Marah sekaligus malu, saat ini yang aku rasakan. Bagaimana bisa ibuku, menuntut ganti rugi atas uang pernikahan aku dan almarhumah Riana.
Bahkan kedua orang tuaku tak mengeluarkan uang sepeserpun untuk biaya pernikahan kami.
Aku lakukan Mobilku membelah jalanan kota Malang, tujuanku adalah daerah Batu, Malang rumah kedua orang tuaku. Membutuhkan waktu kurang lebih satu jam untuk sampai kesana.
Tok ... tok
"Assalamualaikum, Bu!" teriakku.
"Wa'alaikumsalam!" Jawaban dari dalam. Terdengar suara adik perempuanku menjawab salamku.
Ceklek
"Eh kak Jovan, masuk Kak! tumben datang gak ngasih kabar dulu?" Cerca adikku.
"Mana Ibu?" tanyaku singkat. Malas rasanya berbasa-basi dengan keluargaku sendiri.
Mereka sama saja bermuka dua. Setali tiga uang dengan ibu, adik perempuanku ini juga selalu merongrong almarhumah Riana.
"Ibu, ada di belakang." jawab Nira.
Aku langsung beranjak menuju dapur, untuk mencari sosok wanita yang aku sebut ibu. Sosok yang katanya melahirkan diriku ke dunia ini, namun aku tak pernah merasakan kasih sayang selayaknya seorang anak darinya.
Aku menemukan sosoknya sedang duduk di samping ayahku. Mereka berdua melirik ke arahku.
"Kenapa Ibu tega melakukan ini kepada Riana?" bentakku. Tak ada lagi rasa hormatku hanya ada rasa amarah yang ingin aku tumpahkan.
"Dasar anak durhaka, datang-datang cuma bikin kegaduhan! kamu tidak lihat ayahmu sedang sakit?" hardik wanita itu.
"Aku marah karena ulah Ibu, kenapa Ibu meminta ganti rugi atas biaya pernikahanku? padahal kalian tidak mengeluarkan uang sepeserpun atas pernikahanku." cercaku lagi.
Ibu hanya tersenyum sinis.
"Heh Jovan! Asal kamu tahu, ini semua salahmu memilih wanita yang tidak ibu pilihkan, seharusnya kamu menikah dengan Devi anak juragan Bandi-pemilik perkebunan Apel- terkaya di Kota Batu Malang."
"Bu, ibu kan tahu sendiri bagaimana wajah Devi, bahkan giginya saja maju satu meter dari mulutnya." muak rasanya jika mengingat pertemuan pertama dengan Si Devi.
"Halah, masalah gigi kan bisa operasi plastik Jovan, Devi orang kaya kok." jawab Ibu.
"Sudahlah Bu, aku kesini ingin membahas perihal kenapa ibu meminta ganti rugi atas acara pernikahanku dengan almarhumah Riana?" murkaku sudah tak tertahankan.
"Hei, anak durhaka jika kamu menikah dengan Devi tentu ibu dan adikmu tidak akan hidup kekurangan, uang sepuluh juta saja kamu berani membentak ibu!" balas ibu.
"Bu Stop, Cukup! sudah aku katakan aku tidak mencintai Devi!"
"Heh, Cinta? untuk apa kamu bilang cinta, Padahal kamu sendiri menghianati Riana bukan?" Cerca ibuku.
Deg
"Bagaimana Ibu tahu?"
"Jovan ... Jovan kamu itu seperti ayahmu yang mata keranjang ini, sama-sama tukang selingkuh" bentak ibu sambil menoyor kepala Ayah.
"Bu!" bentakku. Berani sekali ibu memperlakukan ayahku yang sedang tak berdaya seperti itu.
"Asal kamu tahu Jovan, Kamu bukanlah anak kandungku, kamu adalah anak selingkuhan ayahmu!"
Duarr ...
Kata-kata ibu menyayat hatiku.
"Bu ... B B Bu Su ... su ... dah c c cu ... kup" ayahku akhirnya bersuara.
Padahal sudah selama tujuh tahun ayah mengalami stroke dan tidak bisa berbicara.
"A ... yah bisa bicara?" wajah ibu mendadak pucat pasi.
Aneh sekali sikap ibu, dia sangat ketakutan saat melihat ayah bisa berbicara. Bukankah seharusnya dia senang.
"Cu ... kup Tan ... ti, kamu tidak perlu mengatakan kebohongan lagi!" bicara ayah sudah mulai lancar.
"Ayah ini ngomong apa sih ? Ibu nggak ngerti?" Ibu mulai panik.
"Sebenarnya ada apa,Yah?" cercaku.
"Kamu memang bukan anak kandung Tanti, Jovan Ibumu adalah Sarah istri pertama Ayah." terang Ayah.
"Sarah? Istri pertama?" tanyaku semakin penasaran.
"Yah Jovan, Tanti adalah istri kedua Ayah, dan asal kamu tahu Sarah Ibumu, dibunuh olehnya."
Duar
Kebenaran yang membuat hatiku sakit dan bertambah murka kepada wanita yang selama ini aku panggil Ibu.