Kecelakaan

2163 Kata
Pagi-pagi buta. Peter memilih pergi dari rumah sakit dan kembali ke rumah. Dia tau bagaimana khawatirnya Jasmine, saat dia tak pulang ke rumah dan bagaimana kesalnya wanita keras kepala itu begitu mendengar kebohongannya saat mengatakan akan menginap di club. Ceklek! Peter mendesah kesal. Begitu mendapati pintu rumah tak terkunci. Bagaimana jika ada seseorang yang berniat jahat pada Jasmine? Sedangkan dirinya tak ada di rumah? Wanita keras kepala itu, harus diberi peringatan. Peter melangkah masuk, tapi begitu mendengar suara dentingan di dapur, Peter memilih berbalik arah. Di sana, Jasmine dengan baju tidur bermotif bunganya sedang menuangkan air ke dalam gelas. Grep! Tampa berkata apapun, Peter langsung merengkuh wanita yang sangat dia rindukan itu ke dalam pelukan besar dan hangatnya. "Maafkan aku ... " lirih Peter penuh sesal. Pertengkaran kemarin, membuatnya merasa bersalah. Seharusnya dia mengerti. Jasmine bukannya tak mencintainya, Jasmine sedang menjaga perasaan Anna. Satu-satunya sahabat yang Jasmine miliki sejak dulu. Tempatnya mengarungi suka duka bersama saat tak ada satu pun yang perduli dan memandangnya sebelah mata. Wanita yang dipeluknya terdiam. Tepatnya, Anna yang terkejut saat ada yang memeluknya, dan bahagianya dia, saat yang memeluknya adalah Peter, sontak membuatnya bungkam tak bisa berkata-kata. "Kau masih marah?" tanya Peter. Anna masih terdiam. Dia hanya menggeleng kan kepalanya sebagai jawaban. Sungguh, dia tidak pernah merasa marah, walaupun Peter selalu menyakiti perasaannya. Dia menganggap nya sebagai hal yang wajar. Peter sangat posesif kepada Jasmine, karna mereka adalah saudara. Alis Peter mengernyit. Dia merasa ada yang berbeda dengan wanita yang sedang berada dalam pelukannya itu. Aromanya. Kenapa aroma Jasmine sangat berbeda dengan sebelum-sebelumnya? Mm... Mungkin, Jasmine ingin mencoba aroma wewangian yang lain. Pikirnya Bug! Suara benda terjatuh di belakangnya, membuat Peter menoleh dengan cepat. "Jasmine?!" kagetnya begitu melihat Jasmine berada di sana dengan raut wajah kaget yang kurang lebih sama seperti nya. Pekikan kaget wanita yang dipeluknya pun, juga membuatnya menyadari jika dia salah sasaran. Yang dipeluknya adalah Anastasia bukan Jasmine nya. Jasmine terlihat memungut sesuatu lalu meletakannya di meja makan. Sebuah Toples berisi kue yang entah dari mana Jasmine dapatkan. "Maaf mengganggu kalian. Aku hanya ingin meletakkan ini," ucapnya. "Anna, aku mau ke supermarket sebentar. Mmm, maaf. Kalian harus terganggu olehku," lanjutnya lalu melangkah keluar dengan cepat. Peter ikut menyusul Jasmine keluar. Meski, air mata itu disembunyikan oleh Jasmine dengan menghapusnya beberapa kali. Tapi dia tau, Jasmine menangis. Dia terluka lagi karna kesalahpahaman yang disebabkan oleh orang yang sama. Anastasia. Jasmine masuk ke dalam mobilnya yang sialnya lupa untuk dia kunci. “Buka pintunya Jasmine!" kelakarnya sambil menggedor-gedor kaca mobil dan mencoba menarik pintu kuat-kuat. “Buka atau ku pecahkan kacanya sekarang!" bentaknya. Tapi, Jasmine sama sekali tak memperdulikan nya. Jasmine menulikan pendengarnya dan tetap mengemudikan mobilnya. Meninggalkan Peter walaupun Peter sudah mengeluarkan jurus andalannya untuk melunakkan hati Jasmine, yaitu ancaman. "Berhenti Jasmine!" teriaknya lagi. Mencoba mengejar, tapi mobil itu sudah melaju kencang meninggalkannya. Peter mengambil ponselnya. Menghubungi seseorang yang menjadi kaki tangan sekaligus sahabatnya. “Justine, aku butuh mobil. Cepatlah kemari." Sambungan itu dia matikan. Masih ada sesuatu yang harus dia cari tau asal-usul, penyebab terjadinya masalah antara hubungannya dan Jasmine. Begitu Peter kembali ke dalam rumah, Peter menyipitkan matanya, melihat wanita yang tadi dipelukinya memang benar adalah Anna. Kini, Jasmine pergi dengan kesalah pahaman nya lagi seperti beberapa waktu yang lalu. Tentu, hal ini semakin membuatnya kesal. Seharusnya dia curiga, saat mencium aroma tubuh yang bukan milik Jasmine. Tapi, piyama itu membuatnya tak perduli. Siapa lagi wanita di rumah itu dan memakai pakaian Jasmine, jika bukan Jasmine sendiri? Dan aromanya? Mungkin saja, Jasmine sedang mencoba aroma wewangian lain. Pikirnya yang ternyata salah. "Kenapa kau di sini?" Pertanyaan itu, membuat Anna menggigit bibirnya pelan. Nada suara Peter yang dingin, sinis dan mengancam, seolah menyiratkan ke tidak sukaannya akan keberadaan dirinya di sana. Sedangkan, tadi Peter bersikap sangat manis padanya sebelum Jasmine datang dan mengacaukan semuanya. Dan kali ini, secara tak langsung Peter sudah mengusirnya secara terang-terangan. "Sejak semalam, aku menginap disini," jawab Anna dengan lirih. "Kenapa? Dan siapa yang mengizinkan mu tinggal?" Pertanyaan itu, semakin memperjelas bahwa Peter memang berniat mengusirnya dari sana. Tidak. Aku tidak akan pergi dari sini. Aku harus mendapatkanmu dan itu tujuanku. "Jasmine memintaku untuk menemaninya, karna dia kesepian." Peter berkilah, mengusap wajahnya kasar. Dia kesal. Kenapa Jasmine semakin membuat jarak dengan menghadirkan Anna ditengah-tengah mereka? Jasmine ... Jasmine. Semakin hari, kau semakin membuat kesabaranku menipis. Suara mobil yang menderu, membuat Peter meninggalkan Anna dengan sejuta pemikirannya. Peter pergi, dan bisa Anna lihat dengan jelas gurat kemarahan Peter yang ditunjukkan padanya. " Ini semua gara-gara Jasmine. Jika saja, Jasmine tidak datang, mungkin semuanya tidak akan seperti ini. Peter tidak akan marah dan meninggalkanku," lirihnya sambil mengusap air mata yang jatuh di sudut matanya. "Kini, aku mengerti hubungan apa yang terjadi diantara kalian. Kau menghianati dan membohongiku Jasmine! Tapi, aku tidak akan menyerah. Aku masih ingin membuktikan kebenarannya, " lirihnya kemudian memilih masuk ke dalam kamar. Dengan langkah gusar, Peter mendekat ke arah Justine yang sudah datang karna panggilannya. “Kita pergi!” “Hey, ada apa ,Bung? Kenapa buru-buru?” tanya Justine yang masih tak mengerti dengan maksud dan tujuan Peter yang menyuruhnya untuk datang. Peter mengusap wajahnya kasar. Dengan suara berat, dia berkata, “Jasmine pergi.” Mendengar jawaban dari Peter. Alis Justine menukik sebelah. “Pergi?” tanyanya masih belum paham. Peter tak menjawab. Dia memilih memutari badan mobil kemudian masuk ke dalam. “Nanti aku ceritakan. Aku tidak punya banyak waktu.” Setelah menjawab pertanyaan Justine yang masih belum memahami apa yang terjadi sebenarnya, Peter pergi begitu saja mengendarai mobilnya dengan cepat. Justine memilih masuk ke dalam rumah Jasmine. Dia haus. Perintah Peter yang tiba-tiba menyuruhnya untuk datang, sampai-sampai membuatnya lupa minum setelah makan. “Anna?” panggil Justine begitu mendapati seorang perempuan sedang berada di dalam rumah. “apa yang kau lakukan di sini?” lanjutnya. Pemandangan ini terlihat aneh. Anna, bagaimana bisa juga berada di rumah Jasmine? Oke. Mungkin Anna memang sahabat Jasmine. Tapi, melihat kekacauan Peter tadi, pasti sudah terjadi sesuatu yang besar. Anna melirik kilas. Melihat dan mendengar Justine yang juga menunjukkan wajah tak bersahabat padanya, membuatnya muak. Semua ini, gara-gara Jasmine. Jasmine berhasil merebut hati semua orang dan membuat dia ter asingkan. “Bukan urusanmu!” setelah menjawab pertanyaan Justine dengan balasan tak bersahabat pula, Anna pun pergi dari rumah Jasmine dengan kemarahan yang meng ubun-ubun di kepala. *** Peter mencari Jasmine ke semua tempat, tapi sedikit pun dia tak menemukan keberadaannya. Sampai-sampai dia meminta bantuan Justine untuk mencari Jasmine, dan tetap saja mereka kalang kabut tak menemukannya. Jika saja, Chris ada disana, mungkin Peter tidak akan sesulit ini untuk menemukan Jasmine. Kebersamaan mereka sejak masih kecil, membuat Chris paham betul dengan watak wanita nya. Tapi, Chris tidak ada. Beberapa jam yang lalu, Peter memerintahkannya untuk pergi ke Italia. Ada masalah yang terjadi di sana, dan Chris adalah orang yang tepat untuk menggantikan posisinya sebagai penguasa di negara itu. "Justine, bagaimana?" tanya Peter melalui earphone yang selalu terhubung dengan Justine. "Tidak ada. Bahkan aku mengecek CCTV di semua tempat. Tapi Jasmine tetap tidak ada." "Sial!" Peter mencengkeram setir mobilnya kuat-kuat. Baru kali ini, dia merasa tidak berguna. Dengan mudahnya Jasmine pergi dan membuatnya begitu kesulitan untuk menemukannya. Apa yang harus dia katakan, jika ayahnya Maxime mengetahui semua ini? "Jasmine, kenapa kau semakin keras kepala. Apa yang harus ku lakukan? Jangan membuatku bingung." Peter menghela nafasnya lelah. Seandainya saja, Jasmine bisa sedikit berani untuk mengungkapkan kebenarannya kepada Anna, mungkin hubungan mereka tidak akan merenggang dan tidak akan ada yang tersakiti jika suatu saat nanti kebenarannya terungkap. Ponselnya berdering, nama informan juga sahabatnya kembali tertera di sana. Justine menghubunginya lagi, mungkin Jasmine sudah di temukan. "ya Justine?" "Kau harus ke rumah sakit, sekarang." Peter mengernyit bingung. “Rumah sakit? Ada apa Justine?" tanyanya khawatir. Takut, jika sesuatu terjadi pada Jasmine. "Kau akan tau, setelah sampai!” Klik! Peter blingsatan, dia mengemudikan mobilnya cepat-cepat ingin segera sampai di rumah sakit. Sesuatu sudah terjadi, dan sialnya Justine tak memberitahunya. Pria bertato mahkota di pergelangan tangannya itu berani membuatnya bertanya-tanya, saat yang memiliki kuasa atasnya adalah dirinya. "Sialan kau Justine! Tunggu, sampai aku benar-benar menjahit mulutmu!" umpatnya. Beberapa menit kemudian, Peter sampai di rumah sakit. Lewat sinyal GPS yang Justine aba-abakan padanya, membuat Peter mudah menemukannya dan menuju tempat di mana Justine berada. "Justine ada apa?" tanyanya begitu sampai. Justine bangkit dan menghampirinya. "Kau harus masuk ke dalam. Mungkin hanya kau yang bisa menenangkan Anna." "Anna? Kenapa dengan Anna?" "Dia kecelakaan. Seseorang menabraknya, hingga dia ... " Belum sampai, Justine menyelesaikan ucapannya. Peter sudah lebih dulu masuk ke dalam ruangan itu. Langkah kakinya terhenti, begitu melihat suasana di ruangan itu begitu gaduh. Di ranjang rumah sakit itu, Anna menangis histeris dengan Axel juga Merry yang mencoba menenangkannya. Beberapa dokter juga perawat juga nampak menungguinya di sana. "Ibu, hiks ... Hiks. Kenapa ini harus terjadi padaku?" isak Anna sambil mencoba memukuli kakinya. Beberapa luka nampak menghiasi tubuhnya. Bahkan kepala Ana sudah terlilit perban. Entah se tragis apa kecelakaan yang menimpanya? Merry mencoba menahan Anna yang sangat terpukul dengan kejadian itu, sehingga tak terkendali. “Sayang, tenanglah. Ibu yakin, kau akan segera sembuh." Merry pun terisak. Dia tidak tega melihat kondisi putrinya yang sangat memprihatinkan. "Tidak! Aku cacat! Aku tidak sempurna lagi, Ibu! Tinggalkan aku sendiri! Pergi! Aku tidak mau melihat kalian disini! Hiks .. Hiks ...." Peter melangkah mendekat. Sedikit rasa bersalah terbesit di hatinya. Pagi tadi, dia sudah membuat Anna sedih dengan membentaknya dan secara tak langsung mengusirnya. Dan sekarang, Anna mengalami hal yang tragis seperti ini. Grep! Peter memegang kedua bahu Anna, sedikit menyentaknya untuk mengalihkan perhatian Anna seutuhnya hanya pada dirinya. “Anna, look at me!" Anna mengalihkan tatapannya. Matanya yang berair dan terdapat sedikit luka di sudut matanya, sedikit memancarkan kebahagiaan begitu melihat seseorang yang sangat dia nantikan menjadi miliknya, hadir di depan matanya. "Peter, hiks!" Anna menelungkupkan wajahnya ke d**a bidang Peter. Mencari rasa aman dan tenteram yang tidak di dapatnya dari orang lain yang sejak tadi menemaninya. "Tenanglah Anna! Kau harus berjuang untuk sembuh. Kenapa kau keras kepala seperti ini hem?" Peter mengisyaratkan pada dokter untuk melakukan tugasnya dengan hentikan jarinya. "ini bukan dirimu! Anna yang ku kenal, tidak seharusnya lemah seperti ini. " Merry dan Axel yang melihatnya, menghela nafasnya lega. Akhirnya ada yang bisa menenangkan Anna. Membuat Anna sedikit teralihkan dari rasa terpuruknya karna kehilangan sesuatu yang berharga darinya. Dan pria itu adalah Peter. Sosok pria yang sangat mereka inginkan menjadi pelengkap hidup Anna dan mungkin saja takdir memang mengikat ke duanya. Anna terisak. "Aku lemah Peter! Setelah ini, aku akan menjadi wanita tak berguna!" "Sssttt! Jangan katakan itu! Kau Anna yang kuat!" ucap Peter. "kau pun tidak sendiri, kau memiliki keluarga. Juga Jasmine, sahabatmu yang akan selalu ada untukmu Anna," lanjutnya. Anna mendongak dengan matanya yang mulai sayu. Efek obat yang di berikan dokter pada infusnya mulai bereaksi. "Bagaimana denganmu? Kau selalu menghindariku. Membiarkanku sendiri, dan tak pernah perduli pada perasaanku." Peter tersenyum tipis kemudian mengusap lembut rambut Anna. “Aku juga akan selalu ada untukmu. Kau juga sa ..." Belum selesai Peter menjawab pertanyaan Anna. Wanita itu sudah lebih dulu tertidur karna pengaruh obat biusnya. Peter meletakkan tubuh terlelap Anna, lalu melangkah mendekati pasangan suami istri yang pernah menghancurkan kehidupan ibunya. "Apa yang terjadi, Paman?" Axel mendongak. Menatap pria 23 tahun yang sudah mendapat pencapaian gemilang dalam hidupnya. Pria itu berhasil menyatukan keluarganya yang sudah 22 tahun terpisah dan kini, hidup mereka sudah bahagia. "Anna kecelakaan. Dia kehilangan kakinya." "Maksud Paman? Anna ... " "Dia lumpuh Peter. Dan Bibik berharap, kau akan selalu ada di sampingnya untuk memotivasi nya. Dia hancur dan terluka begitu tau, kehilangan fungsi kakinya. Dan kami melihat, Hanya kau yang bisa mengendalikannya. Bibik mohon, berjanjilah untuk selalu membahagiakannya, Peter. Bibik mohon. Hiks.. Hiks ... " Merry terisak. Anna adalah satu-satunya putrinya. Dan dia akan melakukan apapun untuk kebahagiaannya. Peter mendekat, memeluk wanita setengah baya yang menangis terisak karna melihat kesakitan putrinya. "Jangan menangis Bibik. Aku berjanji, aku akan selalu berada di samping Anna, dan berusaha membahagiakannya. Aku janji ..." Ruangan itu, kembali riuh oleh tangis haru Merry. Dia bahagia, karna Peter bersedia untuk menjaga Putrinya. Tampa tau, dari celah pintu yang terbuka, ada tangis yang lebih menyakitkan dalam diam. Jasmine yang mengetahui tentang berita kecelakaan Anna, langsung menuju rumah sakit dan mendapatkan hal yang lebih menyakitkan hatinya di depan matanya. Sebelumnya dia bahagia. Ketegangan antara hubungannya dan Peter akan mereda dan dia akan berani mengungkap kebenarannya pada Anna. Tapi, situasi ini tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Sehingga dirinya harus mengalah lagi demi Anna. Jasmine meletakkan telapak tangannya mendarat lembut di perutnya yang tampa dia sadari sedikit membuncit karna kehadiran makhluk mungil yang hadir tampa mengabarinya. "Sayang, jangan sedih. Saat ini, Mommy belum bisa memberitahu Daddy mu. Tapi, jangan khawatir. Suatu saat, Daddy pasti akan mengetahui keberadaanmu, ya? Hiks .. hiks ...." Bergetar. Suara Jasmine bergetar karna teredam oleh isakan yang coba dia telan kuat. Kenapa, takdir harus mempermainkan kisah cintanya? Karma atau rencana siapa ini? Kapan Cinta sejati akan bersatu dan bahagia tampa rintangan? Entah, inilah jalan hidup. Bersabarlah. karna Kesabaran tidak akan mengkhianati buah keberhasilannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN