15. Three Angels

2536 Kata
Sinta POV. Selesai juga salah faham aku dan Rengga. Memang tidak ada yang berubah dari status hubungan kami. Tetap aja temanan. Aku ya gak mungkin bilang suka duluan. Rengga juga seperti menikmati kebersamaan kami, yang harus selalu ada dua temanku di antara kami. Aku tidak tau apa yang dia tunggu. Kalo di bilang dia tidak suka aku, dia selalu bilang suka dekat aku, dari kata kata puitisnya yang kadang buat aku gregetan. Ada aja kata katanya yang harus membuatku berpikir keras untuk mengartikannya. Untung aja selalu berhasil membuat hatiku berbunga bunga, jadi aku mulai menikmatinya juga. Seperti apa ya?, seperti nonton film drama Korea kali ya?. Pokoknya gitu deh, bikin baper trus. Lalu sampai tiba waktunya kami LDKS seksi kesenian OSIS di Cibubur. Lagi lagi Rengga bersedia mengawal kami bertiga dengan menjemput Karin dan Queen di rumahnya. “Hai handsome, masih betah aja jadi pengawal 3 Angels” ejek Queen lalu dengan santai mencium pipi Rengga yang menunggu kami di dekat mobilnya. Aku terbelalak melihat Rengga terlihat grogi. “Gak usah baper, cara nyapa bule memang pake cipokan” ejek Karin. Aku jadi ikutan tertawa dengan Queen sedangkan Rengga menghela nafas kasar. “Come on Angels, go to school” ajak Rengga membukakan pintu mobil untuk Queen dan Karin. “Bukain juga buat perawan Jendral, repot kalo dia baper, jaminannya kepala elo” ejek Karin lalu menyusul Queen masuk bagian tengah mobil Rengga. Aku tertawa lalu membiarkan Rengga mempersilahkan aku duduk di bangku depan mobil setelah membukakan juga pintunya. “So gentleman…” ejekku. Rengga tertawa lalu menyusul masuk mobil. Kalo aku dan Queen sibuk ngobrol soal acara LDKS nanti, Karin terlihat diam saja, sambil menatap kaca jendela mobil. “Kar, diam aja” tegur Queen akhirnya. “Emang ngapa sih?, kalo gue ngomong trus, elo bilang gue bawel. Tadikan gue udah ngomong trus ingetin elo soal obat dan perabotan elo perang” jawab Karin. Aku dan Rengga jadi tertawa. “Karina…Tayang aku…” rengek Queen meniru Obi. Bukan tertawa, Karin malah berdecak. “Tayang lagi?, gak usah niru si Gesrek deh, udah out” jawabnya jutek. Baru Queen tertawa. Tapi mana mungkin Queen bisa ngambek atau marah pada Karin. Karin itu seperti guardian Angel yang sebenarnya untuk Queen. Aku lihat kok gimana dia bawel mengingatkan soal obat dan P3K macam minyak kayu putih, viks, tissue sampai ke jacket Queen. Dia begitu, karena Queen itu punya riwayat darah rendah akut. Badan Queen itu harus selalu hangat dan tidak boleh cape berlebihan. Aku tidak terlalu mengerti sih apa artinya, pokoknya Karin bilang Queen itu fisiknya ringkih. “Gue gak ngerti sih kenapa dia gak bisa banget cape Sin. Di bilang lemah jantung, nyokapnya bilang gak. Padahal setau gue, kalo orang sampai pingsan itu, karena kerja jantungnya lemah untuk mompa darah yang ke otak, jadi otak kekurangan oksigen. Jadi kerja otaknya kaya ke skip bentar lalu pingsan. Trus kalo pingsan itu, telapak tangan sama kakinya dingin kaya es. Trus kalo pingsan, lama pula sadarnya, mesti tunggu suhu badannya hangat lagi. Repot dah bule mah. Jadi elo jangan ngerep jadi bule ya Sin, apalagi iri, gak seenak yang di pikir banyak orang jadi bule tuh. Mending kaya kita gini, kuat dan tahan banting, jadi gak repotin orang” jelas Karin waktu aku tanya soal kondisi kesehatan Queen. Aku tertawa. “Elo yang paling di repotinkan?, kok elo mau?” tanyaku. Karin diam lalu tersenyum. “Elo pernah gak sih iri sama Queen?. Kalo dengar cerita Queen, elo selalu jadi nomor dua lo, dari sisi pretasi, dari tampilan fisik, orang yang lihat elo dekat bule terus pasti bandingin elo sama Queen yang keceh. Dan gue lihat banyak alasan lain yang memungkinkan buat elo sirik sama bule” kataku lagi. Karin tertawa sekarang. “Benar analisis perawan Jendral, pantes elo jadi anak Jendral” ejeknya. Aku tertawa. “Harusnya gue emang iri seperti semua orang yang tau Queen. Dia keceh, punya keluarga harmonis, anak orang kaya raya, dan satu satunya pula, di tambah dia pintar. Tapi temanan itu bukan soal itu semua Sin. Gue temanan sama Queen bukan buat pansos, gak butuh gue. Lagian Queen mah cupu. Emang dia punya teman?, gak punya dia mah. Teman dia cuma keluarganya. Di sekolah SMP gue dulu aja, dia susah dekat sama orang lain, bukan karena dia sombong, tapi lebih ke rasa risih karena selalu di puji keceh dan pintar. Elo lihatkan di sekolah, mana ada dia menikmati saat dia di kagumi banyak orang. Malah dia yang sembunyi di balik diri gue. Dia itu kadang kesel kalo di puji, karena merasa dia jadi beda sama oran lain, lucukan lo?” jawab Karin. Aku mengangguk sambil tertawa. “Mungkin karena gue doang kali yang gak anggap kelebihan dia sesuatu yang wah atau menonjol. Jadi dia nyaman bergaul sama gue. Gue lihat kelebihan dia suatu hal biasa, hanya lingkungan yang membuat dia beda. Coba kalo dia tinggal di kampung halamannya dia di Rusia yang gudangnya bule, pasti dia di anggap sama, di Rusia gudangnya bule” jawab Karin. Benar juga, jadi aku tertawa. “Jadi gue gak pernah anggap apa yang Queen punya sesuatu hal yang mesti gue syirikin. Dia malah iri sama penampakan gue, lucukan?. Kalo pun ada yang bikin gue iri sama yang Queen punya, ya paling hubungannya sama orang tuanya yang dekat banget. Nah kerennya Queen di sini. Dia rela kok bagi emak babehnya sama gue. Gak kesel lihat emak babehnya ikut sayang atau perhatian sama gue. Itu kenapa gue care juga sama Queen. Temenan mesti take and give Sin, jangan yang satu aja yang memberi, trus yang lain hanya menerima. Gue anggap kelebihan gue, bisa ngisi kekurangan Queen. Dan kelebihan Queen bisa ngisi kekurangan gue. Itu yang buat kita awet temanan. Di tambah rasa saling menghormati dan menghargai” jawab Karin. Nah benar ini. Tidak cuma hubungan percintaan, tapi hubungan pertemanan juga harus ada take dan give. Jadi tidak ada istilah di manfaatkan atau memanfaatkan. “Sama mesti jujur kali Kar, mau enak atau gak enak” tambahku. “Betul. Jangan apa aja dia pendam trus ngomong di belakang. Gue aja sering ribut sama Queen. Elo tau sendiri mulut gue, Queen juga gitu. Kelihatannya doang menye menye, tapi kalo dia udah marah, ngeri bu” jawab Karin. Aku tertawa. Aku suka lihat kok kalo Queen marah atau ngomel pada Nino dan Omen yang suka bolos pelajaran di kantin pojok. Ngomelnya pelan tapi nyelekit. Tapi sarat perhatian. Queen itu ngerti artinya memberi, tidak hanya menerima. Dia sadar kalo Omen dan Nino selalu perhatian jadi dia balas dengan memperhatikan mereka berdua dengan kelebihan yang dia punya. Diakan pinter, jadi dia bantu Omen dan Nino belajar. Berteman denganku aja walaupun mereka berdua baru kenal, mereka tau caranya menghargai kebaikanku. Dengan kesadaran sendiri, Karin dan Queen niat sekali patungan untuk membantuku membeli bensin mobilku. Padahal aku tidak pernah berharap mereka harus begitu, itu satu bukti, tidak ada yang bersedia memanfaatkan atau di manfaatkan. Tapi harus saling. Aku tolak niat mereka, tidak membuat mereka berhenti. Sebagai ganti, kadang aku sering di traktir makan dan minum di kantin, gantian aja, siapa yang merasa belum antara Queen dan Karin. Atau mereka akan gantian membayarkan ongkos parkir kalo kami jalan bertiga ke mall. Lalu saat acara LDKS pun Karin tetap mengawal Queen. Queennya tetap dengan sifatnya yang selalu malu dan tidak enakkan. Waktu Putri menolak makanan catering yang di sediakan wisma tempat kami menginap, lalu mengajak kami makan Mc’Donal, Queen trus menerus mengeluh karena peserta lain makan di wisma. “MAKAN!!, elo kan doyan makanan fast food. Ini makana bule, masa tetap susah makan elonya” omel Karin. Queen cemberut. “Kar..gak enak, yang lain makan nasi Padang” rengek Queen. “Gue setuju makan itu pun, gak akan buat elo makan habis tuh nasi Padang, kecuali ada Nino” ejek Karin. “Karin…malu…” rengeknya lagi. Kami semua tertawa. “MAKAN!!!” bentak Karin lagi galak. Baru Queen menurut makan di iringi tawa kami. “Elo pacaran sama Nino Queen?” tegur Clara. Queen merona lalu gelagapan. “Gak kok kak, Karin tuh sama Obi baru pacaran” sanggah Queen. “Gue lagi, Sinta noh sama Rengga” jawab Karin. Aku terbelalak. “Eleh, udah SMA sih di ledek pacaran malu, ya kali masih PAUD” ejek Andi yang selalu sesantai itu. Baru kami terbahak. Lalu masalah lain datang waktu tiba harus jurit malam. Queen di izinkan Putri dan ketua OSIS untuk tidak ikut serta. Ada protes dari peserta LDKS dan kena mulut galak Karin. Tapi memang tindakan Karin benar, sudah ada surat dokter yang menjelaskan kalo Queen tidak bisa ikutan karena alasan kesehatan, harusnya kalo yang protes itu mau dapat keistimewaan yang sama ya tinggal buat surat dokter juga. Sepele bukan?. Jadilah aku, Rengga dan Karin yang ikutan. Andi yang menemani Queen membuat api unggun di lapangan wisma. Memang benar Karin, LDKS itu hanya ajang balas dendam senior pada junior calon anggota ekskul atau OSIS. Hadeh masih aja piara mental zaman dulu, yang harus pakai balas dendam. Mentalku dan Karin jelas terbiasa, santai aja kami mah. Kalo Queen belum tentu. Yang ada mewek atau merengek manja. Tidak ada Nino di sini, mau manja sama siapa?. Memang pilihan tepat dengan tidak membiarkan Queen ikut jurit malam. Dan ada kelebihan Queen lagi yang membuatnya berpotensi membuat dia di benci orang yang tidak menyukainya. Tiba tiba dengan kuasanya, Putri yang jadi ketua seksi Kesenian OSIS, memilih Queen jadi ketua paduan suara. Jadi Queen satu satunya junior yang ikut di lantik oleh ketua OSIS yang masa kerjanya akan berakhir. “Elo sirik gak?, bilang gue, biar gue batalin pelantikan Bule?” tanya Karin padaku. Aku tertawa. “Emang pantes kok, suara dia bagus, Putri tau itu, jadi gak sembarang kasih jabatan karena kita teman satu genks” jawabku. “Elo juga jago dance di banding Clara yang jadi ketua Cheers” sanggah Rengga. Aku tertawa lagi. “Bakat dance sama bakat nyanyi itu beda Reng. Semua orang bisa dance kalo dia belajar dan suka dance kaya gue. Queen sama Karin buktinya. Tapi bakat suara bagus, jelas gifs dari Tuhan, jadi kemampuan gue dan Queen jelas gak bisa di bandingin. Udahlah gak usah usaha manasin gue, gue anak Jendral, ngerti arti gimana caranya bersikap ksatria. Kalo emang kalah ya ngaku kalah” jawabku. Karin dan Rengga tertawa. “Keren!!!” puji Karin. Kami bertiga lalu terbahak bersama sambil tepuk tangan setelah acara pelantikan selesai. Untuk merayakan prestasi Queen dan sebagai hukuman karena tidak ikut jurit malam, ketua OSIS akhirnya meminta Queen bernyanyi. Bagian ini ada yang aneh dengan Karin. Aku dan Rengga melihat dia menangis di tengah tengah lagu. “Ada apa ya Reng?” tanyaku berbisik pada Rengga di sebelahku. Rengga menggeleng. “Ada hubungannya sama Obi gak sih?” tanyaku lagi. “Bukan urusan kita” jawab Rengga. “Trus biarin aja teman kita sedih?. Elo anggap Karin sama Queen teman elo bukan sih?” kejarku. Rengga menghela nafas. “Ya gue tau bukan urusan kita. Ini soal empati Reng, gue yakin kalo Karin sama Queen lihat elo sedih pasti akan cari tau juga. Bukan untuk ikut campur, tapi untuk kasih tau kalo mereka gak suka lihat elo sedih, atau untuk kasih tau, kalo elo punya mereka yang perduli sama elo. Itu namanya teman. Pantas elo kesepian, elo gak punya empati sama orang” omelku lalu bangkit menyusul Karin yang mendekat pada Queen. “Hei!!” cegah Rengga mencekal tanganku. “Apa lagi?, males gue, elo gagal tau gak jadi pengawal” omelku lagi. Rengga tertawa pelan. “Biar gue cari tau, Karin itu tipe yang gak suka orang tau sedihnya dia. Pendekatannya gak bisa frontal kaya elo. Biar gue yang ngomong, elo tunggu aja” katanya. Baru aku tersenyum. “Okey..makasih” jawabku lalu benar benar mendekat pada Karin dan Queen. Dan memang fisik Queen selemah itu, pantas Karin terburu buru membawanya ke kamar, sampai kamar dia ambruk setelah bilang kepalanya pusing. “TUTUP PINTU!!!” jerit Karin sambil menyanggah tubuh dingin Queen. Aku sudah bingung harus apa sama seperti Clara, Putri, juga Andi dan Rengga yang jadi ikutan masuk kamar. Tapi Karin mengerti. Setelah memindahkan Queen ke ranjang dia sibuk mengeluarkan apa yang dia sebut perabotan Queen perang. “Mundur, enak aja lihat body bule” omel Karin menyuruh Andi dan Rengga menjauh. Menurut dong Andi dan Rengga menjauh ke arah ranjang lain. “Tutupin Sin, berderet deh elo bertiga, gue mau lepas BRA bule” perintah Karin berikutnya. Aku, Clara dan Putri menurut berdiri berderet di belakang Karin yang sibuk mengurus Queen. Dengan cekatan dia membuka Bra Queen, lalu membalur seluruh tubuhnya yang dingin dengan minyak kayu putih banyak banyak, lalu viks juga. Aku sampai meringis takut malah kepanasan. Apalagi bagian kaki dan tangan. Ampun mendadak Karin jadi suster dan keren banget. Setelah Queen di selimuti dia juga mencium kening Queen. Semanis itu hubungan persahabatan mereka. “Melted…” desisku jadi mau mewek. Semua tertawa pelan termasuk Karin. Itu pun setelah menjelaskan kalo Queen akan segar lagi setelah sadar lalu minum obat sakit kepala dan anemianya, lalu harus di biarkan tidur sampai dia bangun sendiri. Jadi Rengga menyuruh yang lain tidur, dan dia membiarkan Karin menjaga Queen. Tapi aku tau itu caranya agar bisa bicara pada Karin. Aku dan yang lain menurut. Dan benar Karin, saat Queen bangun lagi, dia sudah jauh lebih segar setelah dia tidur hampir menjelang pulang. “Sana tidur, gantian gue temanin Queen, elo udah begadang dari semalam” kataku gantian duduk di sebelah Queen dan Karin jadi pindah duduk dengan Rengga. Mereka berdua tidur bersandar di bahuku dan Rengga. Aku tersenyum waktu Rengga menoleh padaku dan tersenyum. “Gue gak perlu jelaskan soal inikan?” ejek Rengga sambil melirik Karin yang terlelap dan bersandar di bahunya juga merangkul lengan Rengga. Aku tertawa lalu menggeleng. Posisi duduk kami memang bersebelahan tapi terpisah lorong jalanan bus. “Gak sih, walaupun dua teman gue, pantas juga di sebut sang Dewi” jawabku. Rengga tertawa pelan. “Memang, tapi mereka akan bersinar seperti elo, kalo ketemu dengan orang yang tepat. Gue gak cocok, Karin itu sekelam gue, jadi mesti ketemu orang yang bisa menunjukan arah cahaya. Obi yang cocok, karena dia tau caranya mendekati sumber cahaya dari yang punya semesta raya” jawab Rengga. Aku tersenyum. Ingat Rengga cerita kalo Obi rajin sekali masuk masjid sekolah untuk menunaikan sholat. “Kalo Bule?” tanyaku. “Bule punya sinar sendiri. Tapi redup karena ketidakpercayaan diri dan kelemahan fisiknya. Cocoknya sama Nino” jawab Rengga. Aku tertawa. “Alasannya?” tanyaku. “Nino punya sinar yang kuat, jadi gue rasa sinar yang Nino punya mampu buat support Queen supaya cahaya dia jadi terang benderang lagi” jawab Rengga. Astaga…analogi yang buat baper tapi benar adanya. Kapan sih Rengga gak puitis?. “Jadi gak perlukan gue jelasin kenapa gue biarkan diri gue mendekat dan melihat sosok jelmaan sang Dewi lain selain elo?. Cukup percaya, kalo setiap manusia pasti punya sosok malaikat dalam hidup mereka. Tinggal gimana mereka menghargai setelah menemukan malaikat hidup mereka. Karena tidak saja saat kepakan sayap malaikat itu mengepak lalu mereka tidak lagi dalam dekapan, kita akan merasakan kehilangan bersamaan dengan hilangnya bias cahaya terang mereka yang menjauh” tutup Rengga lalu perlahan tangannya yang bebas menggenggam tanganku yang juga bebas dari rangkulan tangan Queen yang terlelap di bahuku. Kalo kalian jadi aku?, bisa gak berhenti baper?.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN