Cinta Satu Malam

1039 Kata
Setelah hari itu, Naura dan Sagara saling dekat. Bahkan tak ayal mereka sering keluar bersama, entah itu ke restoran, cafe, bahkan ke mall. Sagara bilang saat bertemu dengan Naura, dia menunjukkan rasa ketertarikannya pada gadis itu. Sama seperti Naura. Berawal rasa kagum, dan berakhir menempatkan nama Sagara di hatinya. Kalau dibilang apa nama hubungan mereka, mungkin Naura dan Sagara tidak bisa menjelaskan karena pada dasarnya tidak ada kata pacaran. Siang ini, Sagara mengajak Naura untuk pergi ke sebuah butik besar di sudut kota. Sagara mengajak Naura untuk menghadiri acara pernikahan partner bisnisnya. Naura memperlihatkan satu persatu dirinya mengenakan gaun-gaun mewah yang beda-beda. Sagara hampir tidak bisa memilih mana yang bagus, karena semuanya terasa cocok pada Naura. Sampai akhirnya, Sagara memilih gaun warna maroon dan jas dengan warna yang sama untuk dirinya. "Gara, apa ini tidak berlebihan? Ini terlalu mahal untuk diberikan." Naura membiasakan maunya Sagara untuk memanggil dirinya dengan normal. Tidak perlu seformal ketika tengah di kantor sebagaimana atasan dan bawahan. "Tidak jika untukmu. Aku tidak akan keberatan berapapun harganya." "Aku jadi tidak enak. Bagaimana kalau pandangan orang tentang aku yang seperti tengah memoroti dirimu?" tanya Naura lagi. "Astaga, nanti aku hajar mereka kalau saja asumsi mereka menyakiti dirimu. Ayo, kita cari restoran untuk makan. Setelah itu kembali ke kantor." "Gimana dengan warteg di depan sana? Kamu belum pernah mencobanya. Bukan apa, tapi aku tidak terbiasa makan di resto semewah sepertimu," ungkap Naura. "Tenang, Gara. Makanannya enak kok. Kamu harus coba apa itu semur jengkol, sambal petai." "Oke, kita ke sana. Aku percaya enak kalau dari kamu." Setelah menghabiskan waktu istirahatnya, keduanya kembali ke kantor untuk mengurus pekerjaan masing-masing. Barang yang dibeli mereka sengaja ditinggal di mobil agar tidak menaruh curiga dengan yang lain. "Enak banget si kamu, Ra, deket sama Pak Gara. Gimana rasanya?" Lila tiba-tiba menarik kursinya mulai mengusik Naura dengan banyak pertanyaan. "Aku cuma beruntung, Lil." "Semoga aja aku nyusul. Kali-kali pas di pesta nanti malam, aku dapat berondong ganteng dan kaya raya." "Ah, kamu mah suka halu. Mending kembali ke meja kerja kamu deh. Nanti di marah Bu Ayumi." Saat orang-orang kantor tahu kedekatan antara Naura dan Sagara, orang yang pertama kali menegur Naura adalah Ayumi—sekretaris Sagara. "Jangan karena kamu dekat dengan Pak Gara. Kamu bebas melakukan apa saja. Kamu tetap bawahan di sini. Saya dan yang lainnya senior." Kira-kira seperti itu bicaranya. Naura bahkan sedikit takut pada wanita itu. Apalagi matanya yang besar serta mulutnya yang dibilang pedas. Malam ini hotel bintang lima benar-benar disulap lebih mewah dan megah. Banyak tamu undangan yang hadir, rata-rata orang yang berada atau kasta teratas seperti Sagara. Hal itu membuat Naura sedikit malu, bahkan dia terang-terangan untuk tidak keluar dari mobil karena takut cacian banyak orang. "Hey, orang-orang itu tidak seperti apa yang kamu takutkan. Tenang saja, aku di sini. Genggam tangan kamu seperti ini." Sagara menenangkan Naura. "Ayo, kita masuk. Kamu itu perfect Naura di mataku. Gak peduli pandangan orang-orang. Okay?" Kalimat terakhir membuat kehangatan di hati Naura. Gadis itu memutuskan untuk keluar saat Sagara membukakan pintu untuknya. Menyuruh Naura untuk menggandeng tangannya agar terlihat serasi. "Aku gugup, Gara," kata Naura. "Shut, udah. Tenang saja." Sagara menepuk lembut pundak Naura. *** Naura dan Sagara hanyut dalam suasana hingga mereka dimabuk kepayang karena minuman alkohol yang terus diteguk. Saat pikiran Sagara sudah kalut tentang Naura, laki-laki itu memutuskan memesan satu kamar untuk mereka berdua. "Kok ke sini? Kita harus pulang, Gara," kata Naura menahan Sagara yang hendak membuka pintu kamar. "Kita tidur di sini semalam saja ya? Aku takut tidak menyetir dengan benar nanti." Naura mabuk berat. Dia menjatuhkan tubuhnya di pelukan Sagara. Sagara yang juga mabuk, berusaha menggendong Naura ke ranjang. Naura tertidur pulas. Sagara berdiri memandangi Naura, hingga tak sadar jarak di antaranya sangat dekat. Sagara menyibak rambut kecil yang menutupi wajah ayu Naura. Senyuman pun muncul di wajah laki-laki itu. "Naura, kenapa aku tidak bisa berhenti membayangkan dirimu? Kenapa kamu tidak pergi dari pikiran ku, hm?" Dugaan Sagara salah. Ternyata Naura belum tidur sepenuhnya. Gadis itu membuka matanya yang lengket perlahan dengan rasa pusing yang menghantam kuat. Sagara seperti tidak terkontrol. Dia mencium bibir Naura. "Boleh aku memiliki dirimu, Ra?" Naura menahan kegiatan Sagara yang ingin menarik resleting gaunnya. Naura menggeleng. "Bagaimana jika aku hamil? Aku belum siap," katanya. "Aku akan bertanggung jawab, Ra." Hingga kalimat terakhir itu menutup kenikmatan di antara mereka. *** Empat Minggu, Naura tidak mendapat kabar dari Sagara setelah terakhir bermalam di hotel. Bahkan ponsel Sagara juga tidak aktif sama sekali. Di kantor, ramai berita baru, Naura mengernyit heran, ada apa dengan tatapan semua orang padanya? "Naura!" Lila menghampirinya dengan napas tersengal-sengal. "Ada apa? Kamu dari mana, kok ngos-ngosan? Ngomong-ngomong, aku tidak nyaman dengan tatapan mereka." "Nah, itu yang akan aku bicarakan, Ra. Ayo aku ingin bertanya padamu." Setelah Lila menarik Naura ke toilet. Lila langsung membuka suara. "Kamu sudah mendengar berita terbaru yang sedang hangat?" Naura menggeleng. "Aku baru sampai kantor. Belum sempat mendengarnya. Memang tentang apa? Oh, iya. Pak Gara sudah kembali dari luar kota belum, Lil?" "Ra, apa kamu sudah tidak ada hubungan dengan Pak Gara?" tanya Lila tidak menjawab pertanyaan Naura sebelumnya. "Ada apa dirimu menanyakan itu?" "Berita hangat hari ini adalah, lusa Pak Gara akan menikah dengan Alice Ranzella putri tunggal dari keluarga Guntoro." Rasanya langsung lemas saat mendengar apa yang diucapkan oleh Lila barusan. Menikah? Lalu bagaimana dengannya? Apa selama ini Sagara hanya mempermainkannya? "Kamu tahu berita ini dari mana, Lil?" tanya Naura. "Dari Bu Ayumi. Katanya, Pak Gara akan resign jadi CEO di sini dan akan digantikan oleh adiknya. Dia akan pindah ke London melanjutkan perusahaan mertuanya." Naura langsung terdiam. Melihat diamnya Naura, Lila langsung bertanya. "Kamu sudah berakhir kan dengan Pak Gara?" "Lil, aku izin pergi sebentar ya. Kamu bisa izinin aku kan?" kata Naura. "Ke mana, Ra?" "Aku ada urusan mendadak. Aku harus pergi sekarang." *** Saat menuju rumah Sagara dengan taksi, Naura merasa perutnya tiba-tiba mual. Padahal dia bukan tipe orang yang mabuk dalam mobil. "Pak, bisa berhenti di toilet depan sana?" Di toilet Naura memuntahkan semuanya. Anehnya hanya cairan putih seperti air liur tidak lebih. Naura membasuh wajahnya. Menatap cermin, wajahnya langsung berubah kecut saat dia mengingat satu hal. Dia belum mengalami menstruasi lagi!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN