Meresahkan

1517 Kata
Huufft Zakki keluar dari kamar mandi sambil membuang nafas lega. Nayyara benar-benar membuatnya kelimpungan kali ini. Wanita itu berhasil membuatnya gerah, gerah body dan gerah hati, panaas, padahal kondisi tubuhnya basah kuyup dan kedinginan. Seandainya Nayyara tidak sepolos dan selugu itu, Zakki pasti sudah ... ah, sudahlah. Setelah berganti pakaian, pria itu segera turun ke lantai bawah untuk membuat minuman hangat untuknya dan Nayyara. Ia melakukannya dengan cepat, setelah itu segera bergegas kembali ke kamar, kuatir jika Nayyara akan mencarinya. Namun, begitu sampai di kamar ternyata wanita itu baru selesai mandi dan sedang berganti pakaian di ruang ganti khusus. Zakki kemudian memilih duduk di sofa, sambil menikmati teh hangat buatannya sendiri. "Mas Zakki, bagaimana? Bagus tidak?" Nayyara tiba-tiba saja sudah berdiri di depan Zakki, dengan memakai sebuah lingeri tipis berwarna merah menyala, yang sangat kontras dengan kulit putihnya, hingga memperlihatkan lekuk tubuhnya yang sangat menggoda. Sekonyong-konyongnya, Zakki langsung menyemburkan teh hangat di dalam mulutnya, yang baru saja diseruput olehnya. Bukan karena kepanasan, tapi karena begitu terkejut melihat penampilan Yara, yang begitu menggoda imannya. Kepala Zakki langsung terasa pening, cenat-cenut tidak karuan, apalagi saat melihat Yara menggigit bibir bawahnya, sambil memainkan rambutnya. Ya Allah ... ingin rasanya Zakki langsung membawa istrinya itu ke peraduan, menikmati malam pertama mereka sebagai pengantin baru. Sungguh, cobaan ini terasa begitu berat bagi Zakki. Melebihi beratnya permasalahan hidupnya saat ini. Tapi tunggu! Dari mana Yara mendapatkan baju seksi seperti itu? Apa jangan-jangan ... Zakki jadi teringat dengan ucapan Rangga waktu itu. "Ini pasti ulah mereka bertiga, awas saja kalian nanti," omel Zakki dalam hati. "Mas Zakki ...." Pria itu langsung tersadar dari lamunannya, begitu suara lembut sang istri menyapa gendang telinganya. "Sa-sayang, koq pakai baju yang itu sih?" Zakki berkata dengan gugup. Nayyara menghentikan gerakan tangannya memainkan rambut, ekspresi wajahnya langsung berubah muram, wanita cantik itu lantas memunduk, tangannya beralih memainkan ujung lengire, seperti anak kecil yang habis di marahi ibunya. Zakki jadi merasa bersalah melihatnya. "Apa Mas Zakki tidak menyukainya?" tanya Yara lirih. Tidak menyukainya? Tentu saja Zakki sangat menyukainya. Siapa sih yang tidak suka melihat kemolekan tubuh istrinya sendiri? Pasangan halalnya? Kalaupun ada, itu sangat-sangat perlu di pertanyakan. Tapi masalahnya, Nayyara belum siap akan semua itu, dia masih belum memahaminya, dan Zakki tidak ingin egois, ia ingin istrinya faham terlebih dahulu, agar mereka bisa sama-sama merasakan betapa indahnya hubungan halal antara suami istri. "Suka. Mas Zakki sangat menyukainya. Tapi ... apa kamu tidak dingin, sayang? Mas kuatir kamu masuk angin memakai pakaian seperti itu," jawab Zakki hati-hati. "Bukankah tadi Mas Zakki bilang, kalau Yara boleh memakai baju apa saja yang ada di dalam lemari," ujar Yara. "Yara pakai baju ini biar Mas Zakki senang," imbuhnya, masih dengan menunduk. Ah ... begitu indahnya kata-kata yang di ucapkan Yara, mengalun merdu di telinga Zakki, hingga membuat hatinya berbunga-bunga dan jantungnya menggila. "Masya Allah, baik sekali niat istriku ini. Sini, sini, duduk di sini istriku yang cantik dan solehah," ucap Zakki tersenyum, serayak menepuk bagian kosong di sampingnya. Wajah Yara langsung berubah ceria, wanita itu lantas mendekat, lalu dengan seenak hati, Yara duduk di atas pangkuan Zakki serta mengalungkan lengannya di leher pria tersebut. Glek Zakki menelan ludahnya dengan mata membola sempurna. Tubuhnya langsung terasa panas dingin di serang demam lokal. Tingkah Yara benar-benar meresahkan. Meresahkan segenap jiwa dan raga Zakki. Memaksa pria itu untuk tetap berpikir waras, di saat akal sehatnya sudah terkontaminasi dengan virus-virus cinta. "Kata bu Halimah, istri itu adalah pakaian suami, begitu juga sebaliknya," ucap Yara tiba-tiba, sambil membelai rahang kokoh Zakki yang di tumbuhi bulu-bulu halus. "Terus?" desak Zakki pura-pura tenang, setenang permukaan air di danau Sipin. "Yara jadi paham, mengapa waktu itu Mas Zakki melepas jaket dan memakaikannya ke tubuh Yara, itu pasti karna Mas Zakki juga tau dengan apa yang di ucapkan bu Halimah," jawab Yara dengan polos dan penuh percaya diri. Plak! Zakki langsung menepuk keningnya sendiri. Ingin rasanya ia menangis, tapi apa kata Yara nanti jika melihat suaminya meneteskan air mata? "Kenapa, Mas?" tanya Yara heran, melihat Zakki memukul keningnya sendiri. "Enggak apa-apa, sayang. Gemes aja," jawab Zakki. "Benarkan apa yang Yara katakan tadi? Itu mengapa sebabnya Yara tidak takut dingin, karna ada Mas Zakki yang akan menghangatkan tubuh Yara," ujar Yara tersenyum manis. Zakki pun ikut tersenyum. Senyum terpaksa tepatnya. "Minum dulu susunya, sayang, biar tubuh kamu hangat," ucap Zakki serayak meraih gelas s**u di atas meja, lalu menyuruh Yara untuk meminumnya sampai habis. Zakki tidak ingin tersiksa lebih lama lagi, setelah Yara menghabiskan susunya ia akan menyuruh istrinya itu untuk segera tidur kembali, dengan begitu derita hatinya akan sedikit berkurang. "Istri pintar," ujar Zakki setelah melihat Yara menghabiskan susunya, lalu membersihkan mulut wanita cantik itu dengan ibu jarinya. "Sekarang tidur lagi ya, sudah hampir jam satu," ucap Zakki, lalu meminta Yara untuk naik ke tempat tidur. "Tidak mau tidur sendiri, Yara mau tidur di peluk Mas Zakki," tolak Yara, lalu menyandarkan kepalanya di d**a bidang suaminya. "Masih ada yang harus Mas kerjakan, sekarang Yara tidur sendiri ya, nanti Mas menyusul," bujuk Zakki memberi alasan. Yara menggeleng, "Mau tidur di peluk Mas Zakki," kekehnya. Zakki membuang nafas kasar. Pria itu lalu menyugar rambutnya ke belakang, bingung. Zakki sudah tidak tahan. Demi Allah, dia benar-benar sudah tidak tahan. Tapi dia harus menahannya bukan? Demi Yara. Namun, bagaimana ia akan terus sanggup menahannya hasratnya, jika Yara yang polos dan lugu itu selalu membuat hasratnya bergelora. "Nanti kalau Mas jadi kepengen makan Yara, bagaimana?" tanya Zakki serayak membelai punggung mulus istrinya yang terbuka. "Memangnya Mas Zakki lapar? Sampai mau makan Yara? Memangnya Mas Zakki tega?" Tuh ... kan ...? "Beri hamba kesabaran ya Allah," pinta Zakki dalam hati. Pria itu mengusap wajahnya dengan kasar, lalu kembali menatap wajah cantik istrinya yang begitu polos. Lihatlah, mata berwarna hazel itu semakin membuat Zakki terperosok dan jatuh ke dalam lubang asmara, yang semakin bergelora menggetarkan jiwa. Zakki kembali mengulurkan tangannya, membelai wajah cantik istrinya dengan lembut. "Mas Zakki memang lapar, sayang. Lapar pengen makan kamu, tapi bukan dalam artian seperti kita makan nasi atau makan yang lainnya. Mas Zakki ingin melakukan sesuatu, yang bernilai ibadah dengan kamu, dan itu namanya hubungan suami istri, sayang," terang Zakki panjang lebar. "Oh ... hubungan suami istri, berarti seperti ciuman waktu itu," sahut Yara dengan cepat. Cup Yara tiba-tiba saja mencium kening Zakki, lalu dengan cepat berpindah ke mata, hidung dan pipi, lalu terakhir mendaratkan sebuah ciuman lembut di bibir Zakki untuk beberapa saat lamanya. "Sudah, kan?" tanya Yara dengan polos. "Sekarang, Mas Zakki temani Yara tidur ya." Duh Gusti ... Setelah istrinya tertidur lelap, Zakki perlahan turun dari atas tempat tidur dengan sangat hati-hati. Dipandanginya wajah cantik Yara yang sedang tertidur lelap seperti bayi. Pria itu tersenyum, membetulkan selimut yang menutupi tubuh istrinya. Ia lalu sedikit membungkuk untuk mendaratkan sebuah ciuman lembut di kening Yara, sebelum akhirnya melangkah ke ruang kerja yang ada di dalam kamar tersebut. Zakki mengambil sebuah kotak kayu berukuran sedang, dan sebuah amplop coklat besar dari dalam sebuah laci, lalu membawanya ke meja kerjanya. Pria itu lalu menjatuhkan bobot tubuhnya ke atas kursi, lalu mulai menyalakan laptopnya yang sudah di persiapkan oleh Rangga. Zakki kemudian mengeluarkan beberapa lembar kertas dari amplop coklat tersebut, memeriksa setiap isi yang tercantum di dalamnya dengan seksama. Beberapa saat kemudian, tangannya mulai bergerak lincah di atas keyboard laptop, sambil sesekali melihat ke arah berkas di sampingnya. Hingga dua puluh menit kemudian, Zakki baru menghentikan kegiatannya. Tangannya lalu terulur meraih kotak kayu berukuran sedang, dengan perlahan ia membuka kotak kayu pemberian almarhum Pak Wijaya tersebut. Tanpa ia sadari, jarum jam sudah hampir menunjukkan pukul dua dini hari. Zakki lalu mengambil sebuah gulungan kertas yang ada di dalam kotak tersebut, ia lalu membukanya dan perlahan mulai membaca isinya dengan seksama. Zakki terdiam untuk beberapa saat lamanya, serayak mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya di atas meja. Ia kemudian kembali menggulung kertas tersebut dan memasukkannya ke dalam kotak lagi. Pria itu terlihat menghela nafas panjang, kemudian menyandarkan tubuhnya ke belakang kursi. "Bapak jangan kuatir, aku pasti akan menjaga Yara dan membahagiakannya. Aku akan menepati janjiku, bagaimanapun caranya," gumam Zakki dengan tatapan menerawang. "Yara, malang sekali nasibmu, sayang. Mas janji akan berusaha sekuat tenaga untuk mempertemukanmu dengannya," gumam Zakki lagi. "Mas Zakki!" Tiba-tiba saja terdengar suara teriakan Yara yang memanggilnya dengan nada cemas. Dengan cepat, Zakki buru-buru mematikan laptopnya lalu segera bangkit dari duduknya dan berlari menuju ke arah tempat tidur. "Sayang ... kenapa bangun?" tanya Zakki dengan lembut, saat melihat Yara sudah duduk di atas tempat tidur dengan wajah ketakutan. "Yara mimpi, Mas Zakki meninggalkan Yara. Yara takut, Mas," jawab wanita tersebut dengan nada sedih. Zakki segera membawa tubuh wanita itu ke dalam pelukannya. Mengusap punggungnya dengan lembut, sambil sesekali mencium puncak kepalanya dengan sayang. "Jangan takut, itu hanya mimpi, sayang. Mas tidak mungkin meninggalkanmu. Sekarang kita tidur lagi ya," ucap Zakki dengan lembut, kemudian membaringkan tubuh Yara lalu ikut berbaring di sampingnya. "Jangan lupa baca doanya lagi," ucap Zakki mengingatkan. Wanita itu mengangguk patuh, setelah itu masuk ke dalam pelukan Zakki, menduselkan kepalanya di d**a bidang pria tersebut, untuk mencari tempat ternyaman. "Tidurlah, sayang. Mas akan selalu menemanimu," ucap Zakki setengah berbisik, serayak mendekap tubuh Yara dengan erat. "Maaf, jika Mas harus mengirimmu ke sana," ucap Zakki dalam hati.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN