Pukul tiga pagi, Miko baru sampai di rumah setelah pertemuannya dengan Gevan yang ternyata memakan waktu cukup lama. Laki-laki itu masuk ke rumah dengan sedikit pusing, bukan karena minum Alkohol atau semacamnya tapi karena Miko masih saja tidak menyukai tempat berisik semacam club malam tempatnya berdiskusi dengan Gevan tadi.
Miko hampir mengumpat karena tanpa dia sadari kakinya justru berhenti tepat di depan pintu kamar Bina. Laki-laki itu memijit keningnya sambil memggerutu karena mulai menyadari bahwa gadis itu bukan hanya sedikit mengusiknya tapi sangat mengusiknya sampai dalam kadar membuat Miko pusing sendiri. Kakinya sendiripun sampai mengkhianatinya sekarang.
Miko mendesah kemudian membelokkan kakinya menuju dapur, mengambil air mineral dan hampir tersedak karena pintu kamar Bina terbuka dan wanita itu keluar dari sana. Mata mereka kemudian bertemu. Miko dan untuk beberapa detik waktu Miko seperti berhenti melihat baju tidur panjang gambar babi yang di kenakan oleh Bina.
Bina juga berhenti, agak takut hendak mengambil minum karena ada Miko berdiri di depan kulkas sedang memegang sebotol air mineral. Tapi gadis itu haus dan malu jika harus berbalik lagi ke kamar karena mata mereka sudah bertemu. Bina sempat salah tingkah tapi kemudian tersenyum canggung ke arah laki-laki itu. “Aku mau minta minum mas Miko.” Cicitnya dan Miko kembali tersedak sisa air yang ada di mulutnya sampai terbatuk-batuk. Bina menghampiri dan menyentuh punggungnya karena khawatir tapi tangannya langsung di tepis Miko dengan cepat.
“Jauhin tangan lo dari gue!” Ucap laki-laki itu ketus membuat Bina mundur sambil cemberut. Padahal kan tadi Bina ingin membantu menenangkan batukMiko, laki-laku itu malah marah-marah.
“Maaf mas.” Ujar Bina pelan, sedikit takut, membuat Miko merasa bersalah karena refleknya tadi. Miko memang belum pernah di sentuh wanita sebelumnya dan dia tidak suka.
“Gue cuma kaget.” Ucap Miko gugup. Kemudian berbalik, menenggak kembali sisa airnya dan meninggalkan Bina menuju kamarnya dengan debaran yang menggila. Bina diam saja sambil menatap punggung Miko hingga menghilang di pintu kamarnya. Kemudian mengakui dalam hati bahwa sebenarnya Bina belum pernah bertemu laki-laki setampan Miko sayangnya ketampanan itu tidak ada artinya di mata Bina karena mulut laki-laki itu lebih pedas dari cabai yang di benci Bina.
“Dasar galak.” Gumam Bina seorang diri kemudian mengambil air mineral di dalam kulkas, mengambil gelas dan menuang air pelan-pelan, setelah itu meminumnya dengan pelan dan hati-hati. Miko yang keluar dari kamar karena ingin menaruh kunci mobil di tempatnya melihat semua itu sambil mengerutkan dahi. Rupanya selain cengeng, ngeyel, kerasa kepala, dan menyebalkan, Bina juga orang yang lambat. Karena menurut Miko meminumnya langsung dari botol lebih efisien. Lagipula setelah itu botolnya akan di buang. Bukankah cara Bina justru menambah pekerjaan dengan mengotori gelas?
“Minum aja ribet banget lo, pakai gelas segala.” Miko berkomentar sambil melenggang menuju tempat menaruh kunci mobil. Bine kembali cemberut, merasa bahwa laki-laki calon bossnya itu membencinya karena Bina selalu salah.
“Emang gelasnya nggak boleh di pakai mas? Nanti aku cuci kok.” Jawab Bina dan Miko hanya mendesah saja sambil berlalu hendak menuju ke kamarnya tapi kemudian berhantu dan menoleh lagi pada Bina yang sedang mengomel tanpa suara. Miko tersenyum tipis kemudian benar-benar masuk.
“Mana ada gadis dewasa pakai piama gambar babi?” Gumam Miko heran. Entah bicara pada siapa? Yang jelas laki-laki itu sekarang mulai terkekeh pelan entah mentertawakan baju tidur Bina atau tertawa bahagia karena membuat Bina kesal itu menyenangkan? Sayangnya Miko enggan mengakui bahwa Bina sudah mulai mengobrak-abrik perasaanya.
Bina hendak kembali ke kamarnya ketika matanya melihat ponsel Miko tergeletak di meja dapur dekat kulkas. Sepertinya tadi waktu laki-laki itu mengambim minum, dia meninggalkannya dan lupa. Bina meraihnya kemudian melangkah menuju kamar Miko dan mengetuknya pelan.
“Mas Miko!” Panggilnya pelan. Miko yang hendak melepas kaosnya menghentikkan gerakannya dan menurunkan kaosnya kembali mendengar panggilan pelan Bina. Kemudian membuka pintu dan menyembulkan kepalanya dengan ekspresi tidak ramah.
“Apa sih?” Jawabnya kesal. “Ini jam tiga pagi gue butuh tidur, lo ganggu mulu.” Omelnya. Bina mengerucutkan bibirnya.
“Orang aku cuma mau kasih hp mas Miko yang ketinggalan di meja doang. Kenapa sih marah-marah mulu? Nanti cepet tua mas.” Cicit Bina pelan. Miko langsung mengambil ponsel di tangan Bina, masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya keras membuat Bina sedikit terlonjak kaget kemudian mengelus dadanya sambil mengomeli Miko dalam diam.
“Galak banget kaya singa.” Gumam Bina sambil masuk lagi ke kamarnya. Merebahkan kembali tubuhnya di kasur dan berusaha untuk tidur. Sejujurnya Bina tidak bisa tidur malam ini karena kamar yang di berikan Yuli terlalu mewah untuknya sehingga dia tidak terbiasa.
Tadi sore Bina sudah menghubungi Yaya untuk menjemputnya besok pagi, bagaimanapun Bina tidak enak jika menumpang di rumah Miko terus sekalipun Yuli yang meminta. Mereka baru saling mengenal dan Bina bukan siapa-siapa mereka juga.
***
Bina tidak bisa tidur hingga pagi, gadis itu kemudian keluar kamar ketika mendengar suara Yuli mulai terdengar. Tersenyum canggung pada wanita itu.
“Loh udah bangun? Ibu berisik yah?” Ucap Yuli tidak enak. Bina menggeleng sambil tersenyum.
“Bina semalam nggak bisa tidur buk, kaki Bina sakit banget.” Ucap Bina tidak sepenuhnya berbohong. Selain karena kamar itu terlalu mewah juga kakinya yang sakit menjadi salah satu faktor penyebab dia tidak bisa tidur.
“Nanti setelah sarapan ibu bantuin buat bersihin lukanya yah Bin. Sama jangan lupa di minum obatnya.” Balas Yuli diangguki oleh Bina. Miko keluar dari kamar masih dengan rambut yang berantakan. Tidak mempedulikan Bina dan lewat begitu saja menuju dapur, mengambil air putih. Yuli mendengus tapi masih pagi jadi dia menahan diri untuk tidak mengomel.
“Oh iya ibu nanti agak siangan Bina di jemput temen Bina. Terimakasih atas tawaran untuk tinggal di sini tapi Bina kayaknya mau tinggal sama temen Bina aja deh sementara. Kebetulan udah lama juga nawarin.” Bina mengutarakan rencananya yang sudah di setujui Yaya. Miko langsung menghentikkan langkahnya yang hendak kembali ke kamar mendengar itu kemudian menoleh ke arah Bina dan Yuli yang sedang berbicara.
“Siapa bilang lo boleh pindah huh?” Ucap Miko dengan nada dingin. Bina dan Yuli menoleh bersamaan.
“Tapi mas Miko, sama Yaya aman kok.”
“Bukan masalah itu! Alasan gue ngajak lo ke sini bukan karena itu. Tapi demi estimasi waktu kerjaan nanti. Setelah lo tanda-tangan kontrak nanti kita mulai banyak diskusi pekerjaan karena kita harus segera berangkat ke Singapore untuk memulai segalanya. Jadi menurut lo gue harus ke rumah temen lo yang menyebalkan itu buat diskusi sama lo?” Ini adalah kalimat paling panjang yang di ucapkan Miko untuk orang asing. Yuli berbalik ke atah dapur sambil mengulum senyum.
“Tinggal bilang aja nggak boleh pergi karena nanti kangen, pakai segala nyari alasan berbelit-belit dan nggak masuk akal.” Gumam Yuli lirih seorang diri sambil mengulum senyum.
“Loh katanya aku nggak di terima kerja mas?” Balas Bina bingung.
“Kapan gue bilang lo nggak di terima? Ketemu Burhan aja belum kan?” Ucap Miko lagi.
“Tapi kan kita bisa diskusi lewat telpon mas, dan aku juga kan di kantor kita bisa diskusi di kantor kan? Emang diskusinya mau sebanyak apa sampai perlu di rumah juga?”
“Udah gue bilang di kurangi ngeyelnya lo nggak dengerin gue? Pokoknya bilang sama temen lo nggak usah jemput! lo nggak boleh pindah dulu!” Miko terdengar tidak ingin di bantah karena itu Bina kembali mengatupkan bibirnya. Lagipula Bina membutuhkan pekerjaan itu jadi dia mengalah saja.
“Yasudah mas Bina nggak jadi pindah.” Ucap Bina pelan. Miko kemudian melipir kembali ke dalam kamarnya tanpa mengatakan apapun. Sesampainya di kamar, Miko memegangi dadanya yang berdebar hebat hanya karena mengetahui Bina akan pindah.
“Bina sialan! Kenapa gue segala nahan dia nggak boleh pindah coba?” Gumam Miko seorang diri sambil mengacak rambutnya frustasi. “Bagus dong Mik kalau dia pindah, dia kan bikin lo darah tinggi mulu?” Miko masih dengan gumamanya seorang diri. “Tapi kan gue susah payah ngambilin barang dia di dua tempat kemarin? Enak banget dong kalau dia main pindah aja? Gue yang capek! Iya bener, setidaknya kalau dia di sini gue juga bisa kasih pelajaran karena dia ngeselin. Iya pasti itu alasannya tadi gue nahan dia buat nggak pergi. Mana mungkin karena alasan lain kan? Nggak mungkin gue suka sama cewek kaya dia huh? Mana mungkin selera gue gadis bodoh kaya dia kan? Nggak mungkin banget.” Miko berusaha keras untuk menyangkal perasaanya tapi sesuatu di balik celananya sudah sukses menggembung hanya karena melihat bibir Bina sedikit manyun tadi. Miko mendengus kesal.
“Tuh cewek bikin gue panas mulu sialan!” Miko mengumpat dan hendak melangkah ke kamar mandi tapi pintu kamarnya di ketuk pelan padahal Miko sudah tidak tahan.
“Mas Miko, aku di suruh ibu anterin kopi nih. Katanya mas Miko kalau pagi harus minum kopi.” Suara dengan nada rendah itu membuat Miko menggertakkan giginya. Apa dia sekarang berubah menjadi maniak seks? Bagaimana mungkin hal-hal kecil dari Bina selalu membuat miliknya bereaksi dengan berlebihan? “Mas Miko? Ini Bina mas?” Suara Bina terdengar lagi.
Miko membuka pintu dengan raut wajah yang tentu saja tidak ramah. Menoleh ke arah dapur Yuli terlihat tidak memperhatikan, kemudian menarik Bina masuk ke dalan kamar, mengambil kopi di tangan gadis itu, meletakkannya di meja dekat pintu setelah itu menempelkan bibirnya pada bibir Bina. Keduanya kaget.
Bina kaget bukan main karena Miko tiba-tiba menciumnya dan Miko juga kaget karena menyadari dia senekad ini padahal Niko terkenal sebagai laki-laki yang paling pandai mengendalikan diri selama ini.
Tapi bibir Bina terasa lembut sekali di bibir Miko karena itu ketika Bina hendak mendorongnya Miko malah meraih kedua tangan Bina, menahannya di samping kepalanya dan mulai melumat bibir manis itu pelan. Merambat pelan-pelan atas dan bawah membuat Bina hampir gila rasanya. Ini adalah ciuman pertamanya dan tidak menyangka Miko yang mencurinya. Dan entah kenapa Bina seperti tidak memiliki kekuatan untuk mendorong laki-laki itu menjauh. Dia malah mulai menutup matanya dengan gugup. Sedikit terlonjak ketika Miko menggigit bibir bawahnya membuat mulutnya terbuka sedikit dan Bina kaget bulan main karena Lidah Miko masuk ke dalam mulutnya dan membelit lidahnya.
Napas keduanya memburu, Bina masih belum mengerti tentang apa yang terjadi, apa yang di pikirkan Miko? Apa alasannya melakukan ini? Bina sungguh tidak mengerti. Tapi yang jelas napasnya mulai menipis untungnya Miko melepaskannya tidak lama kemudian. Bina menghirup udara dengan rakus dan wajahnya pasti merah padam aekarang karena jaraknya dengan Miko dekat sekali. Bina bahkan bisa menghirup aroma mint yang keluar dari mulut Miko.
“Mas Miko kenapa Bina di cium?” Cicitnya pelan. Miko masih menatapnya tanpa berkedip. Memperhatikan wajah malu-malu yang menggemaskan itu. Menatap mata Bina yang ternyata sangat indah jika di perhatikan dengan jarak dekat. Lalu tatapan Miko turun pada bibir Bina yang sedikit bengkak akibat perbuatannya. Miko mendekat ke arah telinga Bina.
“Itu hukuman buat gadis menyebalkan kaya lo.” Bisik Miko kemudian mengecup sisi leher Bina pelan membuat gadis itu merah padam. Belum sempat Bina berbicara Miko sudah membuka lagi pintu kamarnya kemudian mendorong Bina keluar dan menutupnya lagi. “Thanks kopinya, dan hidangan sebelum kopinya.” Ucap Miko terdengar oleh Bina yang masih mematung di depan pintu kamar Miko.
Jantung Bina masih berdetak tidak karuan, napasnya bahkan masih tersengal hebat, itu adalah ciuman pertamanya yang selama ini dia bayangkan akan diambil oleh pangeran impiannya tapi berani-beraninya si galak Miko mengambilnya dengan tidak berperasaan seperti itu?
“Hukuman buat gadis nakal dia bilang? Huh?” Bina kesal sekali. Hendak menggedor pintu kamar Miko lagi tapi Yuli memanggil. Bina sedikit salah tingkah dan masih emosi tapi memilih untuk menghampiri Yuli.
“Udah dianterin kopinya?” Tanya Yuli, Bina mengangguk. Tidak lama kemudian sarapan mereka sudah siap. Haryo keluar untuk sarapan dengan setelah kerja rapih, diikuti oleh Miko yang hari ini memakai baju santai tapi terlihat sudah mandi. Bina melirik ke arah laki-laki itu dengan kesal. Miko hanya tersenyum miring seperti meledek. Membuat Bina tambah kesal. Ingin rasanya menjambak rambut Miko atau minimal menampar pipinya karena sudah seenaknya seperti tadi. Tapi Bina tidak bisa bohong bahwa tadi dia juga menikmati ciuman singkat yang di berikan oleh Miko. Dia bahkan memejamkan matanya? Wajah Bina kembali memerah malu karena merasa rupanya dia cukup murahan sebagai gadis yang selalu di bilang suci oleh Yaya. Miko memperhatikannya dan diam-diam tersenyum.
“Loh pipi Bina kenapa merah banget gitu? Bekas pukulan kemarin sakit lagi?” Tanya Yuli khawatir. Bina sedikit salah tingkah dan Miko tertawa ringan. Membuat sebuah pukulan dari Yuli mendarat di kepalanya.
“Aduh! Apa sih bun, Miko di pukulin mulu.” Gerutu Miko kesal.
“Bina sakit loh Mik, liat aja mukanya sampai merah gitu malah di ketawain.” Yuli mengomel.
“Siapa yang ngetawain dia sih? Dih pd banget. Lagian dia nggak sakit, nanti juga nggak merah lagi mukanya.” Balas Miko yakin sambil melirik Bina yang menunduk, tidak berani menatap mata Miko. Laki-laki itu tersenyum geli di dalam hati.
“Sok tahu!”
“Liat aja tuh udah nggak terlalu merah kan?” Ucap Miko dan Yuli menoleh. Ternyata memang semburat merah di pipi Bina sudah berkurang.
“Bina nggak sakit kok buk, Bina nggak papa.” Ucap Bina pelan. Yuli mengangguk saja.
“Dimakan sarapannya Bin, jangan keluar rumah dulu takut belum aman. Nanti biar Miko amanin kondisi kamu dulu baru kamu keluar rumah.” Haryo memberi wejangan. Bina mengangguk penuh terimakasih.
“Kamu juga makan nasi gorengnya Mik, Bina yang masak loh.” Ucap Yuli membanggakan. Miko kemudian menyendokkan sesuap nasi goreng ke dalam mulutnya dan dia akui masakan Bina enak. “Enak kan?” Yuli bertanya.
“Enak kok, manis dan lembut.” Jawab Miko sambil tersenyum geli.
“Mana ada nasi goreng manis?” Haryo berkomentar. Dia pikir putranya sedang mencemooh makanan Bina padahal bukan itu maksud Miko.
“Maksudnya yang manis dan lembut itu hidangan sebelum nasi gorengnya yah. Kalau nasi gorengnya enak kok.” Jawabnya jahil. Wajah Bina kembali merah padam. Miko sungguh ingin tertawa tapi di tahan.
“Emangnya kamu makan apa sebelum makan nasi goreng?” Yuli bertanya penasaran.
“Permen, rasa strawberry.” Balas Miko sambil melirik ke arah Bina yang sedang menatapnya penuh kekesalan. Wajahnya memerah dan bibirnya mengerucut, lucu sekali di mata Miko.
***