Bab 20 Kenangan

1089 Kata
Keesokan harinya, Angel dan Kriss meninggalkan villa lagi untuk membeli ponsel, sekaligus berbelanja. Siapa yang tahu, setelah melintasi beberapa jalan, keduanya tiba-tiba merasa familiar pada beberapa daerah. Karena penasaran, Kriss yang sedang menyetir meminta Angel untuk mencari tahu di internet. "Ini ... "Kenapa? Ini di mana?" Angel terlihat ragu-ragu, menggaruk pipinya ketika menjawab, "tempat ini adalah tempat sekolah kita mengadakan perkemahan musim panas beberapa tahun yang lalu." "Kapan? Kelas berapa?" Angel meletakkan ponsel Kriss kembali. "Saat kelas dua." Kriss masih terlihat santai dan mengangguk-angguk, tapi setelah sebuah ingatan melintas di kepalanya, untuk sesaat mobil berjalan zig-zag karena kehilangan kendali. "Pelan-pelan." "Oh, ya maaf." Kriss melirik sekilas, sebelum menarik pandangannya kembali. Memilih untuk diam, dari pada harus membahas tentang perkemahan musim panas waktu itu. Angel juga sepertinya tidak ingin membahasnya, karena lebih memilih menatap pemandangan sekitar tanpa membicarakannya lebih lanjut. Setibanya di kota, Kriss langsung mengantar Angel untuk membeli dua buah ponsel, kemudian menemaninya berbelanja beberapa pakaian dan keperluan yang lain, setelah itu mereka jalan-jalan. Dan entah itu kebetulan atau tidak, di kota itu banyak jejak kenangan yang melintas di pikiran mereka, seperti stan makanan yang tampak familiar, jalan, jembatan, sungai, bahkan beberapa pedagang aksesoris, hingga keduanya mau tak mau mulai merasa canggung. Ketika menuruni tangga di sebuah pasar kecil, Angel berhenti di depan sebuah stan kosong yang tepat berada di bawah tangga. "Kriss." "Hm?" "Aku ingat di tempat ini kau pernah ditipu seseorang." Langkah Kriss tertahan, berbalik dan menatap Angel dengan tatapan rumit, dia benar-benar tidak menyangka bahwa gadis itu akan membahas masa lalu mereka lebih dulu. Menyadari tatapannya, Angel menunjuk pada stan kosong tersebut dan tersenyum lucu. "Kau membeli gelang dengan harga yang sangat mahal, karena dia mengatakan gelang itu bisa mengabulkan keinginan dan ... Awalnya, ingatan Kriss cukup samar, tapi setelah mendengar setengah dari ucapan Angel, wajahnya berubah, kemudian merasa tak tahan. Dia menutup wajahnya malu. Itu adalah salah satu aib yang selama ini berusaha Kriss lupakan. Angel menutup mulut dan tertawa pelan sembari berjalan. "Saat itu wajahmu sangat berseri, bahkan rela menghabiskan seminggu uang jajanmu untuk itu." "Angel, hentikan!" Angel justru tertawa semakin keras, terlihat masih ingin mengatakan sesuatu, jadi Kriss memilih untuk langsung membungkam mulut si gadis dengan tangan dan menyeretnya pergi dari sana. Siapa yang tahu, tak lama kemudian mereka melintasi sebuah rumah di samping taman di mana Kriss pernah lari terbirit-b***t karena dikejar anjing dan harus memanjat pohon. Tawa Angel hampir lepas lagi jika saja Kriss tidak sigap menutup mulutnya kembali. "Jangan berisik, bagaimana jika anjing penjaga itu masih ... Kriss belum selesai bicara, ketika suara gonggongan keras anjing terdengar, kemudian tanpa banyak berpikir, dia menggenggam pergelangan tangan Angel dan lari. "Jangan lari!" Angel berteriak, selagi berusaha untuk menahan tarikan pria itu. "Dia hanya akan semakin mengejar jika kita lari." "Lalu aku harus diam saja dan digigit!" "Tidak akan menggigit selama kita tidak mengganggunya." "Tidak! Pokoknya lari!" Kriss punya kaki yang panjang, jadi Angel yang harus mengikuti tarikannya kesulitan untuk mengimbangi, untung saja Angel sempat untuk menoleh dan menyadari bahwa anjing yang menggogong tidak benar-benar mengejar mereka dan hanya mengejar setengah jalan. "Berhenti!" "Tidak mau!" "Anjingnya tidak mengejar lagi." Namun Kriss tidak langsung berhenti sebelum menemukan tempat tinggi untuk berdiri. Angel memegang lututnya dan bernapas dengan mulut dan hidung untuk menarik oksigen banyak-banyak, bulir-bulir keringat menetes dari dahinya sedangkan jantungnya terus menggedor-gedor rongga dadanya. Ini pertama kalinya Angel berlari hingga sekencang itu. "Aku sudah bilang! Kalau ada anjing menggonggong, jangan langsung lari! Dia hanya akan semakin mengejar!" Berhasil menstabilkan napas, Angel langsung memukuli Kriss. "Kenapa kau tidak bisa belajar dari kesalahan." "Berapa kalipun kau memberitahuku kalimat itu, aku akan tetap lari, aku tidak tahan!" Angel memutar mata. "Kalau begitu, lari saja sendiri, jangan mengajakku." "Bagaimana aku bisa melakukan itu! Bagaimana kalau kau ... Oke, aku salah, maafkan aku. Bagaimana? Kakimu sakit?" Kriss melompat turun dari kursi taman dan mengeluarkan sapu tangan begitu melihat wajah Angel semakin merah karena mulai marah. "Tentu saja, hari ini aku pakai sepatu berhak tinggi, masih syukur aku tidak jatuh." "Oke, aku salah, aku salah, ayo duduk." Kriss membantu Angel menghapus keringat dari wajahnya sebelum menariknya untuk duduk ke kersi taman. "Perlihatkan kakimu," ujarnya kemudian berjongkok dan melepaskan sepatu Angel. Angel duduk bersandar dan membiarkan pria itu memeriksa kakinya. "Untunglah tidak sampai lecet." Kriss menghela napas lega. "Hanya sedikit memerah, beristirahat sebentar akan baik-baik saja." Angel terdiam menatap puncak kepala Kriss kemudian tiba-tiba tertawa. "Apa?" Kriss mendongak dengan alis berkerut. "Kau masih bisa tertawa di saat seperti ini?" Angel memegangi perutnya dan membungkuk. "Aku hanya tidak menyangka, bahkan ketika kau sudah tumbuh sebesar dan setua ini, kau masih takut anjing." "Aku masih sangat muda." "Oke, kau muda." Angel menoleh-noel kerutan di dahi Kriss dengan jari telunjuknya. "Tapi jika kau terus mengerutkan kening seperti, tidak lama lagi kau akan punya keriput di sini." Kriss langsung memperbaiki raut wajahnya, berdiri dan menggosok dahinya. "Omong kosong," desisannya pelan. Angel tersenyum dan menyandarkan punggungnya, merasa lega karena setidaknya kecanggungan sebelumnya sudah hilang tanpa sisa. Masa lalu bukan sesuatu yang bisa diulang, juga bukan sesuatu mudah dilupakan jadi dari pada menghindarinya, lebih baik untuk menghadapinya dan merasa terbiasa. Angel menatap langit dan berkata, "aku rasa, kita harus berhenti merasa canggung jika bertemu tempat yang mengingatkan masa lalu seperti ini, lagi pula kenangan kita tidak begitu buruk kan?" Angel berpikir, Kriss akan setujui dengan ucapannya, tapi setelah lama menunggu respon dan tidak mendapatkannya, dia mengalihkan tatapannya ke Kriss dan menemukan pria itu memandangnya dengan raut tak terbaca. "Apa? Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Angel bingung. Butuh beberapa saat bagi Kriss untuk mengeluarkan suara. "Memang tidak buruk, tapi juga tidak begitu baik." Angel mengangkat alis, juga menampakkan senyuman, tapi senyum itu sama sekali tidak terefleksi hingga ke matanya. "Kurasa, kau adalah orang yang paling tidak pantas mengatakan kalimat itu Kriss." "Apa maksudmu?" Angel mematai raut pria itu dan membuang muka. "Lupakan." Dia menghela napas pelan, tapi merasa sesuatu mengganjal dan membuat dadanya sesak, jadi memilih untuk memejamkan mata. Kriss juga tidak mengejar pembahasan itu karena tahu mereka hanya akan bertengkar jika melakukannya. Setelah duduk cukup lama dan merasakan perih di kakinya agak reda, Angel dan Kriss kembali ke mobil dan memutuskan untuk ke restoran karena hari sudah siang dan sudah jam makan siang. "Tak jauh dari tempat kita berbelanja tadi, sepertinya ada hotel dan restoran yang cukup layak, ayo ke sana." Kriss tidak banyak berpendapat dan hanya melajukan mobil sesuai ucapan Angel. Suasana canggung itu kembali, tapi untungnya segera mencair dengan sendirinya begitu pesanan makanan mereka tiba. "Angel?" Angel mematung, menggenggam sendok dengan erat dan menoleh, benar-benar tidak menyangka, hari ini bisa menjadi lebih buruk lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN