Pembalasan

1626 Kata
Seorang dokter wanita yang tadi memeriksa Jasmine kembali masuk ke ruangan kamar itu. Dia tersenyum manis begitu melihat Jasmine sudah siuman dan nampak baik-baik saja. "Selamat siang Nona," ucapnya sembari berdiri tegak di samping ranjang Jasmine yang sedang duduk bersandar ke kepala ranjang. "Selamat siang Dokter," jawab Jasmine. "Apa Anda yang memeriksa saya?" tanya nya sembari tersenyum hangat. Dokter itu mengangguk sebagai jawabannya. "Ya Nona. Em, apa Anda merasakan sesuatu? Pusing atau ada bagian tubuh yang sakit, misalnya?" Jasmine menggeleng kuat. Saat ini, dia merasa sangat kuat, apalagi setelah mengetahui Peter selalu bersamanya. "Saya baik-baik saja Dokter. Lalu, bagaimana dengan bayi saya?" "Dia kuat seperti ibunya," jawab sang Dokter. "Baiklah. Jika Anda merasa sehat, saya akan melepaskan infus di tangan Anda Nona." Dokter itu pun melakukan tugasnya. Melepas selang infus pada tangan Jasmine kemudian keluar dari kamar itu. Jasmine bangkit. Dia merasa lelah karna terus menempel di ranjang besar itu. Dia butuh udara segar dan akhirnya dia memilih keluar dari kamar. Langkah pelannya menyusuri sebuah ruangan besar yang hanya ada bermacam lukisan, lampu gantung antik dan pernak-pernik guci besar khas ukiran Rusia. Tidak terlalu banyak perabotan di dalamnya, sehingga apartemen yang di tempatinya saat ini, nyaris seperti sebuah museum saja. Ruangan selanjutnya, yang bisa dia tebak adalah ruang tamu itu terdapat kursi dan meja layaknya di sebuah ruangan rapat. Dia tidak tau apa fungsinya, hanya saja itu terlihat aneh untuk ukuran perabotan di dalam apartemen. Sepi. Jasmine baru menyadari jika sepanjang langkah nya, dia tidak bertemu dengan satu orang pun di sana. Biasanya kan, apartemen besar layak nya sebuah mansion itu akan banyak pelayan nya? Tapi justru di sana tidak ada. Layaknya hutan, hanya terdengar kicauan burung yang entah dari mana asalnya. Tak lama, langkahnya terhenti begitu mendengar denting sesuatu dari arah yang dia yakini berada di balik sekat tembok di sampingnya. "Luke?" panggil nya begitu melihat siluet tubuh pria jangkung yang berdiri membelakanginya sedang mengambil sesuatu di lemari pendingin. Luke berbalik. Tangan nya hampir saja menjatuhkan buah jeruk yang dia ambil, begitu mendengar suara yang dia ketahui milik Jasmine. "Jasmine? Kau sudah sadar? Kau baik-baik saja kan?" Luke memberondong nya dengan begitu banyak pertanyaan. Jasmine hanya mengangguk, kemudian memilih duduk di salah satu kursi kayu yang ada di dekatnya. "Ya. Kami baik-baik saja," ucapnya. Luke tau, kami maksud perkataan Jasmine adalah dia dan bayi nya. Luke melangkah mendekat. Menunduk dengan rasa bersalah yang besar dan malu karna sudah menuruti permintaan Peter yang kekanakan tapi bisa berakibat fatal. "Maafkan aku. Aku hampir membuat kalian celaka," lirihnya. Jasmine menggeleng kuat. Luke tidak bersalah dan tidak harusnya merasa bersalah. Dia hanya senjata yang di gunakan oleh seseorang yang patut di salahkan. "Tidak Luke. Kau tidak bersalah. Aku tau kau tidak berdaya. Peter sudah menceritakan semuanya," jawab nya sambil mengusap lembut lengan pria jahat yang dulu hampir menodainya dan sekarang justru turut menjadi pelindung nya. Luke mendongak. Menatap Jasmine dengan pandangan tak percaya. "Si menyebalkan itu menceritakan semuanya? Benarkah?" tanya Luke tak percaya. Dia kira, Peter tidak akan membahas mengenai masalah sandiwara yang dia susun sebagai skenario reka adegan yang di lakoninya. "Ya. Dia mengatakan, jika berkat dirimu, dia bisa menemukan ku .... " "Hanya itu?" "Kata nya lagi, dia yang sudah menyusun sandiwara ini dan kau hanyalah pemeran ke usilan nya itu." Luke mengangguk. Untuk jawaban ke dua Jasmine, dia membenarkan nya. Tapi, untuk yang pertama dia tidak bisa menerima. Yang di katakan Peter adalah kebohongan besar. Peter melakukan nya sendiri bahkan tampa bantuan nya. Sebenarnya, apa yang di rencanakan si menyebalkan itu? "Luke?" "Ya." "Maukah kau membantuku?" ucap Jasmine membuat Luke menatap penasaran dengan permintaan nya. "Aku ingin, kau membantu ku membalas perbuatan si menyebalkan Raja usil itu. Kau mau kan?" Luke tersenyum tipis mendengar permintaan Jasmine. Dia juga ingin melakukan hal yang sama. Mungkin dengan sedikit membuat Peter kesal akan membuat nya terhibur. "Dengan senang hati My Little sister," jawab nya sembari membayangkan kegaduhan yang akan dia lakukan bersama Jasmine. **** Peter melangkah menuju kamar Jasmine. Dia akan berusaha merayu ibu putranya untuk menerima nya dengan tangan terbuka. Dia tidak bisa terus menerus seperti ini, sifat over protektif nya yang semakin meningkat drastis karna Jasmine dan putra nya, membuat nya tak bisa berjauhan barang beberapa detik saja. Peter ingat, betapa heboh nya ke dua bodyguard cantik nya begitu mendengar berita besar yang di beritahukan nya beberapa menit yang lalu. "Halo Mom," ucap nya begitu sambungan video call di layar ponselnya tersambung. "Bagaimana kabar kalian? Baik-baik saja kan?" "Eh, hai Anak ku sayang. Tentu saja. Kau selalu mengingat kami setiap waktu." Celetukan Rose di seberang sana, membuat senyum tipisnya terbit. Ibu nya jelas-jelas menyindirnya. Memang, sejak dirinya dan Jasmine berada ke Paris dan ke empat orang tuanya berada di Washington Dc, dia jarang berkomunikasi dengan mereka bisa di katakan ini kali ke 3 dia bertatap muka dengan ibunya, Rose. "Aku ... Sibuk. Maaf, baru sempat menghubungi kalian sekarang," ucap Peter sembari tersenyum manis. Mencoba melunakkan ibunya dengan senyuman limited edition yang jarang-jarang dia tampakkan. Terlihat Rose tersenyum lebar di sana. "Mommy bisa apa, jika ku sudah tersenyum macam tak punya dosa, Nak?" "Di mana yang lain? Kenapa Mommy hanya sendiri?" tanyanya. Karna biasanya, saat dia menghubungi Rose, semua yang berada di sana akan menyapa nya satu persatu. "Mereka kesal. Katanya, tak mau berbicara denganmu Peter." Peter tersenyum tipis. Mungkin di waktu yang lain dia akan sibuk merayu mereka untuk memaafkan nya, tapi kali ini dia punya sesuatu yang akan membuat mereka pulang dan memberi nya pelukan sekaligus ucapan selamat. "Tidak mengapa jika mereka tidak mau berbicara dengan ku Mom, aku akan memberitahukan berita besar ini pada Mommy saja ... " ucapnya menjeda kalimat yang sebentar lagi akan membuat kehebohan. Rose tampak bersemangat. Sampai-sampai dia me loudspeaker ponselnya, takut-takut melewatkan satu patah kata yang akan di ucapkan Peter di seberang sana. "Berita besar? Katakan Peter. Dari gelagatmu, Mommy tebak pasti berita membahagiakan," ucapnya sehingga sontak membuat Alex, Max dan Kathe menoleh bersamaan padanya. "Bagaimana jika Mommy pergi saja? Aku tau, mereka semua sedang berada di dekat Mommy," ucapnya dengan terkekeh. Mengusili ke dua ayahnya, sangat menyenangkan untuk nya. "Cepat katakan! Atau aku akan ke sana sekarang dan memukul mu!" Suara Alexander di sana, membuat Peter tertawa keras. Sifat terburu dan mudah marah, memang tak ikut pudar seiring bertambahnya usia. Dia pun tau, Alexander dengan segala sifat dingin dan tegasnya adalah bentuk kasih sayang dan dia sudah sepenuhnya menerima. "Bukankah Daddy tidak mau menyapaku dan itu artinya juga tidak mau mendengar suaraku kan?" "Alex. Pria itu suka bertele-tele sekarang. Jika dalam 3 detik dia tidak mengatakan berita itu, Aku akan mencabut stempel nya sebagai calon menantuku!" Max ikut menyuarakan kekesalan nya. Biasanya Peter selalu To The Poin dalam segala hal. Tapi, kenapa justru saat ini Peter seolah sengaja mengikis kesabaran nya. "Jika seperti itu, berarti Daddy rela Jasmine menjadi Ibu tunggal untuk putraku." Ucapan Peter sontak membuat Alex dan Max saling pandang, lain dengan Kathe yang sudah merebut ponsel Rose ke dalam genggaman nya. "Apa maksud mu Peter? Kau bilang Jasmine akan menjadi Ibu tunggal? Itu berarti ... Jasmine ha-mil?" Peter tersenyum sembari mengangguk. Membuat Kathe menutup mulutnya dengan pandangan berkaca-kaca. Dia bahagia, sangat bahagia. Akhirnya, keluarga nya akan lengkap dengan kehadiran malaikat kecil yang akan menemani hari tuanya. Max gusar. Dia mengambil alih ponsel di genggaman istrinya, Kathe. "Katakan dengan jelas! Apa Jasmine benar-benar hamil?" ucapnya tergesa. Alex pun nampak di layar ponsel, saling berdempetan dengan Max layaknya anak kecil yang berebutan menonton film kartun. "Katakan, Peter. Jangan sampai aku dan Maxime mendatangimu detik ini juga!" Peter menarik nafasnya kuat. Pria-pria berumur di depannya memang memiliki kuasa. Jadi, mau tidak mau dia harus menyerah mengusili mereka, atau mereka akan bertindak brutal memukulinya. "Ya. Jasmine mengandung putra ku. Bahkan saat ini, usia kehamilan nya sudah hampir genap 5 bulan." "APA!?" Peter bahkan sampai menjauhkan ponsel nya. Keterkejutan mereka yang secara bersamaan nyaris seperti teriakan Paduan suara. Terdengar bising di telinga. "Kenapa sudah 5 bulan saja!? Sejak Kapan kau meniduri Putri ku!? Jawab!" Teriakan Max, membuat Peter tersenyum lemah tampa dosa. "Em, sudah lama Daddy. Semenjak, aku menjabat sebagai CEO di perusahaan paman Axel lalu, bertemu Jasmine dan begitulah," jawabnya tampa mau terlalu jauh membahas kisah percintaannya dengan Jasmine. "Lalu, kau baru memberitahukan pada kami sekarang? Astaga, yang benar saja. Bahkan 4 bulan lagi, Jasmine akan melahirkan," ucap Max sembari menatap Peter tajam. Jasmine putri satu-satunya, dia tidak mau Jasmine mengalami sesuatu yang berbahaya untuk dirinya sendiri dan bayinya. "Aku juga baru mengetahuinya, 3 hari yang lalu." Perkataan lirih Peter, membuat Alex gusar. Dia mengambil ponsel di tangan Max dengan gemeletak gigi yang terdengar di sana. "Apa saja yang kau lakukan huh!? Kenapa kau baru mengetahuinya? Di mana kecerdikan mu, yang selalu selangkah lebih jauh dari lawanmu!?" Alex menghela nafasnya kasar. Dia ingat, betapa tersiksanya dia saat mengalami gejala sakit yang biasanya di alami ibu hamil 23 tahun yang lalu. "Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Jasmine dan cucuku? Apa kau tau, Peter? Dulu, aku pernah mengalami yang namanya Morning sickness 7 bulan lamanya saat ibumu mengandungmu. Sampai-sampai aku menggunakan kursi roda karna tak bisa makan apa-apa dan mengasingkan diri karna takut keramaian," lanjutnya. Peter ternganga, begitupun dengan Max, Kathe dan Rose yang baru mengetahui rahasia itu sekarang. "Separah itukah Alex?" tanya Rose spontan. Tapi, hanya di jawab Alex dengan lirikan mematikan nya. "Aku tidak perduli. Hari ini, aku akan kembali ke Paris dengan atau tampa persetujuanmu!" ucap Alex hendak mematikan ponselnya, tapi niat nya terhenti ketika Peter kembali menyuarakan keberadaan nya yang semakin membuat mereka kebingungan. "Aku dan Jasmine berada di Rusia." *** Peter membuka pintu kamar terakhir meninggalkan Jasmine bersama kekesalan nya. Tapi, langkahnya terhenti dengan jantung memompa darahnya cepat sampai-sampai wajahnya terasa terbakar dan amarahnya ingin meledak begitu melihat, Jasmine tidur dengan ... Luke? "Apa-apaan ini!? Apa yang kalian lakukan!?" teriaknya sambil melangkah dengan langkah gusar.  *** Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN