Klik! Telepon ditutup. Ponselku dibongkar. Kartu selularku dihancurkan jadi 2. Lalu ponselku dilempar ke kasur. Tepat di sebelahku. Kemudian, sidang keduaku dimulai lagi oleh hakim Airlangga. Boleh gak Kak aku hirup masker oksigen dulu? Aku sesak napas, Kak. Gak sanggup melihat wajahmu yang sudah seseram wajah monster. Dua alis tebalnya mengkerut dan bibir tipisnya mengerucut. Mata iris coklatnya berapi-api. Seolah akan membakarku hidup-hidup. “Bisa kamu jelaskan semuanya, Nyonya?” pertanyaan pertamanya yang membuatku bingung harus menjawab dari mana. “Darimana dia tahu nomormu, Dek Abel?” lanjutnya yang membuatku menyusun kata-kata. “A aku ju juga tidak ta tahu, Kak. Tapi, kupikir dia pasti melihatnya dari…buku wisudaku,” jawabku terbata. Aku menunduk tanpa berani melih