PART. 1 PERDEBATAN

1116 Kata
Sakha tengah duduk berhadapan dengan Shinta di sebuah cafe. "Ini semua salah lo tahu!" Tuding Shinta ke wajah Sakha. "Kok salahku?" "Kan lo yang dulu minta sama Mimi buat jadi pacar gue!" "Itukan saat aku masih kecil, mana aku tahu kalau ada yang ingat permintaanku itu." "Kalau sudah begini bagaimana?" "Ya bagaimana? Jangan kamu pikir aku senang ya, disuruh nikah sama kamu" "Cih! Emang lo kira gue senang nikah sama playboy cap burung walet seperti lo!" "Eeh burung walet sarangnya mahal loh!" "Apa sih, lo bilang nggak suka disuruh nikah sama gue, tapi lo cengar cengir nggak jelas seperti girang banget mau dinikahin sama gue!" "Jangan geer, Nona, aku memang murah senyum, baik hati, dan tidak sombong, makanya banyak gadis yang menempel disekitarku, memangnya kamu, bawel, ceriwis, manja, cerewet, cu..cu..cu..cu..cut..persis curut kalau ngomong" "Apa!? Lo bilang gue apa?" "Kamu budeg ya?" "Aaakkhh...aku bilangin Mimi sama Pipi nanti, kamu sudah menghina putri tersayang mereka" "Umur sudah 22 tahun, masih saja suka ngadu sama orang tua, apa nanti kalau kita sudah nikah, terus kamu aku perawani, kamu juga ngadu ke Mimi Pipimu heeh?" "Lo juga, umur sudah 27 tahun masih saja lo gaya ABG!" "Gaya yang mana? Aku tidak perlu bergaya, sudah kelihatan gaya kok, karisma pria berdarah Adams tidak akan bisa ditolak oleh wanita manapun." Sakha membentangkan kedua tangannya dengan bangga. "Cih! Gue nggak tertarik sama sekali sama lo ya!" Shinta melengoskan wajahnya. "Kamu pikir aku tertarik sama kamu? Ehmm secara fisik sih nilaimu 85, tapi manja, dan bawelmu itu, membuatmu mendapat nilai 50 dari aku." Sakha memandang Shinta dengan menyipitkan matanya. Shinta melemparkan serbet di atas meja ke arah Raka. "Gue nggak minta lo buat menilai gue!" "Tenang, kamu tidak perlu bayar kok untuk minta penilaianku" Sakha mengangkat sedikit kedua tangannya. "Errrr...sekarang bagaimana dengan rencana pernikahan kita?" "Ya bagaimana, kita jalani saja!" "Gue punya pacar tahu!" "Aku juga punya pacar!" "Pacark gue ngajakin kawin lari!" "Hahaha...kenapa curhat sama aku, itu urusanmu, terserah kamulah mau kawin jalan kek, mau kawin lari kek, mau kawin jongkok kek!" "Aarrgghhh...lo itu asli ngeselin banget ya, gue yakin nggak bakalan tahan kalau harus hidup satu rumah sama lo!" "Tenang ... tenang, kita tidak akan tinggal di rumah kok, habis nikah kita akan tinggal di apartemenku," jawab Sakha dengan wajah dibuat sepolos mungkin. "Aaakkhh bukan itu maksud gue!" "Dengar ya, Nona, kalau kamu ingin kawin lari, silakan, aku justru merasa lega kalau kamu kawin lari sama pacarmu, karena itu artinya, aku tidak perlu menikahi gadis manja, dan bawel sepertimu, tapi kamu juga harus siap dengan resikonya. Ingat, kakek-kakek kita sudah tua, apa kita tidak bisa mengalah untuk sebentar saja demi mereka, meski status kita menikah, tapi kita tetap bisa menjalani hidup kita seperti biasanya kok, kehidupan pribadimu tetap jadi milikmu, dan kehidupan pribadiku, tetap jadi milikku. Ehmm tapi aku rasa pasti nanti kamu jatuh cinta sama aku, jadi ...." "Cih, Kepedean!" Shinta melemparkan kentang goreng di dalam piringnya ke arah Sakha. "Makanan jangan dibuang-buang, Chinta!" "Shinta! Nama gue Shinta, bukan Chinta!" "Iya, Chinta." "Lo benar-benar nyebelin ya, ngajak berantem terus" "Kamu itu kalau ngomong bisa nggak jangan pakai urat begitu, kalau cara ngomong kamu seperti ini, kesannya hudup kamu itu tidak bahagia" "Iya gue nggak bahagia karena lo!" "Aduuuh ... terimakasih ya sudah menganggap aku berharga sampai bisa membuat hidupmu sengsara" "Errr lo itu bener-bener ya!" Shinta menggerutukan giginya karena kesal luar biasa. "Harusnya lo bantu gue mikir, bagaimana caranya biar kita tidak dinikahkan!" "Meski aku tidak suka dinikahkan sama kamu, tapi aku terima saja, karena di dalam keluargaku nikah tanpa cinta itu sudah tradisi. Taruhan deh, dalam waktu satu bulan, kamu pasti sudah jatuh cinta sama aku, dan mungkin di malam pertama, aku sudah bisa membuatmu menyerahkan keperawananmu, eeh kamu masih perawankan?" Sakha memajukan tubuhnya, dan mendekatkan wajahnya untuk menatap wajah Shinta. "Makan tuh perawan!" Shinta menjejalkan kentang goreng ke dalam mulut Sakha, wajahnya merah padam karena olok-olok Sakha, sedang Sakha dengan santainya mengunyah kentang goreng yang dimasukan Shinta ke dalam mulutnya. Orang di sekitar mereka menatap ke arah mereka dengan penuh tanya. Sakhabima Pratama Putra Adams Rizaldi (27 tahun). Putra dari Safiq Rizaldi, dan Safira Adams (baca Safira dan Safiq). Cucu dari Sakti Adams, dan Sekar (baca Bukan Istri Pilihan) Cicit dari Steven Adams, dan Tiara (baca Om Bule Suamiku) Dalam keluarga Adams menikah karena perjodohan, dan tanpa cinta sudah menjadi hal yang sangat sering terjadi, bahkan bahkan seperti sudah menjadi tradisi. Ashinta Ramadhani Pratama Williams (22 tahun), dalam keluarganya sendiripun hal itu juga terjadi. Hanya bedanya, Pipinya David Williams, memang mencintainya Miminya Ardilla, saat mereka menikah, hanya Miminya belum mencintai Pipinya (baca Cerita Cinta Ardilla) Kakeknya, Abi, dan neneknya, Arini, dulu juga menikah tanpa cinta (baca Cinta Dua Generasi) Tapi masalahnya sekarang adalah. Shinta sudah memiliki pilihan sendiri, Chandra Aditama (26 tahun), yang sudah 1 tahun ini menjalin hubungan dekat dengannya. Shinta menyangga dagu dengan satu telapak tangannya. Diaduk-aduk minumannya. "Kamu cinta sekali ya sama pacar kamu?" Tanya Sakha tiba-tiba. "Kalau nggak cinta buat apa pacaran!" Sahut Shinta dengan suara ketus. "Aku pacaran tidak pakai cinta, cuma pakai suka" "Kalau cuma suka, pacaran sama pohon juga bisa!" "Pohon bisa dipeluk, dan dicium sih, tapi tidak bisa balas meluk, dan ciumkan?" "Memangnya dalam pikiran lo, pacaran itu cuma untuk peluk cium saja ya?" "Tidak juga, tapi kalau statusnya teman, nggak mungkin dong main peluk cium sembarangan" "Pacar lo nggak ribut ya lo mau dinikahkan?" "Buat apa ribut, sejak awal pacaran mereka sudah aku beritahu, kalau hubungan kami tanpa janji untuk mengarah pada hal yang serius" "Pacaran macam apa itu?" "komitmennya hanya sebatas pacaran, tidak ada komitmen untuk menuju pernikahan" "Enak ya, gampang banget jadi cowok, lo seperti mempermainkan perasaan cewek kalau begitu" "Aku tidak pernah meminta mereka jadi pacarku, mereka sendiri yang minta aku pacari" "Hiiih...cowok macam apa lo!?" Shinta menggedikan bahunya. "Hmm jangan begitu, sekarang benci, besok kalau sudah merasakan sentuhanku, bisa-bisa tidak mau lepas lagi." Sakha menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi dengan santai. Ditengok jam di pergelangan tangannya. "Aku harus kembali ke kantor, kamu jugakan?" "Jadi apa keputusannya?" "Kita tidak sedang dalam posisi boleh memutuskan sesuatu, Chinta, posisi kita adalah menerima semua yang sudah diputuskan oleh keluarga kita." "Kalau gue kawin lari bagaimana?" "Itu urusanmu, yang akan malu keluargamu, karena kamu yang lari meninggalkan aku." Sakha bangkit dari duduknya, setelah membayar bon yang disodorkan pelayan cafe kepadanya. "Harusnya lo itu bantu mikir, bagaimana caranya supaya pernikahan kita tidak terjadi!" "Aku sedang malas berpikir," sahut Sakha seenaknya. "Errrr ... dasar menyebalkan!" Shinta meraih tasnya dari atas meja, ia mengikuti langkah Sakha ke luar dari Cafe dengan perasaan kesal luar biasa. Tinjunya dikepalkan, dan di arahkan ke kepala Sakha, giginya bergemerutuk menahan kekesalan hatinya. ***BERSAMBUNG****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN