LEMBAR 5

1158 Kata
Sebelum mengenal Raniya, Ariska banyak memiliki teman. Mulai dari teman saat sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Bahkan temannya ada juga di masa sekolah tinggi. Pada intinya, Ariska sudah mengetahui bagaimana temannya sendiri. Memang, Ariska memiliki banyak teman. Namun yang tersisa hanya Raniya sekarang. Semua teman – temannya pada masa sekolah hilang begitu saja. Entah, hanya saja sedari dulu Ariska ini tidak peduli akan hal itu. Yang Ariska sadari teman pada masa sekolahnya hanya memanfaatkan Ariska. Ariska adalah seorang anak yang terlahir dari orang yang berada. Dan sepertinya, anak – anak sekolahnya menganggap Ariska seperti pinjaman yang bisa dimanfaatkan. Namun, seiring berjalannya waktu, Ariska juga semakin tahu bahwa dirinya tidak pernah mementingkan teman – temannya sendiri. Bahkan saat sudah bersama Iqsa, Ariska lebih memilih memprioritaskan Iqsa daripada teman – temannya. Sehingga, saat lulus dari sekolah menengah pertama, Ariska tidak memiliki foto bersama teman – teman perempuannya. Ariska hanya memiliki foto sendiri bersama teman – teman laki – lakinya yang bahkan sudah jarang main bersama Ariska. Dan Ariska sangat meyukainya. Berteman dengan banyak laki – laki tidak selalu buruk. Laki – laki bisa saling mengerti. Walaupun Ariska jarang bermain dan tidak memprioritaskan mereka setelah bersama Iqsa, mereka sangat mengerti apa yang Ariska sedang jalani. Dan mereka tidak pernah menjauh. Tidak pernah mencemooh Ariska, satahu Ariska. Selain itu, Ariska lebih nyaman dengan laki – laki karena mereka selalu ada saat dibutuhkan. Namun, sayangnya, Ariska menjauh dari mereka semua karena Iqsa. Iqsa yang melarang Ariska menjauhi mereka. Bukan tanpa alasan, Iqsa hanya menjaga perempuannya. Tapi, teman laki – lakinya yang lain mengerti dengan itu dan salah satu dari mereka pernah mengatakan jika Iqsa menyakitinya, Ariska boleh menoleh kebelakang. Dan mereka berjanji akan selalu ada di sana. Dan kenyataannya memang seperti itu. Jika Ariska sedang ada masalah, teman – teman laki – lakinya adalah solusi untuk Ariska. Pengalaman Ariska dengan teman – teman laki – laki adalah pengalaman yang sangat indah. Tapi, ada sisi gelap yang Ariska alami selama masa pertemanan dengan teman – teman sekolahnya itu. Terutama pertemanan dengan kaum hawa. Dan mungkin, itu pengalaman yang buruk di hidupnya selama di sekolah menengah pertama maupun atas. Banyak hal yang buruk jika berteman dengan perempuan lainnya. Hanya saja, Ariska sekarang sudah menganggapnya sudah biasa. Apalagi masa kuliah, Ariska sudah memahami situasinya. Dan Ariska sudah menganggapnya masa bodo. Jika mau berteman dengannya, ya terima dirinya seperti ini. Dan jika tidak mau menerima, tidak usah berteman dengannya. Simple. Di masa sekolah dasar, semuanya baik – baik saja. Mungkin karena Ariska belum mengerti sepenuhnya tentang konsep dasar pertemanan. Dan Ariska baru menyadari ketika Ariska duduk di sekolah dengan rok pendek warna biru. “Lo itu ga pinter, jadi ga bisa masuk kelompok kita.” Satu kalimat itu membuat Ariska diam. Dirinya menyadari bahwa memang dia sendiri tidak sepintar teman – teman yang lainnya. Ariska tidak menganggap dirinya pintar, hanya saja Ariska masih memiliki keinginan untuk tahu. “Lo kok masuk kelas A sih ? Ga pantes.” Dan itu di dapat Ariska ketika dirinya masuk kelas akselerasi di sekolah menengah pertamanya. Dan kelas A itu adalah kelas andalan. Apa Ariska selalu dianggap salah dan tidak pantas ? Padahal dirinya hanya mengikuti test seperti yang lainnya juga. Ariska tidak pernah meminta untuk masuk ke kelas itu. “Lo nyogok masuk ke sini ?” Ariska tertawa dalam hati. Jika dirinya bisa menyentuh orang tuanya dan mengatakan jika Ariska ingin mengeluarkan orang yang sudah kurang ajar itu, bisa saja. Namun, Ariska tidak bisa melakukan itu. Ariska bahkan tidak berniat menceritakan keadaannya sekarang kepada orang tuanya. Sehingga, Ariska hanya duduk diam di bangkunya. Berteman dengan satu orang. Pada akhirnya juga, seiring berjalannya waktu, Ariska merubah dirinya sendiri untuk berada di kelas itu. Yang pada awalnya Ariska sangat terbuka, kini Ariska sedikit lebih diam. Tidak semuanya dibuka. Ariska yang pada awalnya tidak masalah berteman dengan siapa saja, hanya saja untuk kelas ini sepertinya semuanya bermasalah. Dan Ariska memilih banyak diam. Berbicara dengan teman sebangkunya dan hampir berkepribadian sama. Hanya bedanya adalah ketika Ariska duduk diam di bully, teman sebangkunya ini cenderung selalu balik memarahinya. Dulu, Ariska tipe orang yang sering kali mamasukkan sesuatu yang bahkan tidak enak ke dalam hatinya. Dan di pendam lalu meledak ketika di kamarnya sendiri. Namun sekarnag, Ariska bukan orang seperti itu lagi. Labih banyak mengekpresikan dirinya. Dan terbuka. Ariska berfikir jika dirinya tampil apa adanya, bahwa orang yang benar – benar tulus akan tetap ada, namun jika pergi itu artinya mereka tidak menyukai Ariska yang apa adanya. Dalam hidupnya, tidak ada sahabat. Keluh kesah semuanya ada di hatinya dan juga di sebarkan hanya pada Iqsa. Ariska begitu yakin jika Iqsa bisa menjaga semuanya dan tentu saja bisa selamanya ada bersamanya. Walaupun banyak kemungkinan itu tidak terjadi, Ariska berfikir itu urusan nanti. Sekarang, dirinya harus memikirkan dirinya sendiri dulu. Kadang, egois itu perlu. “Lo udah ngerjain tugas ?” Ariska dibangunkan dari lamunan masa lalunya ketika melihat Raniya yang sangat banyak sekali membantu dirinya. Dan tentu saja, Raniya menerima apa adanya dirinya. Mau menjadi seperti apa dirinya. Dan mau menerima apa yang sudah Ariska tunjukan pada Raniya. Entah itu jelek atau bahkan baik. “Tugas apa lagi ?” Ariska. Raniya menggeleng. “Lo lupa tugas mandiri yang harus dikumpulin paling telat tengah malam nanti ?” Ariska mengangguk, “iya nanti aja.” “Sekarang jam sembilan, Ariska.” Kata Raniya, “udahan dulu nonton drakornya.” Dan betapa beruntungnya Ariska mendapat teman yang membawanya ke jalur yang baik. Setidaknya untuk urusan kampus. Jika urusan yang lain, Ariska belum memastikan. Ariska tersenyum kecil, lalu bangun dari posisi rebahannya kemudian menatap ke arah Raniya. Tatapan yang bahkan Raniya sendiri sudah tahu apa artinya. “Gue baru mau ngerjain.” Kata Raniya kemudian membuka lembaran tugasnya. Ariska cemberut. Mereka sedang ada di kamar Raniya yang cukup luas. Dengan tempat tidur Raniya yang bisa menampung dua orang sekaligus. Dan tentu saja, Raniya dan Ariska berada di kasur yang sama. Setelah mengatakan jika Raniya pada intinya belum mengerjakan juga, Ariska kembali ke posisi rebahannya dan menekan space di laptop milik Raniya untuk menjalankan kembali apa yang tadi sedang ia tonton. “Ris ?” Raniya memanggil Ariska dengan sedikit penekanan. Ariska menatap Raniya yang masih membuka lembaran dan sudah mengambil pena untuk mengerjakan tugasnya. “Paan ?” Sahut Ariska kemudian. “Lo mau gini terus ?” Ariska tahu. Dirinya hanya mencontek pekerjaan Raniya. Namun, Raniya tidak bisa membuatnya seperti itu. Ujian tengah semester sebentar lagi. Setidaknya, Ariska harus bisa mengerjakannya sendiri. Ariska diam. “Iye deh iyeeee.” Ariksa mem- pause kembali tontonannya kemudian duduk membawa buku tulisnya dan mengerjakan beberapa nomor. Dan yang menurut Ariska tidak bisa dikerjakan olehnya dia mencontek ke Raniya. Untung saja, Raniya mengajarkannya dengan baik. Untuk masalah pintar, Raniya jauh di atas Ariska. Dan tentu saja, Ariska tidak mampu menyusul. Ya walau terkadang, dengan mencontek pekerjaan orang lain, Ariska jadi inga tapa yang sudah ia kerjakan. Dan itu menjadikan Ariska bisa mengerjakan ujian tengah semester tahun lalu.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN