Part 1

1008 Kata
"Alhamdulillah udah lulus." Fana berucap syukur sambil menatap rapornya yang cukup memuaskan. Dengan begini Fana sangat yakin jika ia bisa masuk ke sekolah menengah pertama yang Fana harapkan. "Ma, aku mau masuk Darmaga," ujar Fana sambil memegang lengan Mamanya. Ros-Ibu Fana hanya bisa menghela napas sambil menatap rapor anaknya. Respon Ros membuat Fana gelisah, apa Mamanya tidak mau ia bersekolah di Darmaga. "Lihat ini." Ros menunjuk nilai Fana dipelajaran agama. "Nilai kamu kurang yang ini Fa, kalau lulus kayaknya susah banget," lanjut Ros sambil menatap anaknya dengan dalam. "Masa gitu sih, test dulu deh." Fana menatap Ros dengan penuh harap. Fana tahu nilainya kurang tapi kan cuman satu nilai aja, pasti bisa lulus. "Udah test dulu, pasti cucu Nenek bisa lulus," ucap Ati-Nenek Fana.  Fana menatap Ati dengan binaran mata yang terpancar, akhirnya ada yang mendukungnya. Fana memang tinggal di rumah nenek, di rumah Fana tinggal dengan nenek, kakek, ayah, mama dan kakak. Fana memiliki kakak bernama Fara, sekarang Kakaknya kelas tiga SMP. Hanya saja Fara tidak lulus di sekolah Darmaga hingga bersekolah di sekolah lain. "Tapi gimana dengan biaya bulanannya? Pasti mahal, sekolah tempat kakak aja ya." Ros memberi pengertian kepada anaknya. Fana cemberut, banyak teman sekolah dasarnya yang hendak ke sekolah Darmaga. Mereka bisa? kenapa Fana tidak bisa? "Akan Ayah usahakan," ucap Mus-Ayah Fana yang sekarang duduk di samping Fana. "Yaudah, nanti test pergi sama Ayah ya." Tidak ada pilihan lain, Ros juga tidak tega melihat Fana yang bersedih. Ros yakin dengan terus berdoa dan berusaha, pasti semua akan berjalan dengan lancar. Fana mengangguk semangat, lalu Fana memeluk Ayahnya erat. Fana janji akan belajar dengan giat dan menjadi orang kantoran nantinya, agar bisa membanggakan kedua orang tuanya. Sekarang tibalah sekolah Darmaga membuka pendaftaran, jadi sekarang Fana dengan Mus sudah berada di depan pagar sekolah. Fana menatap sekolah menengah pertama di depannya dengan senang, lihat sekolah ini sangat besar apalagi dengan semua fasilitas lapangan yang sangat lengkap, sudah bisa di bayangkan di dalam ruangan kelas pasti ada dua AC. Fana menghentakkan kakinya dengan pelan, ia senang dengan sepatu baru yang dibeli di sekolah ini. Mereka semua diberi perlengkapan sekolah dengan lengkap.  "Ayo Yah." Fana memegang tangan Mus dan menariknya ke dalam ruangan aula. Mereka harus mengantri, karena sangat banyak yang juga mendaftar. Sambil menunggu Fana melihat-lihat kesekitaran ruangan Aula ini. Aula sekolah ini aja sangat mewah, warna cat di dinding yang bervariasi membuat Fana kagum. Fana melihat ke arah samping, dan Mus tidak ada. Fana panik ia melihat ke arah depan dan Fana langsung menghela nafas syukur saat melihat Mus yang ternyata sedang membuang sampah. "Ayo," pinta Mus saat sekarang giliran mereka untuk memberikan syarat masuk sekolah. Sudah tiba dihadapan Ibu guru, Mus langsung memberikan semua syarat-syarat yang diminta. "Rapornya ada sedikit nilai yang kurang." Guru itu menunjuk nilai Pai Fana seperti saat Ros menunjuk rapor Fana. "Jadi kalau misalnya haru sabtu nanti pesertanya belum penuh, Bapak bisa kembali lagi hari Sabtu." Fana cemberut, ia tidak suka dengan apa yang guru itu katakan. Kenapa tidak dilewatkan, kan cuman satu nilai saja, Fana sendiri bingung kenapa nilai agamanya bisa seperti itu padahal Fana tidak pernah absen sekolah dan selalu mengerjakan tugas sekolah. "Nggak usah sedih, nanti kita balik lagi pas sabtu," ucap Mus menyemagati anaknya. Fana melirik sekitar, sangat ramai apa ia bisa sempat untuk mendaftar jika sekarang sangat banyak orang-orang yang berdatangan. Hari sabtu kembali dan tepat saat itu Fana dilterima, tapi belum sampai disitu juga Fana harus kembali melakukan tes secara lisan dan ujian. Kali ini Fana ditemani oleh Ros, seluruh test sudah Fana lakukan. Pengumuman lulus pun tidak lama dari itu dikeluarkan. Awalnya Fana sangat khawatir tidak bisa lulus seleksi akibat banyak yang berkata bahwa banyak murid yang bisa lulus dengan cara yang tidak benar.  Fana tetap berpikir positif, kali ini pengumuman lulus akan diumumkan secara online.  "Mana kok nggak bisa sih?" Fara membuka kehalaman web yang diberi oleh sekolah Darmaga. Fana menatap Fara panik. "Kok bisa?" Ros ikut menatap laptop di depannya. "Mungkin Fara nggak tau di mana, ayo kita pergi ke warnet kadang di sana bisa buat sama orang sana." Fana mengangguk ia bersiap-siap setelah siap Fana langsung naik ke depan, yang membawa motor adalah Kakeknya sedangkan Neneknya duduk di belakang. Rupanya apa yang dibilang Ati benar bawah abang warnet bisa membukannya dan syukur Fana bisa lulus dengan posisi nomor sepuluh dari dua ratus siswa, setahu Fana ada empat ratus orang yang mengikuti seleksi, itu berarti ada dua ratus orang yang tidak lulus di sekolah Darmaga. *** Hari pertama sekolah telat tiba, setelah Fana berlibur berbulan-bulan. Fana ke sekolah dengan diantar oleh Denan-kakek Fana. Fana diantar di depan pintu gerbang, ia turun dari motor dan langsung menyalami tangan Denan.  "Jangan nakal, belajar yang benar. Nanti pas pulang Kakek tunggu di situ." Denan menunjuk tepat ke arah sambil tepatnya di dekat pohon.  "Iya Kek," ucap Fana. Kakek Denan memberi senyuman manisnya kepada sang cucu, dan Fana tidak lupa membalas senyuman Denan, setelahnya Fana langsung masuk ke dalam sekolah. Fana senang diantar Denan, menurut Fana Denan adalah kakek terbaik yang ada didunia ini. Keadaan sekolah sudah sangat ramai, Fana melihat kanan kiri bingung harus ke mana sangking luasnya lingkungan sekolah Darmaga. Bukan hanya Fana tapi masih banyak murid yang juga tampak sedang mencari kelasnya. Tidak ada gunanya jika Fana hanya diam terus seperti ini, Fana bertanya kepada salah satu guru. Setelah diberi tahu Fana langsung berjalan ke arah yang diberi tahu oleh guru tersebut, Fana melihat tulisan kelas tujuh bagian dua karena ini kelasnya Fana langsung memasuki kelas. Benar apa yang dibayangkan oleh Fana, ada dua AC yang berada di kelas karena berhubung tidak ada yang menepati Fana langsung duduk di dekat AC. Di rumah Fana hanya menggunakan kipas angin, jadi berada di dekat AC saja Fana sudah sangat bahagia.  Fana kembali meneliti ruangan kelas, dan sangat menajubkan apalagi saat Fana melihat asmaul husnal yang sudah dihias secantik mungkin dan ditempel ke setiap dinding ruangan kelas ini.  Fana melirik ke arah kanan, ia melemparkan senyuman pada anak sebayanya dan tentu anak di sampingnya juga membalas senyumannya, jika tidak di balas Fana pasti akan sangat malu. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN