Chapter 8

1193 Kata
Pagi ini cafe sudah cukup ramai karena banyak pengunjung yang ingin mencicipi kopi spesial dari cafe tersebut. Dan seperti biasa, Dea harus berkeliling ke sana ke mari untuk menanyai satu-satu pesanan pelanggan dan menyerahkan pada catatan pesanannya pada meja bar yang sudah ditunggu oleh Zidan sang Barista. Saat ia baru selesai memberikan pesanan pada Zidan, Langkah Dea seketika dihentikan oleh Lea. "De, aku minta tolong ya. Pelanggan yang di meja dua belas. aku kebelet ni." Pinta Lea yang tampak menahan rasa kebeletnya dengan merapatkan kedua paha sembari sedikit bergoyang ke kanan kiri. "Hahaha! Ya udah sana. Ntar keluar disini kan berabe." jawab Dea cepat. Lea langsung berlari sekencang mungkin ke belakang. Sedangkan Dea langsung berjalan menuju meja dua belas yang tengah di tempati seorang pria dan wanita dengan baju formalnya. Seperti rekan kerja? Atau sepasang kekasih yang tengah mengisi perut mereka dengan sedikit sarapan di sini. Dea sudah berada di antara sepasang manusia di sana. Menyiapkan catatan dan bersiap untuk bertanya sebelum ucapannya tertahan karena netranya menatap wajah pria yang duduk di depan si wanita. "Abhimanyu?" ucap Dea tanpa sadar. Membuat pria itu melirik ke arah Dea dengan wajah bingung. Dea tak menyangka bisa bertemu Abhimanyu di sini. Di cafe ini. Dea melirik kesekeliling. Beruntung rekannya tengah sibuk di meja yang lain. Jika tidak, ia bisa digoda dan terungkap tentang foto Abhi yang ia simpan. "Ya?" tanya pria itu yang memang benar seorang Abhimanyu. "Anda kenal saya?" tanya Abhi. Abhi menatap Dea bingung. Setahunya ia hanya dikenal untuk majalah bisnis. Apa dilingkup cafe ia juga terkenal.? "Halloo.." Abhi mengibas-ngibaskan tangannya ke dapan wajah Dea membuat Dea terkejut. "Oh..i..iya Mas.. Eh, pak, mau pesan apa?" Abhi mengernyitkan keningnya, namun sedetik kemudian ia bersikap tak terlalu mempedulikan. Abhi mengambil menu yang tadi disodorkan Dea padanya. Dea menatap lamaat wajah Abhi. Ia sungguh terpesona dengan ciptaan Allah di depannya ini. 'Ya Allah. Ternyata lebih ganteng aslinya ketimbang foto'-batin Dea mencerutu takjub. Ia bahkan tak sadar jika wanita di depan Abhi sudah melihatnya dengan tatapan aneh sedari tadi. Dea lagi-lagi termenung. Fokusnya mendadak hilang dengan hanya melihat seorang Abhi. Ia yakin nenek Risma akan senang jika wanita itu tahu jika dirinya sudah bertemu dengan cucu kesayangannya. Abhi menyebutkan pesanannya, namun sedikit sentuhan dari rekan di depannya yang memberi kode untuk melihat ke samping langsung menghentikan aktifitas Abhi. Lagi-lagi Abhimanyu dibuat bingung dengan sikap pelayan cafe di depannya ini.. "Mbak?" sapa Abhi. Namun Dea masih belum fokus. "Mbak Hallo?" lagi-lagi masih sama. Namun panggilan yang ketiga, Abhi membentak keras membuat Dea langsung terkejut, begitupun pengunjung cafe yang saat itu tengah ramai. Sontak saja meja Abhi langsung menjadi pusat perhatian. "Eh-eh? Iya Mbak? Mas?" Dea sungguh dibuat malu dengan aksi konyolnya sendiri. Ia bahkan sangat ingin berlari sekencang-kencangnya untuk menyembunyikan wajah merah miliknya sejauh mungkin dari Abhimanyu. Gila saja, pertemuan pertamanya dengan cucu nenek Risma sangat memalukan seperti ini. "Anda niat kerja tidak? Anda kenal saya? Jika kenal, bicara!" tanya Abhi lagi dengan nada kesal. Dengan cepat Dea menggeleng lalu tertawa hambar. Lebih tepatnya tawa canggung. "Maaf. Sepertinya saya salah orang." Ucap Dea kikuk. Bahkan Dea menggaruk tengkuk belakangnya. "Salah orang? Tapi tadi dia nyebutin nama gue kan?" Batin Abhi penuh curiga. Namun ia tak perlu ambil pusing. Mungkin memang tadi salah dengar. Biarkan saja. "apa kami sudah boleh memesan?" tanya si wanita. Jangan lupakan wajah sinisnya. "oh-bisa Mbak. Mas sama Mbaknya mau pesan apa? Yang tadi maafkan saya.." ucap Dea menyesal. "Saya mau pesan Caffe Latte. Cream nya sedikit saja, terus nasi goreng ayam dengan tingkat pedas yang sedang. Kamu pesan apa Indah?" kali ini pertanyaan berpindah pada gadis yang tadi Abhi panggil dengan sebutan Indah. "Aku sama aja kayak pesanan kamu Bhi." Ucapnya sedikit manja. Membuat Dea mendengus jijik. Abhi mengangguk lalu menatap Dea. "Berikan masing-masing pesanan saya tadi dua porsi ya.." ucap Abhi membuat Dea mengangguk. 'kentara sekali wanita ini menggoda Abhi'-batin Dea mengejek. "Baiklah tunggu sebentar. Pesanan akan kami kerjakan." pamit Dea meminta izin. Setelah pamit, Dea kembali ke meja bar dan menyerahkan urusan pesanan minuman pada Zidan dan urusan masak memasak makanan pada Radit di dapur. Dea melirik lagi ke arah Abhi dan Indah yang tengah bercanda. Seketika membuat Dea sebal. "Kenapa lo? Ditekuk gitu wajahnya. Itu pacar lo yang pengusaha itu kan?" Tanya Zidan yang menyeringit melihat wajah masam Dea. "Isshh.. Perkara pacar itu udah selesai ya...udah gue bilang gue nggak pacaran. Dia itu kenalan teman gue. Udah itu aja.." ucap Dea berbohong. Tak mungkin ia mengatakan jika Abhi cucu dari nenek Risma yang dibuang di jalanan. "Lah kalau bukan pacar, kenapa lo bete gitu mandangin mereka?" tebak Zidan. "taulah. Bete gue. Pagi-pagi udah bikin bete." Gerutunya tak jelas. "Lo yang nggak jelas sedari tadi. Baru datang langsung cemberut anek. Masih pagi kali neng." Ejek Zidan. "Berisik lo Dan. Kerjain aja pesanannya kenapa sih." Gerutu Dea. Sedangkan Zidan hanya geleng-geleng kepala sembari tersenyum geli melihat Dea yang masih tampak masam. Gadis itu mendumel tak jelas saat menunggu pesanannya selesai dan siap untuk di antar. Dea memperhatikan Abhi kembali. 'dia kelihatan baik-baik saja'-batin Dea menebak. Pasalnya jika dipikir-pikir, kalau Abhi nyariin nenek Risma, pasti ada guratan sedih di wajahnya, tapi ini tidak. Semunya bahkan tampak baik-baik saja. 'Tapi ganteng juga ini cucunya nenek Risma.'-lagi-lagi batinnya bicara. Namun sedetik kemudian, Dea langsung menggelengkan kepalanya. Mencoba menepis hal gila yang baru saja ia pikirkan. Nggak mungkin ia tertarik sungguhan pada pria itu. Ia harus ingat tujuannya mencari Abhi hanya untuk mempertemukannya dengan Nenek Risma dan bertanya kenapa keluarganya tegaa membuang nenek malang itu. "WOOII! Sarap lo!" teriak Zidan tepat di pangkal telinganya. Dea yang saat itu memang sedang tak fokus seketika terlonjak kaget saat mendengar suara keras menghantam gendang telinganya. Gadis itu menatap Zidan dengan tatapan mematikan. Sedangkan yang ditatap hanya nyengir lebar tanpa merasa pernah melakukan salah. "Bisa baik-baik nggak?" geram Dea kesal. "Hehehe..habisnya lo bengong aja. Kalau cemburu samperin.." goda Zidan. "Bacot.." balas Dea membuat Zidan semakim tertawa geli. "Pesanan lo udah selesai nih. Anter gih! Bengong aja lo." "Kalau soal pesanaan, kasih kabar guenya baik-baik..nggak pake teriak juga...!" Kesalnya. "Ya habisnya gue panggillin nggak nyaut-nyaut. Malah bengong kayak orang lagi patah hati lo. Patah hati sama siapa lo?" tanya Zidan penasaran. Dea mendelikkan matanya malas. Tak menghiraukan pertanyaan Zidan. Karena ia yakin jika ia tanggapi, Bisa menjadi sebuah gosip hangat yang akan trending topik di cafe selama dua bulan. Hebat kan? Seperti itulah pengaruh Zidan dalam dunia pergosipan, apalagi jika sudah bergabung dengan Lea dan Zaki. "Lah dia ngacir." Seru Zidan saat Dea memilih untuk mengantarkan makanan yang sudah tersedia di depannya. Begini jauh lebih baik. Daripada dirinya mendapatkan godaan dari Zidan. Beruntung juga Lea belum sadar, dan beruntung juga Zaki libur bekerja. Jadilah untuk hari ini dirinya aman. Tak di bully Akila dan digoda Zaki akan jauh menenangkan. Karena jika di sini sekarang ada Akila, bisa dipastikan mulut pedas gadis itu akan mencabik ulu hatinya, dan kelemesan mulut Zaki akan kompak dengan Lea untuk menggodanya. Jadi bisa dikatakan, liburnya Zaki dan Akila membuat Dea sedikit tertolong. ****** jangan lupa klik lambang love bagi yang belum yaaa..^^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN