5

1069 Kata
Pagi ini, seperti biasanya. Risa sudah siap dengan pakaian formalnya. Hari ini, Risa tak memakai rok span. Tapi dia memilih memakai celana kain yang dipadukan dengan kemeja putih lengan pendek dan blazer merah marun. Rambutnya yang sepanjang punggung diikat dengan model ekor kuda. Memperlihatkan leher jenjangnya yang putih dan mulus. Pukul setengah delapan pagi, Risa baru berangkat menuju kantor. Perjalanan yang tak terlalu jauh membuat Risa tak memerlukan banyak waktu di perjalanan. Karena dalam sepuluh menit pun dia sudah sampai di kantor. Saat sampai di sana, belum banyak karyawan yang datang. Mengingat jam masuk kantor masih dua puluh menit lagi. Mungkin, kebanyakan masih bersiap-siap di tempat tinggal masing-masing. Risa yang memang biasa tak membuang waktu langsung bekerja walaupun jam kerja belum dimulai. Sebelum bekerja, Risa memilih sarapan dulu. Memakan roti panggang buatannya sendiri. Ditambah secangkir teh manis hangat yang dia buat di pantry kantor. Hari ini, pekerjaannya cukup banyak. Begitu juga dengan pekerjaan Andra. Sebelum Andra datang, dengan cekatan Risa menaruh dokumen-dokumen di meja kerja Andra. Risa tak mau masuk ke ruangan Andra, saat sang empu ruangannya ada di dalam. Karena ya, Risa tak mau terjebak berdua dalam sebuah ruangan dengan Andra secara sengaja. Selesai menaruh dokumen-dokumen itu, Risa melanjutkan acara sarapannya yang sebentar lagi selesai. Selesai sarapan, Risa membereskan kotak bekalnya dan menaruhnya di bawah meja. Menghabiskan teh hangatnya, dan menyimpan gelasnya ke pantry. Lalu berhadapan lagi dengan komputer, bersiap untuk kerja. Dipertengahan, Risa mendengar suara lift yang berdenting. Menatap ke depan, ternyata Andra yang keluar dari lift itu. Dengan sigap, Risa berdiri dan membungkukkan tubuh saat Andra berada di hadapannya. Ya, gestur tubuh sebagai hormat pada atasan. "Kamu sudah datang sejak tadi?" Andra bertanya dengan nada heran dan alis terangkat sebelah. "Iya, Pak. Saya sudah di sini sejak dua puluh menit yang lalu." Risa menjawab sesuai fakta. Tak mengurangi, apalagi melebih-lebihkan. Mendengar jawaban Risa, Andra hanya mengangguk. Kemudian berjalan lagi memasuki ruangannya. Satu hal yang kini Andra ketahui dari Risa. Kedatangan Risa ke kantor tak mengecewakan. Sudah ada dan siap saat Andra datang. Tak seperti beberapa mantan sekretarisnya, yang hampir setiap harinya datang terlambat. Dengan alasan, memoleskan make up di wajah itu butuh waktu yang lama. Memang, selalu saja ada alasan menyebalkan dan tak masuk akal dari para mantan sekretarisnya. Terjebak macet, tak ada taksi, hingga ada tamu dadakan. Itu sih, masih mending. Masih masuk akal untuk didengar. Tapi, ada juga yang beralasan karena harus mandi dan berias diri secara baik dan benar. Aneh. Saat duduk di meja kerja, Andra mengulas senyum. Dokumen yang akan dia kerjakan sudah tertumpuk rapi di mejanya. Di tambah, ada segelas kopi yang uapnya masih mengepul. "Lumayan," gumam Andra. Dia jadi teringat pada mantan sekretarisnya yang bernama Kinan. Dulu, Kinan juga segiat dan secekatan Risa. Tahu segala kebiasaannya, dan apa saja yang harus tersedia di mejanya. Kinan. Sekretaris yang direkrut Keanu juga, namun benar-benar memuaskan. Tidak seperti yang setahun ke belakang. Kinan bekerja menjadi sekretaris Andra selama dua tahun. Dan Andra benar-benar puas dengan kinerjanya. Kinan tak pernah mengecewakannya. Ditambah dengan perilakunya yang lemah lembut dan sopan membuat Andra mengaguminya. Ya, Andra tahu kalau dia dan Kinan pernah digosipkan oleh para karyawannya. Memang benar jika Andra memperlakukan Kinan sedikit istimewa. Kinan adalah satu-satunya wanita yang mampu membuat Andra merasakan jatuh cinta. Dan satu-satunya juga yang masuk ke dalam hidup Andra setelah bertahun-tahun Andra cerai dari Risa. Andra akui, dia memang mengagumi Kinan. Bisa dibilang, dia pernah tertarik pada Kinan. Mereka berdua sempat menjalin hubungan secara sembunyi-sembunyi. Tapi tak berlangsung lama, karena Kinan harus menikah dengan pria pilihan orangtuanya. Andra jelas patah hati. Namun, setelah Kinan menikah dan berhenti kerja, gosip tentang dia dan Kinan pun mulai meredup. Para karyawannya gagal membongkar hubungan Andra dan Kinan. Andra menarik nafas panjang, dan menghembuskannya secara perlahan. Berusaha menyudahi pikirannya yang berkelana pada Kinan. Berusaha fokus pada pekerjaannya yang menggunung sekarang. Saat Andra baru saja memegang pulpen, pintu ruangannya diketuk. Kening Andra berkerut, merasa heran. Apa mungkin itu Risa? Mau apa? Biasanya Risa malah selalu menghindarinya. "Masuk." Tak lama kemudian, pintu ruangan Andra terbuka. Dan benar, Risa lah yang mengetuk. Di wajahnya tersirat perasaan kesal dan tak nyaman. Yang membuat Andra semakin keheranan. "Ada apa?" Andra bertanya. "Ada yang mencari Anda, Pak," jawab Risa dengan kepala menunduk. Belum juga Andra bertanya lagi, seorang wanita berpakaian modis masuk ke ruangan Andra. Dengan sengaja, dia menubruk tubuh Risa membuat Risa hampir terjatuh ke depan jika saja tidak berpegangan pada dinding di dekatnya. Risa mendelik tajam dan kesal pada wanita yang menerobos masuk barusan. Andra yang melihat kejadian itu langsung berdiri tegak. "Tiara?" Andra bertanya heran. Wanita yang baru saja datang itu tersenyum lebar pada Andra. Mengabaikan Risa yang kesal padanya. "Hai, Andra." Wanita bernama Tiara itu menyapa Andra dengan senyumannya yang lebar. Risa yang melihat itu mengernyit tak suka dan berbalik hendak keluar. Namun, langkahnya terhenti saat Tiara memanggilnya. "Hei, kau!" "Ya?" Risa berbalik dan menatap Tiara. Berusaha mengulas senyum walau terpaksa. "Kau sekretaris yang baru?" "Iya." "Andra! Kok kamu gak bilang-bilang sih punya sekretaris baru lagi?" Tiara bertanya pada Andra dengan nada suara dibuat manja. Membuat Risa mual mendengarnya. "Ini bukan urusanmu, Tiara." "Jelas ini urusanku! Harusnya kamu angkat aku saja jadi sekretarismu!" "Pekerjaan kantor bukan bidang yang kamu geluti. Kamu tak akan bisa." "Ya kan, kamu bisa mengajari." Andra menghela nafas kasar mendengarnya. Masih bingung, di mana letak keluguan Tiara. Heran sama ibunya sendiri yang selalu bilang kalau Tiara itu orang yang lugu. Risa yang merasa tak dibutuhkan berbalik, hendak pergi. Namun lagi-lagi, Tiara memanggilnya. Membuat perasaan Risa dongkol. "Kau! Kau harusnya mengundurkan diri saja! Aku yang harusnya jadi sekretaris Andra!" Tiara berteriak dengan jari menunjuk. Risa yang mendengar itu terdiam kaget. Ah, Risa paling benci pada orang-orang semacam Tiara yang kurang ajar dan tak punya sopan santun. Jika saja tak ingat sedang berada di lingkungan pekerjaan, Risa akan dengan senang hati melukis luka memar di pipi wanita itu. Risa menganggap Tiara gila. Karena itu, dia tak sudi meladeni ocehan tak masuk akal Tiara. Risa kembali berbalik dan meninggalkan ruangan Andra. Menyerahkan pengurusan Tiara pada Andra saja. "Hei! Kau tak mendengarku?!" "Andra! Pecat dia! Dia tak sopan padaku!" "Tiara, sebaiknya kamu pulang sekarang. Pilih saja. Pergi sendiri, atau diseret security?" Andra bertanya dengan nada geram yang terdengar jelas. Nyali Tiara langsung menciut mendengar ancaman Andra. Dengan kaki menghentak kesal, Tiara pun pergi dari sana. Andra mengusap wajahnya kasar setelah kepergian Tiara. Dia lupa, kalau dia masih punya satu masalah, yaitu Tiara. Dan dia harus segera menyelesaikannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN