4. Destiny!

2045 Kata
“Takdir!” * Amy menggeliatkan tubuhnya ketika wajahnya terpapar sinar matahari yang menembus celah – celah gorden kamarnya. Hari pertamanya bekerja di Le Paradis memang sangat menyenangkan. Tapi tidak dipungkiri selain menyenangkan juga terasa sangat melelahkan. Bekerja seharian penuh mempersiapkan dining table dan dilanjutkan dengan melayani para tamu. Kakinya berjalan dan tangannya menopang baki sepanjang malam. Kini tubuhnya terasa sangat sulit digerakkan. “Aku harus minum obat pereda nyeri otot setelah sarapan nanti, jika tidak, aku bisa mati saat kerja nanti malam”, gumamnya. Ia berusaha memelintir pinggangnya agar berbunyi, ketika berhasil ia mengerang penuh kepuasan. “Aduuuh, badanku sakit semuaaaa!”, seru Amy. Ia bangkit untuk duduk dan membuka laci di meja tepi tempat tidur. Tangannya meraba isi laci tersebut untuk menemukan sebuah plester koyo. Ia memasangnya di belakang bahunya dan pinggang. Biarpun panasnya cukup menyiksa, tapi sangat efektif untuk membantu mengurangi rasa nyeri. Ia berencana untuk bangun dan bersiap untuk sarapan, tapi dering ponsel menginterupsi rencananya. My Rossy Rose. Amy memencet tombol terima. “Ada apa Rose, tolong jangan katakan jam kerja kita dipercepat hari ini”, ujar Amy di sambutan teleponnya. “Aku tidak akan repot – repot menghubungimu jika memang itu yang terjadi, tubuhku seperti di patahkan, sakit semua!”, seru Rose. “Yeah, aku sampai memakai plester koyo di beberapa bagian punggungku. Aku terasa seperti seorang manula yang tidak mampu bergerak dengan baik sekarang”, keluh Amy. “Aku juga, pekerjaan kita sangat melelahkan”, imbuh Rose. “Hmm.. jadi apa yang ingin kamu katakan? Aku ingin segera sarapan dan beristirahat sejenak sebelum bekerja di toko Ayahku”, ucap Amy. “Kau pasti tidak akan percaya apa yang kukatakan”, ujar Rose. Amy memutar matanya jengah. “Waw, aku terkejut”, ucap Amy dengan nada yang sangat datar. “Bodoh, ini benr – benr berita besar Amy!”, seru Rose bersemangat. “Ok, berhent mengatakan ini berita besar dan lekas ceritakan”, tegas Amy. “Ok, kau tau bibiku yang bekerja di Garden Hills?”, tanya Rose. “Ya, Bibi Rebeca, kenapa?”, tanya Amy. “Kemarin aku bertemu dengannya. Lalu aku bercerita tentang pertemuan kita dengan kelompok muda – mudi yang datang bersama Dash. Tebak! Apa yang paling membuat aku merinding mendengarnya!”, ujar Rose. “Apa?”, tanya Amy. “Daniel Dashiel Stanley VI adalah nama lengkap Dash!”, seru Rose. Amy mencerna kalimat Rose dengan baik sebelum matanya melebar dan terkesiap. “Rossy!”, seru Amy. “Aku tau, ini semua tidak masuk akal kan, Am?! Benar – benar bukan hal yang bisa masuk nalar!”, seru Rose. Amy masih tercengang, tubuhnya gemetar dan terasa dingin. “Jadi, surat dari bocah yang aku terima kemarin adalah Dash? Berapa lama surat itu terapung di lautan hingga sampai di tanganku?”, lirih Amy. “Dan jika bukan karena takdir, kau tidak akan bertemu dengan botol itu kemarin”, imbuh Rose. “Aku merinding!”, desis Amy. “Ya, aku tau bagaimana perasaanmu, Am”, ujar Rossy. “So, kamu ingin mengatakannya pada Dash?”, tanya Rose. “Pasti!”, seru Amy. “Dengan cara apa?”, tanya Rose. Amy tampak berpikir, ia sedang mencari cara untk membalas surat itu dengan kreatif. Matanya menangkap botol hijau bekas surat tersebut, seakan lampu bersinar terang di atas kepalanya, senyum Amy merekah. Tapi, sebelum itu, Amy sangat ingin berteriak kencang. "OH MY GOD! Dash?!", seru Amy. "Yes, Am. Anak laki-laki di suratmu itu adalah cowok impianmu!", balas Rossy tidak kalah bersemangat. Amy berlari menuju ruang makan dan memeluk Ibunya yang tengah mengoles selai pada roti. "Bun, itu dia itu dia!!", seru Amy. "Siapa?", tanya Reisa kebingungan. "Anak yang menulis surat dalam botot ternyata cowok yg kutaksir semalam di Le Paradis!!!", seru Amy dan kembali ke kamar untuk melanjutkan perbincangan dengan Rossy. "Lanjut, Rose. Bagaimana kau tau dia adalah Dash?", tanya Amy. "Tante Beca, ternyata ia bekerja untuk keluarga Dash. Dan saat aku menceritakan soal suratmu ia langsung mengatakan bahwa itu nama dari Dash. Orang tuanya memang selalu berpindah negara. Dan pria itu baru datang ke pulau ini sejak belasan tahun yang lalu", jelas Rossy. "Astaga Rose, aku tidak tau harus bicara apa", ungkap Amy. "Ini namanya takdir, Am. Ingat ramalan zodiak kita? Kurasa inilah jawaban dari ramalan itu", ucap Rossy. "Aku akan membalas suratnya dengan botol yang sama", usul Amy mengutarakan ide yang ia dapat setelah melihat botol minuman tadi. "Ide bagus! Lebih baik kau segera menulisnya. Ia akan ke pantai untuk berselancar sebentar lagi", ujar Rossy. "Kau tau darimana?", selidik Amy. "Kau ingat cowok impianku, Nick? Dia juga anak dari kerabat keluarga Dash. Mereka juga tinggal di Garden Hills, tanteku juga yang memberitahuku bahwa Nick dan teman-temannya akan surfing hari ini. Aku berencana akan mengajak Bruno jalan-jalan di pantai dan secara tidak sengaja bertemu dengan Nick hehehe", jelas Rossy. "Oh, Rose. Kenapa kamu pintar sekali. Kalau begitu tunggu aku di area sebelum pantai. Aku akan menulis surat balasan untuk Dash", ucap Amy. Ia memutuskan telepon dengan Rose dan langsung mengambil secarik kertas berwarna broken white dan sebuah gabus kecil yang digunakan untuk menutup botol nantinya. Ia mulai merangkai kalimat di atas kertas. * Hai Dash, Apa kau percaya takdir? Aku punya cerita, kemarin aku menemukan sebuah botol yang terapung di lautan. Ternyata botol tersebut berisi surat! Dan surat itu berasal darimu. So amazing! Namaku Amy Lazuardi, aku kuliah di salah satu kampus swasta dan bekerja paruh waktu di toki perlengkapan berselancar dan Le Paradis, tempat kita bertemu. Kalau kau masih membutuhkan teman, aku siap menjadi temanmu dan kau tau dimana bisa menemukanku. Sampai bertemu nanti malam di Le Paradis! Amy Lazuardi * Amy membaca kembali surat yang ia tulis dan tersenyum. Perfect! Ia menggulung suratnya dan memasukan ke dalam botol. Ia beranjak dan mengganti pakaiannya dengan kaos dari SODA yang ia dapat dari campus expo di SMA nya dulu. Ia memadukannya dengan celana berwarna kuning selutut dan sandal jepit bermotif sapi. "Bun, aku pergi ke pantai dulu ya", seru Amy seraya mengambil sepeda kesayangannya dari dalam garasi. Sepeda yang ia lukis sendiri dengan motif sapi seperti sandal jepit yang ia pakai. "Untuk apa?", tanya Reisa. "Menjemput takdirku!", seru Amy dan mulai menggowes sepedanya. * Kring! Kring! Amy membunyikan bel sepedanya begitu melihat Rossy dan Bruno yang sudah menunggunya. "Mana botolnya?", tanya Rossy. "Ini, kau saja yang berikan pada Dash ya. Aku harus bekerja", pinta Amy. "Oke, good luck!", ucap Rossy yang kemudian berjalan sambil memegang tali Bruno, anjingnya. Amy memakirkan sepedanya dan menaiki sebuah batu yang bisa membantunya untuk melihat ke arah pantai. Ia melihat seekor anjing coklat yang tengah berlari kencang tanpa pemilik. Oh, pemiliknya ada dibelakangnya berlari mengejar anjingnya yang talinya terlepas . Dan orang itu adalah Rossy. Sontak Amy tertawa terpingkal-pingkal sambil berpegang pada tembok. "Mengintip ya?" Amy menjerit kaget mendengar suara orang dibelakangnya, dia adalah Dash. "Euhm, aku sedang melihat temanku Rossy sedang mengejar anjingnya yang lepas", jawab Amy gugup. "Oh ya, coba kulihat", saut Dash ikut menaiki batu yang dipijak Amy. Kini mereka berdiri bersebelahan saling menempel karena lebar batu yang sempit. "Mana?", tanya Dash. "Itu, eumh dan sepertinya temanmu berhasil membantu kesulitannya. Dan.. oh, Rossy menjulurkan lidahnya!", seru Amy. Dash tertawa melihat adegan di pantai tersebut. "Kenapa terkejut sekali?", tanya Dash. "Karena biasanya wanita tidak melakukan hal seperti itu di pertemuan atau kencan pertama", jawab Amy. "Oh ya? Biasanya wanita inginnya apa di kencan pertama?", tanya Dash. "Biasanya wanita ingin pegangan tangan dulu di awal berkencan", jawab Amy malu-malu. "Seperti ini?", tanya Dash yang tiba-tiba mengaitkan jemarinya di sela-sela jari Amy. Tahukah bagaimana perasaan Amy saat ini?! "Ya", gumam Amy salah tingkah. Dash terkekeh. "Lalu, kenapa kencan pertama kita harus mengintip seperti ini?", tanya Dash seraya melihat Nick dan Rossy yang kini berjalan berdampingan. "Karena aku ingin memastikan apakah kau ada atau tidak disana", jawab Amy. "Kenapa?", tanya Dash. "Ada sesuatu yang ingin aku beri padamu, kurasa kamu akan menyukainya", jawab Amy gugup. "Apa itu?", tanya Dash. Amy memutuskan akan menceritakan semuanya. "Hmm.. begini, tadi malam aku me..." Tiin!! Amy berteriak kaget dan terpeleset dari atas batu. Terdengar suara tawa dari sumber lain, ternyata Priscilla dengan mobil mewah convertible (atap terbuka) berwarna pink. Melihatnya semakin seperti boneka barbie lengkap dengan mobilnya. "Tidak lucu, Pril", ucap Dash yang membantu Amy berdiri. "Ups, sorry. Btw, nanti malam jangan lupa ada makan malam dengan Profesor Andy di rumahmu Dash", ujar Priscilla. "Profesor Andy maestro terkenal dan mengajar di SODA itu?", tanya Amy bersemangat. "Ya, ia profesormu kan?", tanya Priscilla. "Bukan", jawab Amy. "Lho, kamu sekolah di SODA kan?", tanya Priscilla. Amy ingin mengatakan yang sebenarnya, tapi ia pasti akan direndahkan oleh Dash dan Priscilla. "Ya, beliau profesor favoritku. Tapi belum pernah diajar olehnya", jawab Amy berbohong. "Kalau begitu nanti malam aku akan merekomendasikanmu untuk diberi nilai A+ nanti", ujar Dash. Amy terkekeh. "Baiklah, aku permisi pergi dulu", ujar Amy. "Kemana? Ayo ikut kami bersenang-senang pagi ini. Kami akan berselancar", ajak Dash. Sejujurnya, Amy sangat tergiur oleh tawaran Dash saat ini. Tapi ia ingat harus membantu ayahnya di toko. "Aku harus bekerja", jawab Amy. "Di Le Paradis? Mereka memperbudak kalian?", tanya Dash. "Bukan, aku bekerja di.. sebuah butik di daerah selatan kota ini. Dan sepertinya aku akan terlambat jika tidak segera berangkat", jawab Amy yang lagi-lagi berbohong. "Wow, keren! Bukan begitu, Pril?", tanya Dash. Priscilla tampak memaksakan senyumnya. "Yeah, cool", jawab Pril. "Kalau begitu aku pergi dulu ya" sebelum aku membuat kebohongan lainnya, lanjut Amy dalam hati. Ia berjalan menuju sepedanya. "Wow, apa itu? Sepeda yang menarik", ujar Dash. Amy tergelak seraya menaiki sepedanya. "Ya, aku mengecatnya sendiri dan kuberi nama Moo-cycle karena seperti sapi", jelas Amy. "Keren! Benar-benar cocok sekolah di SODA", seru Dash dan senyuman bangga Amy luntur begitu saja. "Aku harus pergi", ucap Amy, namun tiba-tiba kedua tangan Dash menahan setir sepeda Amy dan mendekat padanya. "Nanti malam kamu akan di Le Paradis 'kan?", tanya Dash. "Ya, aku masuk kerja", jawab Amy gugup. Dash tersenyum. "Kalau begitu, kita bertemu nanti malam ya", bisik Dash. Tinn! "Dash, kau sedang apa sih? Yang lain sudah menunggu", interupsi Priscilla. "See you", ucap Dash. Amy mengangguk dan mulai menggowes sepedanya. Setelah beberapa saat ia menghentikan lajunya, Ia lantas mengambil ponselnya dan mengirimi pesan pada Rossy. Rose, rencana berubah! Jangan berikan suratnya untuk Dash sekarang! Amy memasuki toko ayahnya tergesa-gesa. "Ayah, maaf aku terlambat", seru Amy. "Tak apa, tolong bantu Ronald di belakang ya", ucap Felice. Amy mengangguk dan berjalan menuju bagian belakang toko, ia menemukan Ronald tengah memasukan biji jagung ke dalam mesin pembuat popcorn. "Kak, tolong aku. Aku baru saja mengatakan kebohongan pada seseorang", ujar Amy. "It's ok, aku juga pernah berbohong. Tapi tidak selalu membual seperti Eri anak tetangga sebelah yang selalu berbohong tentang dirinya", ujar Ronald santai. "Tapi ini lain, kak. Aku mengatakan pada cowok impianku bahwa aku sekolah di SODA", ujar Amy. "Anggap saja doa", balas Ronald mengambil sejumput popcorn yang baru saja matang. "Dan aku juga berbohong dengan mengatakan bahwa aku bekerja di butik elit di daerah selatan kota", lanjut Amy. Ronald memperhatikan Amy seraya mengunyah popcorn yang baru matang. "Sepertinya kau akan cocok berteman dengan Eri", ujar Ronald. Amy memukul lengan Ronald hingga popcorn ditangannya berhamburan di lantai. "Aku serius kak", rengek Amy. "Aku juga serius, apa susahnya berkata jujur tentang siapa dirimu? Kurasa belum terlambat. Kau bisa memperbaiki semuanya. Sekarang, bawa clip papan selancar ini ke depan", ujar Ronald. Amy membawa kardus dan berjalan ke depan bersamaan dengan masuknya tamu ke toko mereka. Betapa terkejutnya Amy melihat yang datang adalah Blink, teman Dash dan Priscilla. "Hai Am, kau bekerja disini?", tanya Blink. "Ehm, hanya membantu sedikit", jawab Amy. "Amy adalah anakku, nona. Apa kau temannya?", tanya Felice. "Oh.. iya, aku temannya Amy. Namaku Blink", jawab Blink. "Baiklah, Am bantu Blink mencari kebutuhannya ya", pinta Felice. "Aku mencari lem untuk sirip papan selancar milik Prill yang patah", ujar Blink. Amy berjalan menuju salah satu rak dan mengambil beberapa pilihan lem yang ia punya. "Aku sarankan yang ini karena lebih kuat dan cepat kering", saran Amy. "Oke, aku ambil ini saja. Langsung bayar di kasir kan?", tanya Blink yang dijawab dengan anggukan. Wanita tersebut berjalan menuju kasir dan membayar barangnya. "Baiklah, sampai bertemu nanti malam, Am", ucap Blink seraya keluar dari toko. Aku akan mati karena malu, pikir Amy.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN