“Masuklah, Vanilla.” Izzy mempersilahkan wanita muda itu masuk.
Izzy sudah sejak tadi berada di mansion Arvy untuk menunggu kedatangan Vanilla.
“Terima kasih, Aunty,” sahut Vanilla tersenyum dan menarik kopernya.
Lalu Izzy mengantar Vanilla ke kamarnya yang berada persis di sebelah kamar Arvy.
Arvy belum tahu tentang kedatangan Vanilla dan nanti Izzy lah yang akan mengatakannya pada putranya yang cukup keras kepala itu.
“Dia sedang istirahat?” Vanilla bertanya dengan suara pelan.
“Dia di kamar.” Izzy dan Vanilla masuk ke sebuah kamar yang akan ditempati oleh Vanilla selama wanita itu tinggal di sana.
“Ini kamarmu. Ada pintu penghubung dengan kamar Arvy di sana.” Izzy menunjuk ke arah pintu yang ada di dalam kamar Vanilla.
“Ya, Aunty.” Vanilla mengangguk sembari mengedarkan pandangannya ke dalam kamar megah itu.
“Aku akan bicara pada Arvy dulu dan kau tunggu di sini,” kata Izzy tersenyum.
Vanilla mengangguk sembari tersenyum.
Izzy beranjak pergi dari hadapan Vanilla dan masuk ke kamar Arvy.
*
“Tidak!! Aku tak mau dia ada di sini, Mom!” Arvy membentak dengan nada dingin.
Izzy lalu memeluk putra sulungnya itu.
“Lakukan ini demi Mommy, Arvy. Mommy sudah menceritakan kejadian yang dialaminya sebelum kecelakaan itu terjadi, bukan? Dan dia wanita yang baik. Dia sampai harus berhenti dari pekerjaannya agar bisa merawatmu.” Izzy mencoba menenangkan sang putra dengan suara lembutnya.
“Aku tak butuh bantuannya dan aku sudah melupakan hal itu. Aku masih bisa melakukan semuaya sendirian. Aku tak suka dianggap lemah dan aku tak suka dikasihani, Mom. Beri saja dia uang jika dia tak mau pergi dari sini. Mungkin dia menginginkan hal itu dari kita.” Arvy tetap keberatan dan tak menerima kehadiran Vanilla.
Vanilla yang berdiri di dekat pintu mendengar semua yang dikatakan oleh Arvy.
Ia ingin masuk dan berbicara pada Arvy, tapi Vanilla tahu bahwa itu justru akan memperkeruh suasana.
“Arvy, please, jangan keras kepala dan terima dia di sini untuk membantumu.” Izzy memohon.
Arvy terdiam lama hingga akhirnya Vanilla masuk dan berdiri di dekat ranjang Arvy.
“Aku tak akan pergi sekalipun kau memberiku uang banyak, Tuan. Aku hanya ingin bertanggung jawab atas semua ini,” ucap Vanilla tegas.
Arvy tertawa sinis mendengar hal itu.
“Entah mengapa aku merasa kau sengaja memaksa untuk tinggal di sini untuk alasan lain. Katakan berapa yang kau mau?”
“Arvy!” bentak Izzy akhirnya.
Dan Arvy masih terlihat kesal, sedangkan Vanilla mencoba bersikap tenang terhadap sikap sinis Arvy padanya.
*
*
Setelah cukup lama membujuk Arvy, Izzy pun akhirnya pulang dan meninggalkan Vanilla di sana.
Arvy masih bersikap buruk pada Vanilla karena dia menganggap Vanilla seakan memiliki tujuan tertentu dengan memaksa tinggal di sana meskipun Arvy tak mempermasalahkan lagi tentang kecelakaan itu.
"Kau ingin makan di sini atau di ruang makan?" Vanilla bertanya dengan suara halusnya yang tenang.
Arvy tak menjawab dan hanya duduk di depan pintu balkon yang terbuka.
"Baiklah, aku akan ambilkan makananmu ke sini saja," kata Vanilla lagi.
Arvy tetap diam dan dia sangat muak mendengar suara Vanilla.
Lalu Vanilla keluar dari kamar dan menuju ruang makan.
"Sialan!!" umpat Arvy kesal.
Tak lama kemudian, Vanilla kembali ke kamar Arvy dengan membawa nampan berisi makanan dan jus buah.
Vanilla meletakkan makanan itu di meja yang ada di depan Arvy.
"Aku akan menyuapimu.” Vanilla mulai menyendokkan sup lalu mengarahkannya ke mulut Arvy.
Arvy yang melihat bayangan itu, langsung menepis tangan Vanilla hingga membuat sendok itu jatuh terpental dan sup nya tumpah mengenai baju Arvy.
Vanilla masih bisa mengerti hal ini dan bersabar menghadapi sikap Arvy. Vanilla mengambil tisu dan membersihkan baju Arvy.
Arvy menepis kembali tangan Vanilla hingga membuat Vanilla hampir terjatuh dari kursinya.
"Don't touch me!!!" Arvy membentak dengan nada suara yang dingin.
"Aku tak bisa. Aku akan tetap melayanimu.” Vanilla tak akan mundur hanya karena sikap dingin Arvy.
"Kau benar-benar keras kepala. Jika kau mau tinggal di sini, terserah!! Tapi jangan menggangguku!!!" Arvy marah dan pria itu kemudian beranjak berdiri.
Karena belum terbiasa dengan keseimbangan, membuat tubuh Arvy hampir jatuh hingga Vanilla memengang lengannya untuk menahan tubuhnya.
Tapi justru Arvy menghempaskan tubuh Vanilla dan membuat wanita itu terjatuh. Vanilla tak berteriak sama sekali dan langsung beranjak bangun.
"DON'T TOUCH ME!!" Arvy berteriak kesal lalu pria itu berjalan hanya mengandalkan insting dan cahaya saja meskipun beberapa kali hampir tersandung.
Vanilla marah? Tidak, Vanilla justru mengikutinya dari belakang hingga pria itu duduk di atas ranjang.