Edo Sakit

954 Kata
"Papah ... liat Edo, Pah!" Fanya berhambur kearahku saat aku baru turun dari mobil. "Kenapa sayang, Eyang sama Pakde kemana?" tanyaku. "Pakde sama Eyang ada di kamar Edo juga." Aku bergegas ke kamar Edo. Di samping Edo sudah ada Ibu mertuaku yang mengoleskan minyak kayu putih. Padahal baru dua jam aku meninggalkan Edo, tadinya dia baik-baik saja. Tapi sekarang bahkan dia sudah tidak sadarkan diri. "Maaf Bu, Mas, apa yang terjadi kepada Edo?" cercaku. Ibu hanya menangis histeris. "Jovan, tadi Edo teriak-teriak memanggil Riana, dan setelah itu dia seperti ketakutan dan menangis histeris lalu pingsan." terang ibuku. "Riana?" seakan sejuta tanya ingin aku tanyakan kepada mereka. "Iya Pah, tadi Edo menangis histeris katanya melihat Mamah, berdiri di depan kamar Edo." terang Atik. "Bagaimana bisa, Bu?" tanyaku lagi. "Mamah ... hiks ... hiks Mamah!" teriak Edo mengagetkan kami. "Edo, sayang sudah cup ... cup, Ada papah disini Sayang!" Aku mendekat kearah Edo. Mata Edo melotot seperti melihat sesuatu. "Haha ... haha Mamah, kenapa terbang-terbang, Edo ikut, Mah!" teriak Edo sambil menunjuk kearah atas. Semua orang disitu sontak terdiam. 'Ya Allah ada apa dengan anakku?' batinku. "Papah, kenapa Papah jahat sama Mamah, tadi Edo lihat Mamah, nangis saat Edo tanya katanya Papah jahat?" Teriak Edo kearahku. Ibu, Mas Danu, Atik dan Fanya sontak semua menoleh kearahku. "Maksudnya bagaimana Edo?" tanyaku. Meski ketar-ketir rahasiaku akan terungkap di hadapan ketiga anakku. "Hiks ... hiks Kenapa Papah jahat sama Mamah? tadi Mamah nangis, Pah!" "Hus sayang sudah ... sudah ada nenek disini, Nanti kalau Papah jahat biar Nenek marahin, sekarang Edo tenang ya!" ucap ibu sambil terus menangkan Edo. Pandangan Edo kosong, dia seperti bukan menjadi dirinya. Badannya pun demam. "Bu, bagaimana jika Edo di bawa ke rumah sakit saja." saran Mas Danu. "Iya Dan, ibu setuju siapa tahu Edo perlu pendampingan dari dokter." "Tapi, jika Edo di bawa ke rumah sakit bagaimana dengan biayanya?" tanyaku. Mas Danu hanya melotot kearahku. "Bukankah kamu seorang pengacara Jovan, Apa sampai sebegitu miskinnya hingga kamu tak memiliki uang untuk membawa anakmu kerumah sakit?" "Bu ... bukan be ... gi ... tu, Mas," jawabku gugup. Aku hanya memiliki uang lima puluh juta, sekarang rencananya uang itu ingin aku gunakan untuk menggugurkan kandungan Nita. "Apa kamu belum puas melihat Riana meninggal, hingga kamu lebih rela melihat Edo meninggal dari pada mengeluarkan uang untuk biayanya kerumah sakit?" Ucap ibu mertua dengan sinis. Aku hanya menunduk, malu rasanya. Tujuanku baik bukan? aku tidak ingin memperoleh anak dari Nita. Karena jika aku memiliki anak dari Nita maka kasih sayangku akan terbagi. "Kamu memang keterlaluan Jovan, ini untuk anakmu, darah dagingmu, tidak kah kamu kasihan melihat kondisi Edo? jika kamu tidak ingin membawanya ke rumah sakit biar aku saja yang membawanya." Murka Mas Danu. Dia lalu merebut Edo dari pelukanku. Aku menolaknya. "Biar aku saja, Mas, tolong jaga Fanya dan Atik juga!" perintahku. "Tidak kamu perintah, aku akan selalu menjaga keponakanku!" kata Mas Danu sinis. "Jovan, Ibu ikut!" seru ibu. Aku lalu membopong tubuh Edo. Wajah Edo sangat pucat, Senyum yang selalu terpancar di wajah chubby nya, kini tak terlihat. "Maafkan Papah, Edo! papah mohon kamu cepat sembuh, Ya!" Aku melajukan mobilku dengan kecepatan tinggi. Hingga hanya dibutuhkan lima belas menit untuk sampai di rumah sakit terdekat. Aku langsung membawa Edo ke IGD, agar langsung mendapat penanganan. "Bu, Jovan urus administrasi dulu ya, Tolong jaga Edo sebentar!" "Iya." jawab ibu singkat. Wanita paruh baya itu, sepertinya belum sepenuhnya memaafkanku. Tapi biarlah, toh beliau masih mau merawat cucunya. Aku keruang pendaftaran, guna mengurus administrasi. "Pasien atas nama siapa, Pak?" "Edo Prayoga, Bu!" "Usia?" "14 tahun." Semua pertanyaan mengenai data diri Edo. Setelah selesai mengurus administrasi, aku kembali keruangan IGD. Edo sedang di periksa oleh perawat. Tak lama dokter pun datang, dan memeriksa kondisi Edo. "Bagaimana kondisi Edo, dok?" tanyaku cemas. "Anak bapak mengalami dehidrasi akut, mungkin dia sudah tidak makan dan minum selama beberapa hari." terang dokter. Hal itu membuatku terkejut, salahku memang kenapa tidak memikirkan kondisi ketiga anakku?. "Lalu sebaiknya bagaimana, Dok?" "Untuk sementara di observasi dulu, Pak, karena sudah sampai demam kemungkinan ada infeksi pencernaan." "Baiklah, Dok tolong berikan yang terbaik untuk anak saya." "Tentu, Pak, kami akan melakukan hal yang terbaik untuk putra, Bapak." Setelah selesai memasang berbagai perlengkapan medis di tubuh Edo, dokter pun pergi. Aku menghampiri ibu mertuaku di luar ruang IGD. "Bagaimana keadaan Edo, Van?" tanya ibu mertuaku. Mata senjanya bengkak karena terlalu lama menangis. "Edo dehidrasi, Bu, katanya sudah beberapa hari tidak makan dan minum." "Ya Allah Edo, padahal setiap hari selalu ibu siapkan makanan untuk ketiga cucuku, kok bisa sampai dehidrasi?" "Jovan juga tidak tahu, Bu." Tring ... tring Suara ponselku berbunyi. 'Mas Danu?, untuk apa dia meneleponku ?' "Hallo, Mas, Ada apa Mas?" "Bagaimana kondisi Edo?" tanyanya masih dengan gaya ketusnya. Mungkin masih dia masih marah. "Edo infeksi pencernaan, Mas, dehidrasi karena sudah tidak makan beberapa hari?" "Bagaimana bisa Jovan? bukankah Ibu selalu menyiapkan makan untuk Edo?" Berbagai pertanyaan pun mengiang di benakku. Ibu mertua adalah nenek yang sangat baik, tidak mungkin jika sampai tidak memperhatikan makan Edo. Tapi sekarang keadaan Edo malah seperti ini apa Edo membuang makanannya? "Hallo Jovan!" teriak Mas Danu dari sebrang, mengagetkanku. "I ... iya mas." "Sekarang kamu fokuslah merawat Edo, biar Atik dan Fanya, Aku dan Bapak yang jaga." terang Mas Danu, aku merasa beruntung karena keluarga Riana begitu peduli dengan kami. "Baiklah, Mas, terima kasih sebelumnya." "Hem." "Assalamualaikum!" "wa'alaikumsalam!" Aku tutup teleponnya. Dan berjalan kearah Ibu. "Danu menghubungimu, Jovan?" Tanya ibu. Aku hanya mengangguk. "Jovan, Asal kamu tahu, Danu, sangat menyayangi adiknya Riana, Dulu saat Riana sakit maka Danu yang akan menjaga Riana." Aku mendengarkan secara seksama. "Saat kamu datang melamar Riana, orang pertama kali mendukung adalah Danu, karena dia sangat yakin jika kamu lelaki yang baik.Tapi saat kamu menghianati pernikahanmu dan Riana,"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN