Sesuai ucapan Lovarie kemarin, Auriga memang mendapat akses di meja paling depan dan dekat panggung. Cornelius Café rupanya kafe yang digandrungi banyak kawula muda. Bergaya modern dan khas London, dengan banyak remaja berwajah Eropa. Pemandangan yang Lovarie dan Auriga tidak pernah lihat di Indonesia.
Beberapa orang menyapa Lovarie, sedangkan Auriga hanya mengangguk dan menyumbang senyum tipis. Jensen memang vokalis yang cukup dikenal karena sering manggung dari tempat ke tempat dengan band-nya. Tak heran jika lelaki itu memiliki fans.
Auriga menyeruput teh hangatnya. Di mana pun, Auriga memang minum teh hangat. Berbeda dengan Lovarie yang mudah terbawa keadaan. Dia tidak stabil pada pilihannya. Memang hal sepele, tetapi bagi Auriga yang cukup memahami sifat manusia, Lovarie termasuk tipikal plinplan.
"Hi, Lova! Long time no see! Hai, Lova! Lama tidak berjumpa!" sapa seorang gadis yang tiba-tiba mengambil posisi duduk di sebelah Auriga.
Lovarie tersenyum lebar. "Cayanne, I miss you! Satisfied with your holiday? Cayanne, aku rindu kamu! Sudah puas dengan liburanmu?"
Auriga hanya memperhatikan gadis di sebelahnya itu. Tubuh Cayanne cukup pendek, tetapi ramping. Rambut cokelat tuanya dibiarkan digerai sebahu. Penampilan Cayanne bisa dibilang sangat girly, lain dengan Lovarie yang netral—dalam arti tidak terlalu feminin.
"That's incredible! By the way, who's this guy? Itu luar biasa! Ngomong-ngomong, siapa laki-laki ini?" tanya Cayanne sembari menunjuk Auriga yang hanya diam sambil bersedekap d**a.
Tatkala Lovarie memberi kode untuk memperkenalkan diri sendiri, Auriga justru menatapnya. Lovarie mengernyit, tetapi tetap berkata, "He's Auriga, my new neighbor from Indonesia. Dia Auriga, tetangga baruku dari Indonesia. Ga, ini Cayanne, temen sekelas gue sama Jensen waktu SMA."
Kepala Auriga mengangguk sekilas pada Cayanne yang menatapnya dengan pandangan aneh. "Oh, nice to meet you. Oh, senang bertemu denganmu," kata Cayanne.
"Too."
Balasan singkat Auriga membuat meja itu sedikit canggung. Untung saja Jensen menyelamatkan mereka. Dia naik ke panggung dan duduk di kursi yang tersedia. Ada lima anggota band yang diberi nama 'To-Gather'. Satu sebagai vokalis, yaitu Jensen sendiri, satu drummer, satu pemain piano, serta dua orang lain masing-masing memegang gitar dan bas.
Sorakan terdengar riuh. Memang, Auriga akui, belum juga bernyanyi, aura bintang Jensen sudah keluar. Lelaki berambut pirang itu tampak gagah dengan jaket kulit dan setelan hitamnya.
Ketika Auriga kira Lovarie yang akan bersorak heboh, dia salah. Sebab Cayanne-lah yang teriak paling kencang. Dahinya mengernyit. Wah, suspected. Pasti ada sesuatu. Namun, bukan berarti Lovarie diam saja. Gadis itu juga menyemangati Jensen dengan tatapan berbinar. Auriga geleng-geleng kepala. Biar dia menjadi penonton drama friend zone ala remaja London ini.
"Good night, ladies and gentlemen! According to my promise a week ago, tonight we will show you some love-songs. To all lovers here, this is special for you! Selamat malam, semua! Sesuai janjiku seminggu lalu, malam ini kami akan menunjukkan beberapa lagu cinta. Untuk para pecinta, ini untuk kalian!" seru Jensen dengan mikrofonnya. "Ready or not, To-Gather ready to impress you! Siap atau tidak, To-Gather siap membuatmu terkesan!"
Lovarie mengulum senyum melihat Jensen di panggung. Pantas saja banyak yang menyukai Jensen, dia memang begitu rupawan. Suaranya bagus dan ramah menjadi poin tambahan. Namun, sebenarnya bukan itu yang membuat Lovarie menyukai Jensen. Karena pada masa terpuruknya dahulu, Jensen-lah yang menghibur Lovarie.
Beberapa lagu yang sedang popular dinyanyikan dan sukses membuat pengunjung kafe ikut bernyanyi. Usai jeda lima belas menit, To-Gather kembali ke panggung. Kali ini hanya Jensen dan sang pianis. Entah apa yang akan dilakukan.
"So, this is an extra bonus. For someone special. Hope you'll like it. Jadi, ini adalah bonus ekstra. Untuk seseorang yang spesial. Semoga kalian suka," kata Jensen sembari menatap ke salah satu meja paling depan.
Gadis berkaus lengan pendek warna orange itu salah tingkah sendiri. Lovarie merasa Jensen bicara tentangnya. Bukan tanpa alasan, karena Jensen memang sedang menatap Lovarie.
"Here's 'A Whole New World' by Zayn and Zhavia Ward. Ini 'A Whole New World' milik Zayn dan Zhavia Ward."
Lelaki berambut ikal yang menjadi pianis mulai memainkan tuts piano. Jensen bernyanyi dengan nada yang merdu dan lembut. Menghipnotis kaum hawa, tak terkecuali Lovarie.
Lovarie tidak peduli berapa banyak perempuan yang sudah ditiduri Jensen. Dia hanya yakin, kalau perasaannya bukan sekadar teman. She's really into him. Meskipun Jensen memikirkan gadis lain ketika menyanyi lagu itu, setidaknya Lovarie-lah yang ditatap. Begitu pikir Lovarie yang sedang menghibur batinnya sendiri.
Auriga makin geleng-geleng kepala. Sudah paham situasi apa yang terjadi. Sialnya, dia justru ikut terperangkap. Huh, memang takdir tidak sebaik itu membuat hubungan tanpa halangan.
"Lov," panggil Auriga.
Lovarie bergumam tanpa mengalihkan pandagannya. "Hm? Kenapa?"
"Apa interpretasi lo atas penampilan Jensen saat ini?"
Kali ini Lovarie menoleh dengan wajah cukup kesal. "Serius lo nanya hal kayak gitu sekarang banget? Nanti dulu, deh. Gue enggak mau kelewat Jensen nyanyi."
Auriga hanya mengedikkan bahu dan melanjutkan acara minum tehnya. Cayanne yang sedang menyeruput milkshake menyipitkan mata. "Is this really a tea time? Apakah ini benar-benar waktunya minum teh?"
"Is that really your business? Apakah itu benar-benar urusanmu?"
Jawaban datar Auriga mungkin dianggap sarkas oleh Cayanne. Gadis itu menekuk wajah, mungkin keki. Auriga tidak peduli. Dia paling tidak suka ditanya-tanya tentang hal tidak penting. Apalagi jika sudah menyangkut teh.
Kembali lagi pada Lovarie yang masih memiliki perasaan kukuh. Siapa tahu tentang masa depan? Mungkin beberapa bulan lagi Lovarie yang plinplan tidak akan seperti ini. Ya, ya, hanya sedikit bocoran.
Usai sukses meraih atensi penonton selama satu jam, waktu tampil To-Gather habis. Kini lima anggota To-Gather sudah bergabung di meja Lovarie dan Auriga. Memang, meja itu cukup panjang dan berkapasitas sepuluh orang.
"As always, good job, To-Gather! Seperti biasa, kerja bagus, To-Gather!" puji Lovarie tulus. Dia menyodorkan minuman yang sudah dipesan ke hadapan Jensen.
Cayanne tak ingin ketinggalan. Dia berkata, "Jensen, you looks so stunning, Babe! Jensen, kamu terlihat menakjubkan, Sayang!"
Drummer To-Gather yang merupakan perempuan berambut cepak dan tomboi langsung menyahut, "Ew, don't call every boys you've met with 'Babe'. That's a little disgusting! Ew, jangan panggil semua laki-laki yang kamu temui dengan panggilan 'sayang'. Itu sedikit menjijikkan."
"I don't talking to you! Aku tidak bicara denganmu!" seru Cayanne.
Jensen segera menengahi. "Enough, Girls. We have a new friend here. He's Auriga from Indonesia, my new neighbor. Cukup. Kita punya teman baru di sini. Dia Auriga dari Indonesia, tetangga baruku."
Karena terkejut tiba-tiba diperkenalkan, Auriga mengangguk kaku. Senyumnya terulas tipis. "It's nice to meet you all. Hope we can be good friends. Senang bertemu kalian semua. Semoga kita bisa jadi teman baik."
"Now, lemme introduce my entire second family, I mean To-Gather. First, our drummer. She's a good boy-girl. Her name is Jolie, too feminine for her, isn't it? Sekarang, biar aku kenalkan seluruh keluarga keduaku, maksudnya To-Gather. Pertama, drummer kita. Dia adalah gadis tomboi yang baik. Namanya Jolie, terlalu feminin baginya, bukan?" ujar Jensen yang mengundang tawa.
Jolie memutar bola mata. "I hate it too. Just call me 'Jo'. Aku juga benci. Panggil saja aku 'Jo'."
Jensen terkekeh dan kembali berujar, "The guitarist is Hardy and the one who's play bass guitar is Charlie. Gitarisnya Hardy dan yang memainkan bas adalah Charlie."
Hardy menawarkan tos tinju yang segera dibalas Auriga. Dia memiliki rambut ikal warna cokelat. Charlie sendiri memiliki rambut hitam tanpa poni. Rambutnya terlihat licin karena pomade.
"The best pianist I've ever met, Jeff. Pianis terbaik yang pernah kutemui, Jeff," sambung Jensen, "and you know me, main vocalist in To-Gather. Kamu tahu aku, penyanyi utama di To-Gather."
Terakhir, Auriga menyalami Jeff yang lebih pendiam. Rambutnya merah alami dengan bintik di bagian wajah. Tidak perlu ditebak, Jeff memang keturunan Scottish.
"Well done. Wanna celebrate with some wine? Sudah. Mau merayakan dengan beberapa wine?" tawar Jensen.
Hardy langsung menyahut, "No choices except 'yes'. Does anyone reject the wine? Tidak ada pilihan selain 'ya'. Adakah yang menolak wine?"
Baru saja Lovarie hendak mengatakan bahwa Auriga tidak minum, lelaki itu langsung menahannya. Auriga menyunggingkan senyum tipis pada Lovarie. "Lo enggak pernah minum, 'kan?" tanya gadis tersebut.
"Enggak papa. Sesekali mau coba," jawab Auriga pelan.
Cayanne memicingkan mata curiga pada Auriga. "You don't drink, don't you? Kamu tidak minum, 'kan?"
Pertanyaan Cayanne membuat atensi semua orang di meja tersebut terpusat pada Auriga. Dia menelan ludah. "No, it's okay. Tidak, tidak apa-apa."
Jensen, Hardy, dan Charlie pergi mengambil beberapa botol wine. Cayanne bilang hendak menyapa temannya dahulu, maka dia pergi dari meja itu. Sisa Lovarie, Auriga, Jeff, dan Jolie yang sedang bermain ponsel.
"Sometimes we have to say 'no' to protect ourselves. I don't blaming you, 'cause I know exactly what do you do. Listen, I'll never repeat. Once you do it, you couldn't stop it. Terkadang, kita harus bilang 'tidak' untuk melindungi diri kita sendiri. Aku tidak menyalahkanmu karena aku tahu persis apa yang kamu lakukan. Dengar, aku tidak akan mengulangi. Sekali kamu melakukannya, kamu tidak akan bisa berhenti."
Wejangan panjang Jeff yang diucapkan cepat dengan wajah datar itu membuat Auriga dan Lovarie saling tatap. Jolie bahkan sampai menoleh ke arah Jeff. Tidak ada yang membalas, tetapi Auriga sudah paham apa yang dikatakan. Namun, tidak bagi Lovarie. Dia menebak apa makna kata-kata tadi.
***