Langit dan Arkan saling melempar tatapan tajam. Arkan tersenyum miring, sebelum mengalihkan tatapannya kembali pada Alana.
“Kamu yakin, mau lepasin semuanya demi dia?” tanya Arkan dengan nada remeh. “Ingat, Alana, penawaranku nggak akan datang dua kali.”
Langit menatap bingung ke arah Alana. Ia tidak ingin bertindak gegabah sebelum mengerti apa yang sedang terjadi di antara dua manusia di depannya.
“Aku bisa aja lepasin tangan kamu sekarang kalau kamu mau. Tapi itu artinya, kamu baru saja menolak tawaranku dan-”
“Oke, aku ikut,” putus Alana.
Langit menatap Alana sanksi. Padahal, ia berniat datang untuk membantu gadis itu. Namun, belum sempat Langit melakukannya, Alana malah membuat keputusan yang membuat dia terkejut.
“Alana, kamu yakin?” tanya Langit, sambil memegangi pundak gadis itu.
Arkan menghempaskan tangan Langit dari pundak Alana. “Oh, jadi ternyata Anda dokter Alana sekarang? Cuma dokter, kan? Jadi sebaiknya Anda nggak usah ikut campur sama urusan kami.”
Langit menggeram marah, tangannya mengepal. Namun, ia masih menunggu tanggapan dari Alana. Ia tidak bisa berbuat apa-apa, jika Alana tidak memintanya. Sebab, apa yang Arkan katakan memang benar. Di antara mereka memang tidak ada hubungan yang spesial. Dan ini adalah masalah pribadi Alana, semua keputusan ada di tangan gadis itu.
“K- Kak, aku janji cuma sebentar. Nanti, aku akan kembali ke sini lagi,” kata Alana.
“Aku yang akan memutuskan mau seberapa lama kita pergi. Dan aku berencana buat langsung nganterin kamu pulang, Alana,” sambar Arkan dengan nada angkuhnya.
Langit memandang pria itu sengit. Ia masih berharap Alana akan mengubah keputusannya. Andai Alana berubah pikiran dan meminta dia untuk mengusir Arkan, maka Langit akan langsung lakukan. Sayangnya …
“Oke, terserah kamu,” putus Alana.
Langit semakin bingung dibuatnya. “Alana …”
Arkan menarik lengan Alana saat Langit akan menggapai tangan gadis itu. “Saya tegaskan lagi pada Anda. Anda itu orang luar, cuma dokternya Alana. Jadi, sebaiknya Anda nggak ikut campur sama urusan pribadi pasien Anda! Daripada ngurusin kehidupan pribadi Alana, mending fokus kerja biar bisa naik gaji.”
Alana turut emosi mendengar ucapan Arkan. Ia berniat untuk menghempaskan tangan Arkan yang menahan lengannya. Namun, Arkan memeganginya dengan sangat erat sehingga perlawanan Alana tak berarti apapun baginya.
Langit tersenyum miring. “Memang Anda siapa? Cuma mantan, kan?”
“Setidaknya saya jauh punya ikatan yang lebih dekat dengan Alana daripada Anda yang bukan siapa-siapanya,” balas Arkan.
“Anda salah. Saya bukan orang luar bagi Alana. Saya dan Alana adalah pasangan kekasih. Jadi, wajar jika saya ingin melindungi pacar saya,” tegas Langit.
Alana sendiri kaget mendengar ucapan Langit. Namun, hatinya terasa menghangat hingga sebuah senyum tipis terbit di wajahnya. Di waktu yang sama, Arkan meremat kuat lengan Alana yang ia genggam. Emosinya mulai terpancing hingga tak menyadari jika ia sedang menyakiti gadis malang itu.
“Ssshhh …” Alana meringis.
Melihat reaksi Alana, Langit langsung mendorong Arkan dan melepas genggaman pria itu di lengan Alana. Ia mengiba melihat ada jejak melingkar berwarna merah di pergelangan Alana. “Alana, kamu …”
“Oh, jadi begitu? Oke, kalau kamu nggak mau ikut denganku. Tapi jangan pernah nyalahin aku atas apa yang akan terjadi setelah ini, Alana! Aku pastikan kamu bakal menyesal,” ujar Arkan dengan menggebu-gebu.
Pupil mata Alana bergetar. Ia bimbang dengan keputusan seperti apa yang akan ia ambil. Ia tidak ingin membuat Langit kecewa. Namun, ia tidak mungkin melepaskan perusahaannya begitu saja.
“Arkan, tunggu!” teriak Alana, saat melihat mantan kekasihnya itu akan beranjak pergi. Diam-diam, Arkan tersenyum menang. Ia tahu, Alana akan memilihnya kali ini.
“Alana, kamu nggak harus ikut dia. Aku-”
“Kak, maaf, tapi kali ini harus,” potong Alana, saat Langit akan mencegah kepergiannya.
Langit menahan lengan Alana. Tatapan matanya tampak sendu seperti tidak rela melepas kepergian Alana. “Pertimbangkan satu kali lagi! Kamu tahu seberapa besar bahayanya jika kamu pergi dengan dia, kan?”
Alana menggeleng. Ia tidak punya pilihan lain. Kali ini, Arkan berhasil memegang kendali atas dirinya. “Dia nggak sejahat itu sampai bisa mencelakai aku secara langsung, Kak. Aku janji semua akan baik-baik saja.”
Alana berusaha tersenyum, menunjukkan pada Langit jika ia percaya ia bisa mengatasi masalah kali ini sendirian. Tak punya pilihan lain, akhirnya Langit melepas genggamannya pada tangan Alana.
“Maaf,” cicit Alana yang tak dapat didengar oleh Langit. Gadis itu berjalan melewati Langit menuju ke arah Arkan yang sedang tersenyum menang ke arahnya.
Alana memandangnya sengit. Ia menjauhkan tangannya saat Arkan hendak menggandengnya. “Cepat jalan!” tegas Alana, lalu berjalan mendahului Arkan tanpa kembali menoleh ke arah belakang.
Arkan membawa Alana ke apartemennya. Dan tentu saja, hal itu membuahkan protes dari Alana.
“Memang nggak ada tempat lain? Kamu bilang mau bahas soal perusahaan, kan? Kenapa nggak langsung ke perusahaan aja dan bahas itu di sana?” protes Alana.
“Seperti yang sudah aku katakan sebelumnya, aku yang menentukan semua. Jadi, gimana? Masih mau lanjut?” balas Arkan santai.
Alana mengepalkan tangannya erat. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya direncanakan oleh pria di sebelahnya. Namun, untuk ikut masuk ke apartemen Arkan, menurut Alana hal itu sangatlah berbahaya. Jika tahu akan seperti ini, ia mungkin akan kembali mempertimbangkan keputusannya untuk ikut. Harusnya Alana ingat, Arkan memiliki ribuan misteri di belakangnya. Alana tidak pernah benar-benar mengenali pria itu, karena apa yang selama ini Arkan tunjukkan padanya adalah kepalsuan semata.
“Aku akan turun duluan, terserah sih, kamu mau ikut aku atau enggak,” ujar Arkan. Pria itu mulai melepas sitbelt-nya.
Alana menegakkan tubuhnya. Ia menahan lengan Arkan, membuat pria itu mengurungkan niatnya. “Apa aku bisa pegang kata-kata kamu, kalau kita beneran bakal bahas soal perusahaan di dalam nanti?”
“Of course. Kamu pikir apa lagi?”
Alana semakin erat mengepalkan tangan kirinya. Memang, siapa yang tidak takut saat dirinya harus ikut dengan seorang pria yang pernah mengecewakannya begitu dalam, ke dalam tempat tinggal pria itu?
“Kamu nggak mikir kalau aku bakalan nyentuh kamu, kan? Sorry, Alana, tapi, memang pernah selama ini aku kelihatan nafsu sama kamu?”
Ucapan Arkan memang benar meski terkesan jahat dan merendahkan Alana sebagai seorang perempuan.
“Aku memang suka cewek, aku juga laki-laki normal yang gampang kegoda sama urusan ranjang. Tapi aku masih punya otak. Di luar sana, banyak cewek cantik dan modis yang mengantre buat aku sentuh. Jadi, ngapain aku harus nyentuh cewek penyakitan kayak kamu?”
“KAMU!” Alana menunjuk wajah Arkan. Apa yang Arkan katakan benar-benar melukai hatinya.
Namun, Arkan malah semakin melebarkan tawanya, “apa? Kamu berharap aku akan sudi nyentuh kamu? Yang ada kamu keburu mati sesak napas sebelum aku sempat nidurin kamu. Aku nggak mau ambil risiko, lagian kamu nggak semenarik itu sampai buat aku rela terancam masuk jeruji besi cuma buat nidurin cewek kayak kamu.”
Alana memejamkan matanya erat-erat. Dua tahun ini, matanya sudah benar-benar buta. Bisa-bisanya ia melihat Arkan sebagai pria yang sangat baik, padahal nyatanya lelaki itu adalah manusia paling jahat yang pernah ia temui.
“Oke, aku akan pegang kata-kata kamu. Kalau di dalam nanti kamu sampai berani berbuat yang nggak seharusnya sama aku, artinya kamu adalah pria pecundang yang ucapannya benar-benar nggak bisa dipercaya,” tegas Alana. Ia pun segera melepas sitbelt-nya, dan turun dari mobil mendahului Arkan.
Arkan mengangkat kedua bahunya acuh. “Let’s see!”
Selepas keduanya turun dari mobil, Arkan menggiring Alana menuju ke dalam gedung apartemennya. Mereka naik lift berdua menuju lantai di mana unit Arkan berada.
Alana baru sadar. Dulunya, Arkan hanya tinggal di sebuah apartemen bertipe studio yang luasnya tidak lebih dari dua puluh empat meter. Dan sekarang, pria itu sudah bisa tinggal di salah satu apartemen paling bergengsi di pusat Kota Jakarta.
Memang, Arkan memiliki sosial media dengan followers mencapai ratusan ribu dan sering mendapat tawaran iklan. Namun, tentu saja jika hanya dari sana, Arkan tidak mungkin akan mengalami kemajuan ekonomi sepesat sekarang, kan?
Apalagi, di antara konten-konten yang Arkan buat, yang membuat namanya dengan cepat melambung adalah karena dia dianggap boyfriend material karena sering membagikan momen kebersamaannya dengan Alana, dan menunjukkan sikap manis dan kesetiaannya pada gadis berpenyakitan seperti Alana.
Alana baru sadar, dirinya memiliki peran yang sangat besar bagi kehidupan Arkan. Dan setelah Arkan mendapatkan semuanya, pria itu justru mencampakkannya begitu saja.
“Masuk!”
Lamunan Alana buyar. Ia pun segera masuk ke sebuah unit apartemen yang memiliki banyak kenangan itu. Terakhir kali ia ke sini, ia memergoki kebohongan Arkan dan menangis saat pulang. Ia tidak mungkin melupakan hari itu. Bahkan, dengan mengingat setiap detail momennya bersama langkah kakinya masuk semakin dalam ke ruangan itu saja, rasa sesak itu kembali terasa.
Arkan menuntun Alana untuk duduk. Lalu, pria itu pergi ke kamarnya untuk mengambil sesuatu. Tak lama, Arkan kembali menyerahkan sebuah berkas pada Alana.
“Aku akan berikan kamu dua puluh lima persen saham perusahaan, asal kamu mau berpura-pura kalau kita masih pacaran di depan media!”