Kena Omel Atasan Baru

1195 Kata
"Kalau tau tidak menarik, kenapa kamu masih merekomendasi rancangan ini?" "Maaf, Pak." Ayana tidak tahu harus menjawab apa. Dia memilih untuk meminta maaf. Semuanya pasti berlalu, jadi Ayana memilih untuk menghadapinya saja. "Saya tidak butuh maaf dari kamu. Saya hanya butuh jawaban, kenapa kamu masih merekomdasikan rancangan ini?" Ayana menatapi Alfi. Dia tidak akan lari. "Saya rasa rancangannya sudah bagus, Pak." "Kamu cukup plin plan. Tadi kamu bilang tidak menarik, sekarang kamu bilang bagus." Ayana tidak bisa membela diri. Apa yang dikatakan sang ketua divisi memang benar. Mau maju atau mundur sama saja, Ayana sudah salah. "Maaf, Pak." Ayana menunduk dalam. "Siapa user dari aplikasi yang akan buat?" "Masyarakat, Pak." "Saya butuh jawaban spesifik." Alfi tidak puas dengan jawaban yang diberikan Ayana. "User target adalah konsumen yang memakai produk kosmetik perusahaan." "Hanya orang yang memakai produk perusahaan saja?" Ayana menangguk dengan sedikit ragu. "Sepertinya kamu belum membaca dokumen ini." Alfi menunjukkan dokumen yang merupakan proposal aplikasi yang akan dibuat. "Apa yang lain sudah membaca proposal ini?" tanya Alfi kepada anggota tim yang lain. "Sudah, Pak." "Siapa user targetnya?" "Orang yang berusia 14 tahun sampai 60 tahun, Pak." "Berapa persen target usia lima puluh tahun?" "Dua puluh lima persen, Pak." Felix menjawab. Ayana benar-benar sudah membuat kesalahan. Habislah dia kali ini. "Apa kamu dengar, Ayana?" "De-dengar, Pak." "Sepertinya kamu tidak serius mengerjakan proyek ini." "Ti-tidak, Pak. Saya serius." "Kalau kamu serius, kamu tidak akan menunjukkan rancangan seperti ini." Alfi melempar dokumen rancangan ke atas meja seakan-akan dokumen itu tidak penting sama sekali. Padahal Ayana sudah mengerjakan dengan sepenuh hati. Dia sampai bergadang beberapa hari. "Maaf, Pak. Saya benar-benar minta maaf." Sekalipun Ayana ingin menangis, dia tidak akan menangis di agenda rapat seperti sekarang. Dia bukan lagi anak kecil. Bahkan dia juga pernah dimarahi sebelumnya, maka Ayana cukup menerimanya saja. "Apa tidak ada karyawan lain, Pak Rohman?" "Tidak, Pak. Kemampuan Ayana lebih baik dibanding yang lain." Pak Rohman juga tidak menyangka bahwa rancangan Ayana tidak diterima sama sekali. Padahal menurutnya sudah bagus. Alfi mengambil kembali dokumen rancangan. Berhubung Pak Rohman mengatakan tidak ada lagi yang lebih baik dari Ayana, maka dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Apalagi Alfi baru bekerja hari ini. Kalau sudah lama mungkin dia akan mencari orang yang lebih kompeten. "Baiklah. Ternyata saya tidak punya pilihan." Ayana benar-benar ingin menangis. Dia bahkan ingin digantikan jika memang ada karyawan lain yang memiliki kemampuan lebih bagus dari dirinya. Apa sang ketua tidak melihat bagaimana perjuangan Ayana? Walaupun dia juga merasa bersalah karena merancang tanpa mempertimbangkan dari banyak sisi. Alfi menghela nafas panjang. "Perpaduan warna sangat tidak cocok," ujarnya. "Jika ingin mengambil warna dari logo perusahaan, harusnya ambil satu saja bukan semuanya," lanjutnya lagi. Alfi mencoret-coret dokumen yang berisi rancangan aplikasi. "Pertimbangkan user target untuk pemilihan warna. Jangan terlalu terang karena akan membuat mata sakit dan jangan terlalu gelap karena tidak sesuai dengan usia empat puluh tahun ke atas." Ayana mencatat dengan baik walaupun dia sangat tidak baik-baik saja. Zane juga mencatat apa yang dikatakan oleh Alfi. Sebenarnya sejak tadi, Zane sangat ketakutan luar biasa. Apalagi dia belum lama bekerja. Bagaimana kalau dia dipecat karena tidak bekerja dengan baik? "Jangan menggunakan icon versi lama." "Baik, Pak." "Tampillan gambar produk tidak perlu ditengah, sangat buruk sekali. Kalau kamu mau berepkpreimen, lakukan dengan benar!" "Baik, Pak." Hampir semua rancangan Ayana diperbaiki. Bahkan pada kesimpulannya, rancangan Ayana ditolak dan ia harus membuat ulang dari awal. Bahkan Ayana sudah berdiri hampir satu jam. "Berapa lama kamu sudah bekerja disini?" "Dua tahun, Pak." Alfi membuka kacamatanya. "Ternyata sudah dua tahun. Saya kira kamu baru diterima kemarin sore." Sindiran yang sangat tajam sekali. Apa kemampuannya memang seburuk itu? Padahal Ayana sudah berusaha. "Saya beri kamu waktu satu minggu untuk menyelesaikannya. Apa bisa?" "Bisa, Pak." Ternyata sang atasan masih memiliki hati dengan memberikan waktu yang cukup normal. "Jika rancangannya buruk, maka pekerjaan ini akan saya diberikan kepada orang lain." "Baik, Pak." "Apa sudah selesai, Pak?" tanya Pak Rohman. Dia juga merasa kasihan dengan Ayana. "Ya. Silahkan duduk kembali." Ayana hampir terjatuh. Dia melangkah dengan tidak baik. Untung saja tangannya dengan cepat memegang sandaran kursi. "Apa Mbak baik-baik saja?” tanya Zane dengan suara pelan. Dia tampak khawatir karena pada kenyatananya dalam rancangan Zane tidak banyak membantu. “Ya. Saya baik-baik saja.” Ayana berusaha menguatkan diri meskipun sejak tadi ia ingin menangis. Apa dia memang cengeng? Tidak tidak. Ayana tidak boleh lemah seperti ini. Dia menatap rancangan yang ada di atas meja. Bagi Ayana rancangan tersebut terlihat baik-baik saja. Tapi bagi sang atasan tidak. Rapat masih dilanjutkan dengan penjelasan yang dilakukan anggota lain. Rapat selesai saat waktu istirahat siang datang. Pak Rohman dan Ketua divisi sudah lebih dulu keluar. Terlihat wajah-wajah frustasi dari anggota tim. Memang tidak ada hasil yang diterima dengan lancar, tapi dibanding yang lain Ayana lebih banyak mendapat kata-kata yang cukup membuat dirinya merasa tidak nyaman. “Tidak perlu dipikirkan.” Felix memberi semangat kepada Ayana. “Iya, Bang.” Ayana memaksa diri untuk tetap tersenyum. “Heran deh. Padahal rancangannya udah bagus.” Tian menatap kembali rancangan yang dibuat oleh Ayana. “Benar. Warnanya juga tidak ada masalah.” Febi juga angkat bicara. “Moodnya lagi buruk mungkin.” Felix asal menebak saja. “Bisa jadi. Umur masih muda kok udah jadi ketua divisi,” keluh Tian. Saat karyawan tahu tentang umur Alfi yang masih dua puluh sembilan, mereka menganggap Alfi belum pantas menjadi seorang ketua divisi karena terlalu muda dibanding ketua divisi yang lama. Tapi mereka juga tidak bisa mengungkapkan secara terang-terangan. “Apa yang tidak bisa dizaman sekarang asal ada orang dalam.” Febi mengatakan dengan nada pelan. “Yang punya kemampuan akan kalah sama yang punya orang dalam,” balas Felix. Ayana tidak ikut berkomentar. Dia tidak tahu tentang Alfi secara mendalam. Apa diperusahaan ini Alfi punya kerabat? Ayana tidak tahu. Tapi Ayana yakin bahwa Alfi memang punya kemampuan. Bahkan sejak dibangku kuliah dia sudah menjadi senior teladan dengan kemampuan luar biasa. Lemas, lesu dan tidak berdaya. Itulah gambaran orang yang keluar dari ruang rapat. Bahkan rekan kerja lain akan bertanya-tanya setelah melihat mereka. “Apa ada masalah?” tanya Lusi setelah Ayana duduk. “Ya, sedikit.” Ayana memaksa diri untuk tersenyum. “Jangan lesu gitu. Ayo semangat!” Lusi mengepalkan tangannya untuk memberikan semangat kepada Ayana. “Hari ini tidak boleh sedih ataupun tidak semangat.” Lusi berdiri di belakang Ayana. Ia langsung memijat kedua bahu Ayana. “Kenapa?” “Malam ini divisi kita akan makan malam bersama.” Lusi sangat bersemangat, begitupun rekan kerja yang lain. Pantas saja saat keluar rapat Ayana melihat suasana kantor tampak hidup. “Di restoran K&j,” lanjut Lusi lagi. Restoran K&j adalah restoran yang menjual makanan dari jepang. Sangat terkenal di kota ini. Ayana bertepuk tangan. Makanan gratis siapa yang tidak mau. “Wahh… ada acara apa sampai makan malam bersama?” Ayana tidak tahu jika ada sesuatu pencapaian yang terjadi sehingga ada acara makan malam bersama. Apa dia ketinggalan informasi? “Penyambutan ketua divisi yang baru. Yeeee….” Lusi bertepuk tangan. Ayana yang tidak bersemangat langsung murung kembali. Bahkan dia langsung meletakkan lengan di atas meja dan meletakkan kepala di antara lengan. Rasanya Ayana tidak ingin ikut acara makan bersama yang sudah direncakan oleh divisi TI.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN