Bab 7 Pacar Palsu

1323 Kata
“Kau pernah berkencan di tempat umum sebelumnya?” tanya Angel. “Tentu saja pernah.” “Bukan saat sekolah, tapi setelah lulus.” Kriss terdiam, sejenak Angel seolah melihat awan mendung di raut wajahnya sebelum dengan cepat buyar. “Tidak pernah.” “Amatir.” Angel mendengus. “Kalau begitu untuk kencan kali ini kau harus mengikuti petunjukku.” Kriss berdecak. "Mau bagaimana lagi, kekasihku setelah lulus hanya Rachel, dan saat mulai berpacaran, karirnya mulai menanjak, jadi aku tidak bisa membawanya berkencan ke ruang publik dengan bebas.” Angel mengangguk, menyeruput kopi dan mengunyah sesuap red velvet cake. “Aku juga pernah mengalaminya.” “Kau pernah berkencan dengan selebriti?” “Beberapa kali,” jawab Angel. “Wah, kudengar rekor terlama menjadi kekasihmu hanya dua bulan?” Kriss menatap sisi wajah Angel penasaran. “Tidak kusangka kutu buku di sekolah menjadi player seperti ini.” Angel mendelik. “Siapa yang kau sebut kutu buku?” “Kamu tentu saja.” Kriss tertawa pelan. “Kacamata lebar dan buku tebal dibawa kemana-mana, apalagi sebutannya kalau bukan kutu buku.” “Jauh lebih baik dari pada kamu yang hanya suka bermain game dan mempermainkan wanita, tapi selalu peringkat akhir di kelas.” “Kenapa kau jadi membahas hal seperti itu? lagi pula aku tidak mempermainkan wanita manapun.” Angel menatap bosan, jelas tidak percaya. Kriss yang juga menyadari itu menyipitkan mata. “Angel katakan, apa kau mungkin saja masih menyimpan den ... Sebelum pria itu melanjutkan ucapannya, Angel sudah menjejalkan sepotong besar red velvet untuk memblokir ucapannya. “Bagaimana rasanya?” Kriss mengunyah, berpikir sejenak dan menjawab, “Manis, cukup enak.” “Apa maksudmu hanya cukup? Coffe shop ini terkenal dengan kue red velvetnya yang enak, jadi biasanya aku sering kemari saat ingin makan makanan manis.” Angel menyuapkan satu potongan ke mulutnya juga. “Saat hubunganmu dan Rachel membaik, kau harus membawanya ke sini dan mencobanya.” Saat itulah Kriss sadar bahwa Angel tidak ingin terlalu banyak membahas masa lalu mereka. *** Beberapa saat kemudian, keduanya keluar dari kafe, masih dengan dua ekor yang terus membuntuti. Kriss diam-diam melirik mereka dan bertanya pada Angel. “Mau ke mana setelah ini?” “Taman,” jawab gadis itu. “Taman?” Kriss mengerutkan kening. “Tidak ada tempat lain?” “Ada, tapi aku ingin ke taman saja hari ini.” Angel menutup mulutnya dan menguap. “Karena kau mengganggu hari liburku, kau harus menuruti semua kata-kataku saja.” “Memangnya hanya hari liburmu yang terganggu? aku juga.” Angel meliriknya. “Tapi kau yang mengajakku keluar lebih dulu.” “Tapi aku melakukannya supaya kedua orang tua kita tidak curiga.” “Oke, baiklah. Jika kau tidak mau ke taman, kita ke perpustakaan saja atau toko buku.” Kriss tidak mampu berkata-kata untuk sementara waktu. “Sudah kuduga, bahkan di usia sekarangpun tempat favoritmu tetap perpustakaan, kau in— “Sebaiknya jangan mencoba untuk mengolok-olokku lagi, atau kerja sama kita akan batal.” “Oke.” Kriss menutup mulutnya. Saat ini sedang pertengahan musim semi, jadi jalanan menuju taman dipenuhi bunga sakura yang mekar, merentangkan karpet pink yang cantik di tempat para pengunjung melangkah. “Kriss.” “Ya.” “Pegang tanganku.” “Apa?!” “Aku bilang, pegang tanganku.” Angel menoleh dan memperlihatkan senyum manis yang palsu. “Kita sedang berkencan kan? kenapa kau berjalan sangat jauh dariku, kau mau upaya menarikku dari peristirahatan jadi sia-sia karena ekor di belakang melapor yang tidak-tidak pada ibuku.” “Kenapa harus aku yang mulai memegang tanganmu?” tanya Kriss dengan raut enggan. Angel mengangkat alis. “Lalu kau ingin aku yang membuat pergerakan lebih dulu?” “Kenapa tidak?” “Jadi mulai sekarang, peranku adalah seorang kekasih yang proaktif?” Kriss mengangguk pelan. “Deal.” Tepat setelah mengatakan itu, Angel memindahkan tas selempangnya ke kiri dan meraih tangan Kriss dengan tangan kanannya, kemudian dengan sedikit tenaga, menarik pria itu agar berjalan sedikit lebih dekat. Tapi begitu bahu mereka bersentuhan, Kriss berjengit dan cepat-cepat menarik diri, hanya untuk ditarik kembali oleh Angel. “Bu-bukankah kau bilang kita tidak boleh bertindak terlalu mesra?” tanyanya. “Ya, dan berpegangan tangan bukan hal yang terlalu mesra.” Angel tersenyum lebar hingga matanya melengkung, sedangkan tangan yang menggenggam tangan Kriss kini mengunci jari-jemari mereka dengan erat. “Kau rupanya cukup mahir berakting.” “Apa maksudmu?” “Wajah malu-malumu saat ini tampak nyata.” Kriss tiba-tiba merasa wajahnya yang agak panas semakin panas. “Bukan malu, aku hanya merasa cuaca hari ini hanya agak panas?” Dia mengipasi wajahnya. "Kan?" “Tidak, hari ini cuaca sangat sejuk dan membuatku sangat mengantuk.” Angel mengangkat kepala dan memejamkan mata, menghirup harum bunga yang di bawa oleh angin. Kriss mengira, ucapan Angel tentang mengantuk hanya sebuah metafora yang menggambarkan bahwa suasana sedang sangat nyaman untuknya, siapa yang tahu bahwa gadis itu benar-benar serius dengan ucapannya dan membawanya ke depan sungai, kemudian secara sepihak menjadikan pahanya sebagai bantal gratis untuk berbaring. Kriss menunduk. “Kau benar-benar mau tidur?” “Ya.” Mata Angel sudah terpejam sejak dia merebahkan kepalanya. “Dengan posisi ini?” Gadis itu mengangguk sambil bergumam. “Tapi aku tidak pernah setuju kau menggunakan pahaku seperti ini.” Angel membuka matanya yang mulai sayu. “Apa kau tipe pacar yang pelit?” “Tidak, aku sangat royal dan loyal pada pacarku.” Sangat loyal hingga dicampakkan dua kalipun, dia masih rela menunggu. “Lalu kenapa kau sangat pelit padaku? aku hanya meminjam paha, bukan uang.” Angel memejamkan mata kembali. “Jika lelah, kau bisa tidur juga. Saat sibuk dengan pekerjaan, sangat jarang menemukan waktu santai seperti ini.” Kriss tidak tahu, apakah karena ucapan Angel atau suasana nyaman dan sejuk saat ini, kelopak matanya juga mula jadi berat, sedangkan tangannya yang sejak tadi tidak tahu mau diletakkan di mana, secara tak sadar dia letakkan dengan nyaman di tubuh Angel, kemudian menyusul gadis itu ke alam mimpi. Dua orang yang sejak tadi memperhatikan mereka saling memandang. “Apakah tidak apa-apa membiarkan mereka tidur di sini?” tanya si pria berbaju serba hitam. “Seharusnya tidak apa-apa, daerah ini cukup aman, tapi apakah kita harus tetap di sini menunggunya?” Pria berbaju coklat juga bertanya. Pilihan terbaik untuk menjawab pertanyaan mereka masing-masing tentu saja menghubungi bos mereka masing-masing. Hasilnya, mereka dipersilahkan pulang dan tidak mengganggu kencan sejoli itu lebih jauh, tapi tentunya setelah mengambil banyak foto. Entah berapa lama dia tertidur, saat bangun, Kriss menemukan kalau Angel tidak lagi tidur di pahanya dan dia sendiri sedang berbaring miring di bawah pohon dengan blazer gadis itu sebagai bantal. Tak jauh di depannya, Angel terlihat sedang membahas sesuatu dengan seseorang di telepon, tapi begitu melihat Kriss bangun, tak lama kemudian gadis itu mematikan teleponnya. “Akhirnya bangun juga, kau tidur seperti orang mati.” Angel menghampirinya dan hendak meraih blazer miliknya yang saat ini dipegang oleh Kriss. “Aku akan mengembalikannya lain kali.” Kriss menghindari tangan Angel dan menyampirkan blazer itu lengannya. “Kenapa?” Angel tiba-tiba menatap curiga. “Kau ngiler?” “Tentu saja tidak!” Kriss melotot. “Aku hanya tidak nyaman kau membawanya pulang saat aku sudah memakainya.” “Apa-apaan, sejak kapan kau jadi orang yang peduli dengan hal seperti itu?” “Sejak dulu aku selalu seperti itu, kau hanya tidak tahu.” “Baiklah, terserah saja, aku mau pulang dan lanjut tidur.” Angel menatap jam tangannya. “Sampai jumpa lagi.” “Bagaimana dengan dua orang tadi?” Kriss menyusul dengan mata mencari di sekitar taman. “Kurasa sudah pulang.” jawab Angel singkat, sama sekali tidak menoleh, bahkan sekedar melambaikan tangan ketika naik taksipun tidak. Seolah apa yang terjadi hari ini benar-benar hanya permainan peran yang sama sekali tidak ada hubungannya dengannya. Di pinggir jalan, Kriss menatap mobil yang membawa Angel pergi cukup lama, masih dengan blazer gadis itu yang menyisakan wanginya. “Sejak kapan dia berubah jadi sedingin itu?” bisiknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN