Perasaan bersalah tentu saja Hasna rasakan. Bagaimana mungkin Hasna bisa menuduh suaminya yang tidak-tidak. Mereka menjalin hubungan suami istri bukan baru setahun atau dua tahun, namun sudah dua puluh tahun. Hasna memang salah jika banyak menonton sinetron dari televisi ataupun melihat postingan story orang lain yang mengumbarkan bagaimana rumah tangga mereka hancur. Perasaan hatinya selalu saja was-was melihat begitu banyak komentar yang menceritakan bagaimana kehidupan rumah tangga mereka yang hancur karena orang ketiga. Jujur saja perasaan was-was selalu menghantui dirinya, Hasna jadi parno sendiri. Padahal Hasna tahu bahwa apa yang dia pikirkan tidaklah mungkin terjadi. Suaminya berubah akhir-akhir ini karena begitu banyak masalah di kantor. Dulu Surya hanya karyawan biasa, sekarang sudah berbeda. Semakin tinggi jabatan maka semakin besar pula tanggung jawab yang menanti.
“Agra mau kemana?” tanya Hasna ketika melihat anak keduanya yang sudah sangat rapi.
“Eh Ibu,” ucapnya kaget. Hasna memang tidak mempermasalahkan tentang anak-anaknya yang sering keluar bermain bersama teman-temannya. Entah kenapa Hasna merasa tenang-tenang saja, mungkin karena Hasna tahu anaknya tidak akan melakukan hal yang tidak baik.
“Mau kemana lo Nak?” tanya Hasna lagi. Agra langsung memberikan senyumnya yang manis. Tanpa sadar ternyata tinggi badan Agra sudah sangat melampaui Hasna dan juga Ayra.
“Mau main keluar Bu…” jawab Agra. Hasna mengangguk paham, “Nanti pulang sebelum makan malam ya!”
Makan malam bersama terasa sangat susah didapatkan. Kadang jika Ayra sudah masuk kuliah, Hasna hanya makan bersama anak bungsunya. Tentu saja Surya sering sekali lembur membuat dia sudah makan di luar, begitupun dengan Agra.
“Kayaknya nggak bisa deh bu,” jawab Agra tidak enak hati. Hasna sedikit memperlihatkan wajah sedihnya. Biasanya apa yang Hasna lakukan mampu untuk membuat Agra mengikuti apa yang dia mau.
“Jangan pasang wajah sedih gitu dong Bu.”
Hasna tidak berhenti memperlihatkannya.
“Iya…Iya!!! Sebelum makan malam Agra udah pulang.”
Hasna tersenyum, Agra memang tidak bisa melihat ibunya bersedih sedikit saja.
Agra menyalami tangan Hasna, kemudian dia keluar rumah. Dia tidak pernah meminta uang saat ingin bermain, padahal Hasna rasa uang mingguannya tidaklah terlalu banyak.
Ternyata sudah pukul lima sore hari. Hasna langsung keluar untuk mencari anak bungsu nya. Biasanya jika tidak dipanggil untuk pulang, maka Abian akan sangat terlambat pulang. Abian biasanya tidak terlalu jauh bermain, biasanya hanya sekitaran kompleks perumahan itu.
“Mau kemana Bu?” tanya salah satu penghuni kompleks kepada Hasna.
“Nyari Abian Bu, ada liat dia nggak Bu?”
“Wah Abian toh, biasanya dia main sepeda si sore-sore gini,” ujar Ibu tersebut. Hasna mengangguk paham. Kebiasaan ibu-ibu jika sudah bertemu maka mereka akan berbincang-bincang terlebih dahulu.
“Yang benar Bu?” ujar Hasna kaget. Tetangga Hasna itu namanya Ningsih. Dia lebih tua dua tahun dari Hasna.
“Iya benar, itu Ayahnya Aksa nggak tinggal di rumah lagi,” jawab Ningsih. Jelas saja Hasna kaget mendengar berita bahwa salah satu tetangga mereka yang cukup terkenal dengan kehidupan mewah dan juga glamor diterpa angin badai. Rumah tangga mereka kacau karena sang istri berselingkuh dengan teman kerjanya sendiri.
“Nggak kasihan apa sama anaknya ya?” ujar Hasna tanpa sadar. Miris sekali mendengarnya, memang rasa bosan dan cinta bisa berkurang terhadap pasangannya. Hanya saja tidakkah mereka bisa bertahan untuk kebahagian anak mereka. Apalagi anak yang masih butuh kasih sayang kedua orang tuanya.
“Orang kalau udah selingkuh gitu mana ingat sama anak toh Bu, mereka tu cuma ingat senang-senangnya aja,” balas Bu Ningsih dengan nada geram. Siapa yang tidak geram mendengar berita begitu.
“Udah ah Bu, saya mau cari anak saya dulu. Nanti suami saya keburu pulang lagi,” ucap Hasna sambil sedikit tertawa. Dia harus segera menyudahi obrolan tersebut karena memang apa yang mereka bicarakan tidak baik. Membicarakan rumah tangga orang lain yang sedang ada masalah, dan tanpa sadar rumah tangga Hasna Pun ada masalah yang tidak diketahui orang lain.
“Iya Bu, kapan-kapan kita ngobrol lagi ya,” balas Bu Ningsih. Hasna hanya membalas dengan tersenyum. Dia mulai berjalan mencari Abian yang entah berada dimana. Sepanjang jalan Hasna berpikir, apa sebenarnya yang membuat orang untuk mengkhianati pasangannya? Apakah karena paras yang tidak elok lagi? atau soal urusan ranjang? atau juga karena perhatian yang sudah menipis?
Begitu banyak hal yang Hasna pikirkan, Dia pun mulai mengoreksi diri. Apakah Hasna sudah maksimal dalam melayani suamiku atau lain sebagainya. Pikiran Hasna buyar ketika melihat Abian yang sedang berlari-lari di lapangan kompleks.
“Abian!!!” panggil Hasna di pinggir lapangan. Ternyata karena asik bermain Abian tidak mendengar panggilan itu. Hasna hanya tertawa melihat tingkah menggemaskan anaknya itu.
“Abian…” panggil ulang Hasna. Abian langsung melihat ke arah Hasna. Dia terlihat begitu semangat untuk mendekat. Kayuhan sepedanya begitu laju untuk ukuran anak-anak seusianya.
“Ibu…!!!” panggil Abian senang.
“Ayo pulang nak,” ucap Hasna. Abian menghentikan laju sepedanya dengan memeras rem tangan pada sepeda. ”Jajan dulu ya bu,” ujar Abian sambil menampilkan raut wajah menggemaskan. Hasna tertawa sambil mengacak rambutnya. Hasna setuju saja membawa Abian jajan, senyum anak-anaknya entah kenapa selalu dapat menyejukkan hati Hasna.
“Jangan beli permen atau coklat ya, nanti sakit gigi lagi.”
Abian memang sering merasakan sakit gigi karena ada beberapa lubang pada gigi belakangnya. Hasna tidak sanggup melihat Abian menangis karena sakit. Ketika Hasna mengobrol soal bagaimana kondisi Abian kepada Ayra, Ayra langsung saja menyuruh untuk mengganti pasta gigi. Dia juga memberikan beberapa opsi, salah satunya untuk mencabut gigi berlubang Abian itu. Tetapi Hasna tidak tega membawa Abian ke rumah sakit.
“Iya Ibu… Cuma beli jajan ciki-ciki doang.”
Mereka berdua berjalan ke toko jajanan yang memang ada di kompleks tersebut. Abian begitu semangat memilih jajanan. Hasna selalu mempatokkan berapa rupiah untuk jajanan anak bungsunya itu. Tidak boleh terlalu banyak dan hanya sekedarnya saja.
Setelah selesai membeli jajanan, Hasna dan Abian langsung saja pulang ke rumah. Hasna juga membelikan beberapa cemilan untuk Ayra. Suasana rumah masih sepi karena Ayra pasti berada di dalam kamar. Hasna langsung saja membantu Abian untuk membersihkan diri.
Begitu banyak kotoran kuning yang menempel pada tangan dan kaki Abian, bahkan di rambut nya juga ada. Hasna menggosoknya dengan lembut akut jika gosokan yang Hasna lakukan dapat membuat anak bungsunya kesakitan.
“Main dimana aja tadi?” tanya Hasna sambil membersihkan tubuh Abian.
“Banyak Bu, Main di tempat Rafi terus ke tempat Zaki baru deh kita ke lapangan.”
“Jangan main jauh-jauh lo nak, apalagi keluar kompleks.” Tentu saja Hasna khawatir karena banyak sekali kejahatan-kejahatan yang terjadi dimana-mana.
“Siap Bu…” jawab Abian sambil memberikan hormat. Hasna tertawa melihatnya.
Suasana malam mulai terasa, jam sudah menunjukan pukul delapan malam. Hasna sudah menyiapkan makan malam dibantu dengan anak sulungnya. Agra belum menampakkan batang hidungnya, begitupun Surya.
“Ayah masih lama pulangnya Bu?” tanya Abian yang tengah berada di ruang keluarga.
“Bentar lagi ko dek,” jawabku. Hasna sudah menghubungi sang suami untuk menanyai lokasinya berada di mana tetapi tidak ada balasan padahal sedang online.
Suara deru mobil membuat Abian langsung saja berdiri dari duduknya. Dia sudah tahu bahwa suara mobil tersebut adalah suara mobil sang Ayah. Hasna hanya melihat dengan senyum cerah. Abian ataupun Ayra memang manja terhadap Ayahnya.
“Ayah…!!!!” teriak Abian heboh.
“Wah anak Ayah belum tidur,” balas Surya sambil menggendong anaknya.
“Udah gede itu Yah! Masih aja di gendong,” celetuk Ayra. Tentu saja di usia Surya yang tidak muda lagi kekuatan fisiknya akan berkurang.
“Biarin,” balas Abian sewot. Surya tertawa sambil menurunkan Abian.
“Lembur terus Yah?” tanya Ayra.
“Iya Kak, banyak masalah di kantor,” jawab Surya sambil mengacak rambut Ayra.
“Ayah ih, jadi berantakan ni…”
Surya hanya tertawa. Dia mengobrol sebentar dengan Ayra ataupun Abian. Sesekali Hasna juga ikut dalam obrolan tersebut.
Setelah dirasa cukup Hasna langsung saja membawa tas Surya ke dalam kamar. Hasna sudah berulang kali mencoba menghubungi Agra, namun tidak ada jawaban. Apakah makan malam kali ini tetap tidak bisa dilaksanakan secara lengkap?.Hasna juga takut Surya tahu kalau Agra belum pulang ke rumah.
“Agra kemana?” tanya Surya saat sudah berada di dalam kamar. Jujur saja Hasna tidak sanggup berbohong.
“Keluar Main sama temannya Mas, tapi bentar lagi pulang kok,” jawab Hasna cepat.
Surya tidak membalas lagi, dia langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Hasna sedikit bernafas lega. Setidaknya tidak ada insiden yang bisa membuat dirinya akan sedih kembali.
Hasna kembali menghubungi Agra, namun Agra hanya menjawab akan segera pulang. Hasna juga tidak bisa memaksa Agra untuk buru-buru pulang karena takut terjadi hal yang tidak diinginkan.
Surya, Ayra serta Abian sudah berada di meja makan.
“Ini Ayah yang bawa ya?” tanya Hasna ketika melihat ada makanan kesukaan anak-anaknya.
“Iya, tadi kan Ayah udah janji sama anak-anak,” jawab Mas Surya. Hasna tersenyum melihat interaksi ayah dan anak tersebut.
“Agra belum balik juga?” tanya Surya.
“Be-belum Mas,”balasku takut. Dalam hati Hasna tidak henti-hentinya berdoa agar Agra segera sampai ke rumah.
“Nggak usah ditunggu… Ayra mau belajar kan? Abian juga udah ngantuk,” ujar Surya lagi. Dia mulai membuka piring yang posisinya di atur ke bawah. Hasna langsung saja mengambilkan nasi dan juga lauk pauk yang sudah dimasak. Kedua anaknya juga melakukan hal yang sama karena Hasna selalu mengajarkan mereka untuk mandiri.
Sesekali suasana cair dengan celoteh Abian. Hasna hanya menikmatinya saja. Jika nanti ada hal yang tidak Hasna inginkan terjadi maka itu urusan nanti.
Suasana rumah sudah sepi karena anak-anak sudah masuk ke dalam kamar masing-masing. Hasna juga sudah menemani Abian sampai tidur.
“Mas nggak tidur?” tanya Hasna ketika melihat Surya masih berada di ruang keluarga. Dia masih membuka laptop dan entah pekerjaan apa yang dikerjakannya.
“Anak kamu selalu pulang malam kayak gini?” tanyanya dengan nada dingin. Biasanya Agra tidak pernah pulang selarut ini, jam sembilan dia sudah berada di rumah, tetapi kenapa jam sepuluh lebih Agra belum sampai juga. Perasaan Hasna juga tidak tentu arah, rasa khawatir lebih mendominasi.
“Anak kamu juga Mas,” balas Hasna tidak suka. Ketika kelakuan anak-anak tidak baik pasti saja Surya akan mengatakan anak Hasna anak Hasna. Hasna terlalu malas untuk membahas hal tersebut, tetapi bagaimana perasaan anak jika mendengar perkataan tersebut. Hasna tidak mau anak-anaknya menjadi sedih karena ayahnya sendiri.
“Kamu di rumah dua puluh empat Jam Hasna, tidak bisakah kamu mendidik dia?”
“Mas!!! Kamu selalu menyalahkan aku. Emang kamu ada waktu sedikit aja untuk anak-anak. Kamu selalu sibuk dan pulang malam,” ujar Hasna sudah tidak bisa menahan diri lagi.
“Aku kerja Hasna, kamu ngerti Aku kerja? Kamu kira kuliah Ayra nggak mahal? Belum lagi tahun ini Agra bakal masuk kuliah. Kamu masih nuntut waktu sama aku?” Surya langsung menutup laptop nya dengan keras sehingga mengeluarkan bunyi.
“Bu-bukan gitu maksud Aku Mas…”
“Jadi maksud kamu apa? Kamu nggak pernah ngerti Aku Na, malah kamu nuduh aku selingkuh. Otak kamu dimana? Hubungan kalau nggak ada lagi rasa saling percaya bakalan mudah hancur. Paham kamu?”
Hasna langsung terdiam. Bagaimana pikiran Hasna tidak kemana-mana jika kelakuan dari Surya sangat mencurigakan.
“Bukan gi-“
“Assalamu’alaikum!”
Mas Surya langsung saja berdiri, dia menatap tajam anak kedua nya itu, “Wah udah merasa jago Kamu ya?”
Agra terdiam. Dia juga kaget melihat ayah dan ibunya berada di ruang keluarga.
“Anak siapa kamu? Udah ngerokok pula. Mau jadi apa kamu Ga?” bentak Surya keras. Dia mencium ada bau rokok dari tubuh anaknya itu.
“Aku bilang Aku nggak ngerokok Ayah juga nggak akan percaya,” balas Agra.
Hasna jadi takut sendiri. Hasna tidak mau jika Agra dipukul oleh ayahnya sendiri.
“Ayah nggak bodoh Agra, Ayah masih bisa bedain mana bau rokok mana bau parfum.”
“Terserah mau mikir gimana. Aku bukan anak kecil lagi Yah,” balas Agra menantang.
Hasna memejamkan matanya.
“Ngelawan kamu sama Ayah? Apa ini yang diajarin sama Ibumu di rumah! Iya?”
“Jangan nyalahin Ibu!!! Harusnya Ayah mikir, apa udah jadi Ayah yang baik atau malah sebaliknya.”
“Udah Gra jangan jawah lagi, minta maaf sama Ayah ya!” ujar Hasna dengan nada bergetar. Matanya juga sudah memerah.
“Aku nggak akan mau minta maaf, Aku nggak salah apa-apa Bu…”
Plak…
“Mas hiks!” teriak Hasna histeris.
“Anak kurang ajar kamu ya!” bentak Surya keras.
Hasna mencoba melindungi Agra agar tidak di tampar lagi. Agra malah sebaliknya, dia menantang Ayahnya. Entah apa yang terjadi dengan Agra.
“Tampar lagi Yah? Tampar sampai puas!!!”
“Mas udah Mas, jangan tampar lagi hiks,” lerai Hasna. Dia sudah menangis karena tidak sanggup melihatnya lagi.
“Gra minta maaf sama Ayah, Ibu mohon nak. Jangan kayak gini.”
Agra hanya diam, dia langsung pergi masuk ke dalam kamar.
“Jangan kasih dia makan sampai dia sadar apa yang dilakukannya salah,” ujar Surya dengan suara keras.
Hasna hanya terdiam karena tidak tahu harus melakukan apa. Dia melihat sang suami masuk ke dalam kamar. Hasna hanya bisa terduduk sambil menangis.
Dibalik itu Ayra langsung keluar kamar. Dia mengambil sesuatu dari dapur dan mengetuk pintu kamar Agra.
“Gra buka pintunya, ini Kakak,” ujar pelan Ayra.
Agra langsung membuka pintu.
“Kenapa?” tanya Agra cuek.
“Jangan kayak tadi lagi, kalau salah apa salahnya minta maaf.”
“Kakak nggak tahu apa-apa jadi nggak usah ikut campur,” balas Agra datar.
“Kalau kamu berantem sama Ayah tanpa buat ibu nangis maka kakak nggak akan ikut campur, tapi karena tindakan kamu itu Ibu jadi nangis. Ayah pikir Ibu nggak bener didik anaknya, paham kamu?” ujar Ayra serius.
“Udahlah, keluar aja sana. Kakak memang anak Ayah.”
Agra membaringkan tubuhnya di tempat tidur.
“Kamu juga anak Ayah, kalau salah minta maaf bukan malah nantang. Kakak rasa kamu udah dewasa. Pipi kamu kompres pake air dingin.”
Ayra meletakkan semangkuk es dan juga handuk kecil di atas meja belajar Agra. Dia langsung keluar.