Bab 3 Pertemuan

1126 Kata
"Jika seperti itu, lalu mengapa tidak satupun hubunganmu yang bertahan lama?" Angel mengendikkan bahu. "Tidak tahu." Emilie menghela napas dan menarik tangan putri semata wayangnya yang juga menjadi sumber sakit kepalanya akhir-akhir ini. "Angel, umurmu tidak muda lagi. Jadi, berhentilah main-main dan cari pasangan hidup yang serius." Angel balas menggenggam. "Ibu, 28 tahun masih muda, beberapa rekan kerjaku yang berusia lebih tua juga masih belum menikah." "Tapi setidaknya mereka sudah punya pasangan yang serius. Bagaimana denganmu? Kekasihmu bahkan tidak pernah bertahan lebih lama dari tiga bulan." Rekor Hendry sebagai kekasih Angel adalah yang paling lama, jadi Emilie sudah sangat senang karena berpikir bahwa putrinya akhirnya memiliki hubungan yang lebih serius. Tapi pada akhirnya mereka putus juga. Angel tidak tahan lagi dan akhirnya mengeluarkan pertanyaan yang selama ini selalu dia tahan. "Apakah aku harus menikah?" "Apa?" Emilie jelas tidak menyangka Angel akan mengeluarkan pertanyaan seperti itu. Angel menghindari tatapan ibunya. "Maksudku adalah, aku sudah cukup sukses. Bisa menghidupi diri sendiri dan ibu. Jadi tanpa priapun aku bisa hidup dengan sangat baik." Mata Emilie semakin lebar. "Angel, jangan bilang selama ini kau selalu berprinsip seperti ini makanya tidak ada pria yang tahan denganmu." Angel tidak menjawab dan itu adalah jawaban untuk Emilie. Tiba-tiba wanita paruh baya itu merasa tengkuknya sakit. "Angel, bagaimana bisa kau berpikir egois seperti itu? Jika kau tidak menikah, bagaimana bisa ibu menggendong cucu? Huh? Dan juga kau anak ibu satu-satunya, bagaimana bisa ibu membiarkanmu hidup sendirian seumur hidup!" Angel menarik tangan ibunya dan memijat lengannya dengan lembut sembari tersenyum manis. "Kan aku tidak perlu menikah untuk punya anak." "Apa!" "Suatu saat, jika aku bertemu pria yang cocok, ibu akan menggendong cucu sece ... Ah! Aw aw ibu ... Ibu sakit!" Angel mencoba untuk menyelamatkan telinganya dari tangan ibunya, tapi kali ini Emilie benar-benar kehabisan stok kesabarannya dan menjewer lebih keras. "Ibu sakit!" "Tidak peduli, aku tidak tahan lagi dengan jalan pikiran dan pergaulanmu Angel." Emilie menarik Angel agar berdiri dan mendorongnya ke tangga. "Sekarang naik dan ganti baju." Angel menggosok telinganya. "Mau kemana?" Emilie memijat pangkal hidungnya. "Pulang ke rumah kakek dan nenekmu. Mereka pasti punya solusi untuk masalahmu," jawabnya. Angel membelalak. "Tidak mau! Jika ibu menyerahkan masalah ini pada kakek, dia hanya akan menjodohkan aku pada orang asing." Emilie tidak peduli lagi dan meninggikan suaranya. "Naik dan mandi sekarang!" Angel masih ingin berdebat, tapi ketika melihat mata ibunya yang mulai memerah, dia hanya bisa naik dengan kaki terhentak dan wajah tertekuk. Saat turun dengan penampilan yang lebih rapi, Angel kembali memulai bujukannya tapi sama sekali tidak berhasil. Pada akhirnya, dia masih harus pulang kampung hari itu juga, karena seperti apapun Angel membuat alasan, Emilie sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk mengelak. Sepanjang perjalanan itu, Angel terus menekuk wajahnya, sembari terus berpikir bagaimana caranya dia memberikan pengertian pada dua tetua keluarga dari ibunya agar tidak langsung menikahkannya pada sembarang orang. Lagipula, apa pentingnya menikah? Toh pernikahan tidak menjamin kebahagiaan seseorang. Tapi Angel sama sekali tidak berani mengatakan hal-hal seperti itu lagi di hadapan ibunya. Meskipun Emilie mengatakan untuk pulang kampung, tapi sebenarnya desa kelahirannya tidak terletak terlalu jauh dari kota, hanya memerlukan dua jam untuk mencapainya. Rumah keluarga Auclair dulunya hanyalah rumah sederhana yang hanya terdiri dari dua kamar tidur dan satu kamar mandi, tapi kini, setelah Angel sukses dalam usahanya. Rumah itu telah diubah menjadi villa yang nyaman dengan pemandangan asri yang menyejukkan. Sangat cocok untuk sepasang lansia yang suka ketenangan. Saat Angel masuk ke pekarangan dan memarkirkan mobil, dia melihat mobil asing yang juga terparkir rapi di sana. Seketika, perasaannya tidak enak. "Ibu, apakah kakek tahu kalau aku akan datang?" "Tahu." Emilie melepas sabuk pengamannya dan turun, menunggu Angel untuk turun juga sebelum melanjutkan ucapannya. "Sebenarnya yang menyuruhku untuk menjemputmu ke apartemen adalah kakekmu." Angel menghentikan langkahnya. "Jadi, kedatangan ibu yang tiba-tiba memang hanya untuk membawaku pulang?" Sejak tadi dia sudah menyesali kata-katanya yang gamblang, karena berpikir ucapannya lah yang membuatnya dalam masalah, tapi sepertinya tidak. Bahkan jika dia diam saja pagi ini, dia tetap harus pulang. Firasatnya semakin buruk. Emilie membenarkan firasatnya. "Kakekmu tahu lebih dulu bahwa kau putus dari Hendry." Angel terkejut. "Bagaimana dia bisa tahu?" "Hendry yang memberitahunya." Angel membelalak. "Sejak kapan kalian begitu akrab dengan Hendry?" Emilie mengendikkan bahu. "Hendry anak yang easy going, jadi sangat mudah akrab dengan orang tua." Sekarang Angel benar-benar menyesal memberikan Hendry uang tambahan. Jika tahu pria itu meninggalkan masalah untuknya di belakang, Angel seharusnya tidak bermurah hati padanya. Begitu masuk ke rumah, Angel dan Emilie disambut oleh beberapa pelayan dan juga ... Neneknya? Emilie berjalan mendahului Angel untuk memeluk Mrs. Auclair kemudian giliran Angel. Mereka bertukar beberapa kata rindu sebelum Emilie akhirnya menanyakan di mana ayahnya. "Ayahmu sedang menerima tamu di ruang santai." Ruang santai adalah ruangan yang Angel khususkan sebagai ruang untuk kakeknya bermain catur ditemani pemandangan indah danau dan hutan bambu di belakang rumah. Biasanya tamu yang dijamu di sana adalah tamu khusus yang sangat akrab dengan Mr. Auclair dan keluarga mereka. Emilie mengangguk. "Lalu aku akan ke sana dan menyapa ayah." Angel ingin mengekori ibunya, tapi Mrs. Auclair menangkap lengannya lebih dulu. "Angel kau ikut aku dulu." "Mau kemana?" "Ikut saja." Mrs. Auclair membawa Angel ke ruangan milik gadis itu di lantai dua, menutup pintu dan langsung membuka lemari. "Pakai ini." Dia mengeluarkan selembar dress putih yang elegan tanpa lengan. Firasat buruk di hati Angel semakin menjadi-jadi. "Nenek." "Pakai sekarang." Mrs Auclair mendorong cucunya ke kamar mandi, raut wajahnya sudah mengatakan bahwa dia tidak ingin dibantah. Sebelum datang, Angel sudah memakai make up sederhana di wajahnya, jadi penampilannya sudah sangat baik tanpa dipoles lagi, Mrs. Auclair hanya menyuruhnya untuk menambah warna lipstiknya sedikit agar terlihat lebih cerah. Setelah itu, Mrs Auclair mengajaknya keluar, namun hanya mencapai tangga, mereka berpisah karena wanita itu harus ke dapur dulu. Angel ingin menggunakan kesempatan itu untuk melarikan diri. Dia menatap sekeliling dan berjalan cepat meninggalkan villa kemudian keluar ke taman. Menghindari semua pelayan dan tukang kebun hingga akhirnya meninggalkan labirin bunga mawar yang paling neneknya gemari. Bughh Karena Angel terlalu banyak menoleh, dia sama sekali tidak memperhatikan jalan dan justru menabrak seseorang. Angel gagal mengendalikan kecepatannya, sedang orang yang dia tabrak juga gagal mempertahankan keseimbangannya dan akhirnya jatuh bersamaan. "Ughh ... " Angel dengan cepat menopang tubuh untuk duduk dan langsung memegang hidungnya yang baru saja menabrak dagu lancip seseorang. Memastikan dia tidak mimisan sebelum akhirnya menghela napas lega. "Menyingkir!" Angel menunduk dan melihat seorang pria menatapnya dengan marah. Rambut ikal yang lebat itu, mata elang yang tajam, alis yang tebal, bibir tipis dan garis rahang yang tajam, juga kulit sawo matang yang sehat. Penampilan ini begitu familiar. Angel menyipitkan mata dulu ketika berpikir kemudian membelalak lebar ketika mengingat. Karena pria yang sedang berbaring di bawahnya itu adalah Playboy ulung di sekolahnya dulu, juga pria yang tempo hari membuatnya mual di parkiran. "Kriss!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN