Halo Love You All Readers
********
Jadwal kuliah mulai padat, Kinanti mulai berpikir untuk tinggal di kos dekat kampus agar memudahkannya saat ke kampus. Karena jarak kampusnya dari kos Puspa terlalu jauh. Hal ini sudah diutarakan kepada Ayah dan juga ibunya. Kedua orang tuanya setuju selama itu baik untuk Kinanti dan dia juga bisa menjaga dirinya sendiri. Tapi Puspa masih keberatan karena dia tahu bagaimana adiknya itu kalau sibuk belajar, pasti lupa makan. Jika tinggal sendiri tidak ada yang akan mengingatkannya. Tetapi Kinanti tetap bersikeras karena dia beralasan terkait jarak dan juga penghematan biaya.
Akhirnya Puspa mengalah dan mengizinkan Kinanti. Tapi masih dua hari lagi Kinanti pindah. Sebenarnya selain terkait jarak Kinanti juga ingin mandiri tanpa merepotkan sang Kakak.
Kinanti berlari di lorong kampus, hari ini ada mata kuliah dengan Dosen pengganti. Karena Dosen pengampu yang bisanya sedang cuti. Kinanti terlambat karena tadi jalanan sedikit macet. Hal ini jugalah yang membuatnya ingin cepat pindah kos.
Kinanti sampai di ruang kelasnya, ternyata kelas belum dimulai. Ia bernafas lega setidaknya tidak terlambat. Malu sekali kalau sampai terlambat dan masuk ke dalam kelas sambil dipandang oleh berpasang-pasang mata.
"Kinan ... sini," panggil seseorang, rupanya Lia yang memanggil untuk duduk di sampingnya. Kinanti segera menghampiri Lia dan duduk di sampingnya.
"Hampir saja kamu telat," ucap Lia sambil memindahkan tas nya.
"Iya ... tadi agak sedikit macet," ucap Kinanti
"Halo Kinan cantik ... entar pulang bareng yuk". Ajak Doni teman laki-lakinya yang tiba-tiba sudah duduk di sampingnya.
"Kamu ngagetin," ujar Kinanti pura-pura galak yang ditanggapi senyum oleh Doni.
"Shhhtt ... Dosen datang tu ...." Lia berbisik sambil menyikut lengan Kinanti. Semua mata memandang Dosen pengganti. Begitu juga Kinanti, yang langsung berubah wajahnya menjadi kaget. bukan hanya kaget ia juga menegang hampir membeku karena di depan sana berdiri dengan gagahnya sang Dosen yang membuat teman-teman wanitanya mulai berbisik dan senyum-senyum. Bagaimana mereka tidak bisik-bisik jika Dosen pengganti begitu tampan dengan senyum bak kapten yoo si jin dalam drama Korea DOTS. Ditambah lesung pipinya membuat siapapun ingin berlama -lama memandangnya.
"Halo semua ... apa kabar ? Perkenalkan nama saya Yoga Tama Prawira , Panggil saja Tama." Sang dosen memperkenalkan diri dengan senyumnya yang membuat teman-teman perempuan Kinanti semakin tersipu-sipu malu, tapi tidak untuk Kinanti yang makin membeku di tempat duduknya. Apalagi sang Dosen sempat memandangnya. Pandangan yang sangat tajam dan penuh dengan pertanyaan.
Mata kuliah diikuti dengan sangat baik, apalagi Tama sangat pandai membawa kelas menjadi hidup, tidak terasa waktu terlewati.
"Ok, jangan lupa tugasnya dan sampai jumpa di lain kesempatan," ucap Tama kepada para Mahasiswanya.
"Oya ... ada yang bernama Kinanti disini ? " tanya Tama sebelum beranjak, bertanya seolah olah ia tidak mengenal Kinanti padahal Kinanti ada di dalam kelas dan sambil bertanya pun ia menatap Kinanti.
"Ada pak," ujar Lia sambil menunjuk ke arah Kinanti, karena Kinanti sendiri tak kunjung menjawab.
"Kinanti nanti tolong temui saya diruangan, ada yang ingin saya bicarakan," ucap Tama masih tetap memandang Kinanti dengan mata elangnya yang membuat Kinanti salah tingkah. Setelah itu ia segera beranjak pergi.
"Ada apa sih kok Pak Dosen mau bicara sama kamu ?" tanya Lia ingin tahu.
"Aku juga enggak tahu," jawab Kinanti menenangkan hatinya.
"Cepat kesana nanti dicariin lagi," ucap Lia pada Kinanti. "Apalagi denger-denger pak Tama itu rada killer. Aku sempat dikasih tahu sama kakak tingkat yang tinggal satu kos sama aku," ucap Lia lagi membuat Kinanti menelan ludahnya.
Kinanti berjalan pelan-pelan menuju ruangan Tama. Sebenarnya Ruangan milik sepupunya karena Tama hanyalah Dosen pengganti.
Saat tiba di depan Ruangan, Kinanti hendak mengetuknya tapi ia masih ragu. Kinanti membalikkan badannya dan duduk di kursi yang ada di depan ruangan.
"Kinan ... kamu Kinanti kan ?" tanya satu suara yang tiba-tiba ada di depannya memandang Kinanti tanpa kedip.
"Kamu kuliah juga disini ?" tanyanya lagi yang hanya dibalas tatapan Kinanti.
Pemuda itu, Candra kakak kelasnya saat masih sekolah di Desa. Pemuda Manis yang saat masih sekolah pernah di taksirnya. Mantan ketua osis yang digilai teman-temannya.
Kinanti terpana sesaat, tidak menyangka akan bertemu Candra lagi setelah lama tidak melihatnya.
"Kinan ... kok melamun sih ?" tanya Canda lagi yang membuat Kinanti segera sadar.
"Eh ... iya ka', aku kuliah disini, Kakak juga ?" tanya Kinanti seperti orang bego.
"Iya aku juga kuliah disini, wah ... senang bisa jumpa sama kamu lagi," ucap Candra yang membuat Kinanti merona.
"Kapan-kapan kita jalan yuk, nanti aku yang traktir," ucap Candra sambil tersenyum manis.
"Aku minta nomor telepon kamu ya ?" pinta Candra yang hanya dibalas anggukan kepala Kinanti.
Kinanti menyebutkan nomor teleponnya. Setelah menyimpannya Candra lalu segera pamit dan berjanji akan menghubungi Kinanti.
Kinanti memandang punggung Candra yang menjauh. Tanpa ia sadari Tama memperhatikan interaksinya dengan Candra dari balik kaca ruangannya. Kaca hitam pekat yang siapapun dari luar tidak bisa melihat ke dalam,sedangkan yang ada di dalam ruangan bisa melihat keluar dengan sangat jelas.
Setelah Candra berlalu, Kinanti segera berbalik menghadap ke pintu dan dengan ragu-ragu akhirnya mengetuk pintu dan berharap dalam hatinya Tama tidak menjawab.
Tapi harapannya sirna karena Ada suara dari dalam yang menyuruhnya masuk. Dengan ragu-ragu Kinanti membuka pintu dan menutupnya kembali lalu melangkah masuk dengan pelan. Terlihat Tama sedang berdiri bersandar di samping meja sambil tangannya di masukan ke dalam saku. Gaya sederhananya yang membuat hati wanita akan datang untuk minta dicintai.
Kinanti menundukkan kepalanya takut melihat tatapan tajam Tama kepadanya.
Tama berjalan perlahan mendekatinya, hingga berada tepat di hadapannya. Kinanti dapat mencium aroma parfum yang terasa nyaman di indra penciumannya, aroma yang pernah diciumnya saat Tama menolongnya.
"Angkat kepalamu." Perintah Tama pada Kinanti yang membuat Kinanti dengan refleks mengangkat kepalanya dan Tama tepat berada di depannya.
"Kenapa menghindariku ?" tanya Tama dengan tatapan tajamnya.
Kinanti hanya diam saja tidak menjawab pertanyaan Tama.
"Apa karena pria tadi kau menghindariku ?" tanya Tama lagi yang masih dibalas kebisuan Kinanti.
Tama yang gemas mengangkat dagu Kinanti agar menatapnya. Kinanti menatap Tama yang lebih tinggi darinya. Tinggi Kinanti hanya sampai di dagu Tama saja.
"Katakan !" perintah Tama dengan tegas.
"S-saya tidak ingin menganggu bapak, dan saya juga tidak pernah menganggap bahwa kita sudah menikah karena Bapak sendiri yang bilang kalau di sini saya tidak boleh menyapa bapak, Jadi bapak tidak perlu menanyakan alasan mengapa saya harus menjauhi bapak. Bukankah lebih baik begini jadi bapak bisa mendekati ka' Puspa," ucap Kinanti panjang lebar menjelaskan alasannya.
"Walau kamu tidak menganggapnya, tapi nyatanya kita telah menikah. Aku menjabat tangan Ayahmu mengucapkan ijab kabul. Tidak semestinya kamu menghindariku. Dan masalah kata-kataku hanya berlaku di tengah keramain," ucap Tama masih memegang Dagu Kinanti menatapnya dengan intens. Istri yang dinikahinya Karena paksaan.
"Siapa pria tadi ?" tanya Tama dengan wajah yang susah ditebak.
"Bapak tidak perlu tahu siapa dia, kita menikah karena paksaan jadi anggap saja tidak pernah terjadi apapun. Kan lebih baik begini agar bapak bisa lebih dekat dengan Ka' Puspa," ucap Kinanti mengulang jawabnnya dengan ketus.
Tama mendorong tubuh Kinanti dengan pelan dan menguncinya di dinding dengan kedua tangannya.
"Kamu cemburu kalau aku dekat dengan Puspa ?" tanya Tama menyelidik yang tidak dibalas oleh Kinanti yang malah membuang mukanya.
"Bapak juga cemburu dengan pria tadi ? kenapa bertanya hal yang tidak penting padaku," ucap Kinanti mulai berani.
Tama yang kesal atas jawaban Kinanti segera memegang tengkuk Kinanti, mencium bibirnya dengan sedikit kasar. Kinanti yang kaget segera memukul d**a dan juga lengan Tama serta mendorongnya dengan sekuat tenaga. Tapi itu tidak berpengaruh. Tama tetap saja melumat bibir Kinanti. Awalnya kasar tapi makin lama makin lembut dan menuntut. Kinanti yang awalnya menolak malah akhirnya diam. Ciuman pertama dalam hidupnya, begitu lembut dan sangat memabukkan.
Tiba-tiba terdengar isakan kecil dari bibir Kinanti.
"hiks ... hiks ...
"Bapak mengambil ciuman pertamaku yang akan kuberikan pada suamiku nanti," ucap Kinanti di sela isakannya di d**a Tama setelah Tama melepaskan ciumannya.
Tama tentu saja hampir tertawa, bukankah ia Suami Kinanti, dan mengetahui itu adalah ciuman pertama bagi Kinanti membuat hati Tama menghangat karena kenyataan bahwa ia adalah pria pertama yang berbagi ciuman dengan gadis yang kini berada dalam pelukannya. Entah bagaimana bayangan Puspa perlahan menghilang.
"Bukannya aku suamimu ?" tanya Tama hampir tertawa yang membuat Kinanti makin terisak.
"Aku benci Sama bapak, benci sekali," ucap Kinanti masih terisak di d**a Tama. Lalu mengusap sisa air mata dan juga ingusnya di kemeja Tama. Tapi posisi kepalanya tetap saja bersandar di d**a Tama.
"Ishh ... kamu jorok sekali," omel Tama tapi tidak juga melepaskan Kinanti.
"Kinan ... jangan menghindariku lagi," ucap Tama sambil membelai rambut Kinanti dengan lembut. Kinanti yang masih menikmati aroma parfum yang menguar dari tubuh Tama segera sadar dan mengangkat kepalanya dari d**a Tama.
"Saya mau kembali ke kelas," ucap Kinanti hendak pergi tapi ditahan oleh Tama yang lagi-lagi menguncinya di dinding. Kinanti segera menutup mulutnya dengan tangannya takut Tama menciumnya lagi. Tama hanya tertawa melihat tingkah Kinanti.
"Jika hanya berdua saja denganku, jangan panggil aku dengan panggilan Bapak, panggil saja Mas seperti halnya Puspa memanggilku. Karena itu lebih enak di dengar, dan satu hal lagi jangan terlalu dekat dengan pria-pria yang baru engkau kenal. Ini di kota berbeda dengan di desa. Aku masih suamimu jadi kamu harus mendengarkanku," ucap Tama dengan tegas. Setalah itu ia melepaskan Kinanti dari kurungan lengannya dan membiarkan gadis yang telah resmi menjadi istrinya itu keluar ruangan.
Tama hanya memandang Kinanti yang telah menghilang dari balik pintu dengan helaan nafas, entah mengapa dia bisa secara tiba-tiba mencium bibir Kinanti. Saat berdekatan tadi bibir indah Kinanti seperti memanggil dan merayu untuk di sentuh. Dan sesaat tadi Tama lupa segalanya. Ia kembali menghela nafasnya tidak tahu bagaimana kisah pernikahannya yang terjadi karena paksaan dan tanpa cinta akankah berlanjut atau segera diakhiri.
********
Love You all Readers