Dewa merasa sangat lelah, sejak semalam dia harus bersandiwara di depan keduaorangtuanya, lalu paginya dihadapkan pekerjaan yang tidak habis-habisnya, pertemuan dan rapat mendadak yang seolah memaksanya untuk bekerja lebih keras agar bisa terus bertahan di tengah persaingan bisnis yang sangat ketat. Juga Reyna, ah, dia jadi mengingat sepasang tumit kaki kecil Reyna yang lecet, dan dia mulai merasa lemah. “Dewa?” desah Anggi bertanya, melihat tatapan mata Dewa yang tidak biasa tertuju ke wajahnya. Dewa lalu mengecup bibir Anggi, dan menghisapnya. Anggi terkesiap, merasakan kehangatan di sekujur tubuhnya, sementara Dewa masih mengingat dua tumit kecil lecet Reyna, bayangan Reyna yang setengah telanjang di kamarnya terus menerus menghantam benaknya, pundak polos mulus itu terbayang intens d