan harus melihat punya wanita di jahit." Kata Nendra kesal.
"Loh emang kenapa, cuman pegang senter doang, tutup mata deh kalau gitu." Kata Vina tak mau kalah, sejujurnya dia ingin tertawa melihat wajah Danton yang biasanya jahil sekarang pucat.
"Nggak dokter Vina."
"Kenapa lagi?"
"Beliau istri Serda Heri nggak sopan kalau saya sampai tak sengaja melihatnya, kalau punya dokter saya mau." Kata Nendra yang langsung mendapat pelototan Vina.
"Heh, enak saja kalau ngomong, sayanya yang nggak mau dilihat sama Danton." Jawab Vina kesal, bisa - bisanya Danton menyebalkan ini bicara seperti itu.
"Kalau dokter hamil anak saya terus melahirkan dan saya menemani pasti saya bakal lihat prosesnya di setiap detiknya dong."
"Heh, ngomong apa sih kenapa makin ngawur begitu lagian siapa juga yang mau hamil anak situ." Kata Vina tak mau kalah.
"Ekhem." Suara deheman bu Heri menyadarkan mereka berdua, kalau di situ ada orang lain selain mereka berdua, Vina dan Nendra jadi salah tingkah.
"Mmm oke Danton saya kasih pilihan mau bantu saya pegang senter atau saya nggak akan bicara sama Danton untuk selamanya." Kata Vina menyeringai, dia tahu itu pilihan sulit.
"Pilihan macam apa itu keduanya nggak enak."
"Terserah mau pilih yang mana, saya nggak punya banyak waktu saya hitung sampai tiga, satu." Kata Vina.
Nendra bingung, dia berpikir cepat harus pilih yang mana, jika mau memegang senter dia pasti akan melihat proses jahitnya, kalau nggak pilih pegang senter dia akan di diamkan Vina untuk selamanya tentu saja itu paling tak mau, dapatin cintanya saja belum masa iya sudah di diamkan, selamanya lagi.
"Dua."
Nendra panik harus pilih yang mana, jantungnya berdegup kencang.
"Ti.."
"Oke saya pegang senternya, janji jangan diamin saya." Kata Nendra menatap Vina.
Vina bersorak dalam hati penuh kemenangan, Vina mengangguk. Nendra segera mengambil senter dan Vina menyuntikan lidokain pada bu Heri.
Nendra menutup matanya menggunakan kain, Vina sampai tak lagi bisa menahan tawanya.
"Kenapa ketawa!"
"Lucu saja, suruh pegangin senter malah tutup mata."
"Mata saya masih suci, hanya akan melihat punya bu dokter saja." Jawan Nendra tersenyum.
"Berisik dari tadi itu mulu yang di omongin, pegang senternya yang benar." Omel Vina.
"Iya, galak banget sih untung cinta jadi nggak apa lah." Kata Nendra.
"Sekali lagi bicara nggak penting kaya gitu, mulut Danton saya Jahit sekalian."
"s***s amat bu dokter."
"Diam ih."
"Iya iya ini saya diam."
Dengan gerakan cepat Vina menjahit robekan jalan lahir, membersihkan bayi dan juga ibunya, membereskan peralatan.
Sedangkan Ganendra dengan setia menunggu diluar, benar - benar suamiable banget ya.