ANAK EMAS

820 Kata
Saat Kartika pulang Sundari sudah menunggu dengan cemas. Ia pun langsung menyambut kedatangan Kartika. "Kau tidak apa-apa kan?"tanyanya. " Tidak, Bu. Aku hanya lelah." Sundari menatap Kartika dan seketika ia pun tau bahwa ada sesuatu yang terjadi. "Katakan pada Ibu," kata Sundari. Kartika pun mulai terisak dan perlahan ia menceritakan semua yang telah terjadi kepadanya. Sundari tentu saja merasa kaget bukan main saat mendengar cerita Kartika. "Sania memang kelewatan, Ibu akan menegurnya." "Tidak perlu, bu. Aku takut jika nanti Mami Sania bertambah marah dan menghukum aku lagi, Bu." Sundari menghela napas panjang, apa yang dikatakan oleh Kartika benar. Jika ia menegur Sania, bisa-bisa Kartika kembali di perlakuan tidak baik. "Ya sudahlah kalau begitu kau kembali ke kamarmu dan beristirahat, ya." "Iya, Bu." Kartika pun melangkah dan berniat untuk kembali ke kamarnya. Namun saat ia baru saja hendak mengetuk pintu... "Enak sekali dia, padahal dia kemari bersama kita. Pasti dia itu sudah memakai pelet. Liat saja, tamu yang datang padanya itu selalu memberi dia tips yang banyak. Sedangkan kita? Dia itu kan di pindahkan kemari bersama kita karena Mami Sania mendapatkan gadis yang jauh lebih cantik dari pada dia. Coba kalau tidak, pasti dia masih di sana." Terdengar suara Wendah dengan nada yang tidak enak di dengar. "Kalian berdua aja yang terlalu polos. Aku yakin, dia itu hanya menjual cerita sedih. Pura-pura di jual sama Ibunya, mana ada Ibu yang tega jual anaknya sendiri. Kalo bapak sih masih mungkin ya, nggak ngerasa sih bagaimana sakitnya melahirkan. Itu makanya kemarin aku kurang suka melihatnya, sok cantik banget." Kartika ingat, kemarin ada yang membentak mereka. Dan, kini wanita itu sedang menghasut teman-temannya. Dan, parahnya Wendah dan Ayu ikut terhasut. "Iya teh Dea. Dia memang keliatan polos. Tapi, ternyata dia begitu ya. Pintar mencari muka, penjilat," kata Ayu. Kartika merasa tidak sanggup lagi untuk mendengar perkataan Wendah dan Ayu. Ia pun mengurungkan niatnya untuk menemui kedua temannya dan bergegas kembali. Sundari yang melihat ekspresi kesedihan di wajah Kartika langsung bergegas menghampiri. "Ada apa, nak?" tanya Sundari. Dengan terbata-bata Kartika pun menceritakan apa yang baru saja ia dengar. Sundari menghela napas. Ia tau, pasti hal itu akan terjadi. Di tempat seperti ini, yang namanya iri dan dengki itu sudah biasa. Bagi Sundari yang sudah banyak makan asam garam tentu tidak akan jadi masalah. Tapi, bagi Kartika hal itu tentu hal yang baru untuknya. "Kau beristirahat saja di kamar ibu kalau begitu, nanti sore saat hendak bekerja baru kau kembali ke kamarmu dan pura-pura tidak terjadi apapun." Kartika mengangguk dan menuruti perkataan Sundari. Sore harinya, Kartika langsung kembali ke kamarnya untuk berdandan dan mengganti pakaian. "Wah, yang dapat booking full, enak bener ya," sindir Wendah. "Iya ni, sombongnya yang jadi primadona." Kartika menghela napas panjang, lalu menoleh pada Wendah dan Ayu. "Kalau kalian nggak tau, nggak usah sok tau. Kalian pikir enak? Kalian nggak berada di posisiku! Aku ceritakan pun pastinya kalian tidak akan percaya. Jadi, buat apa juga aku menjelaskan kepada kalian?" jawab Kartika dengan berani. Wendah dan Ayu hanya terdiam sambil mendelik sebal pada Kartika. Malam harinya, Kartika duduk sedikit menjauh dari kawan yang lainnya. Hal itu membuat Marini merasa sedikit heran. Ia pun akhirnya mendekat dan menyapa Kartika. "Kau ada masalah?" tanyanya. Kartika menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, Mbak. Aku hanya tidak enak badan." "Kenapa tidak bilang Mami? Jika kau bicara Mami Sundari pasti mengizinkan kok, untuk kau beristirahat dan tidak masuk." "Nggak apa-apa, Mbak. Aku pasti akan baik-baik saja." Tak lama kemudian, Sundari masuk ke dalam ruangan kaca dan memanggil Kartika. "Ada tamu yang mau di room esklusif," kata Sundari. Kartika sudah mengerti bahwa ruangan esklusif itu adalah room karaoke yang dilengkapi kamar tidur, sehingga tamu bisa bebas melakukan apa saja kepada gadis yang dibookingnya. Kartika hanya menganggukkan kepalanya dan langsung mengikuti langkah Sundari. Di dalam ruangan telah menunggu seorang lelaki yang masih muda, cukup tampan dan gagah. Lelaki itu langsung tersenyum pada Kartika. "Kamu cantik sekali. Aku tadi melihat dari kaca show room. Kau yang paling cantik. Oya, namaku Rudi. Kau?" "Kartika." Merasa sudah keburu nafsu, Rudi pun langsung menyerang Kartika dengan ciuman-ciuman sambil meremas d**a Kartika yang padat berisi. Kartika hanya bisa pasrah dan diam saat Rudi membawanya ke dalam kamar yang ada di ruangan itu dan membaringkannya di atas ranjang. Tak sabar lagi, Rudi langsung menarik gaun yang dikenakan oleh Kartika dan dalam waktu sekejab, Kartika sudah dalam kondisi polos tanpa sehelai benangpun. Dan, tangan lelaki itupun dengan leluasa menjamah seluruh tubuh mulus Kartika. Sementara Kartika hanya bisa pasrah menerima dan melayani kemauan tamunya. Dalam hati, ia meraasa sangat terhina dan merasa jika dirinya begitu kotor. Tapi, apa daya ... semuanya sudah terjadi dan Kartika tidak dapat mengelak. Jika sang waktu bisa diputar tentu dia tidak akan pernah mau mengikuti ke mana ibunya membawa ke rumah Sania. Jika ia tau akan dijadikan wanita penghibur, mungkin saat ayahnya meninggal dia akan pergi sejauh mungkin dari rumah. Tapi, apalah daya ia hanya manusia biasa yang tidak bisa memutar waktu dan menolak takdir.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN