Sesi membeli seblak toping seafood pun sudah berakhir, kini waktunya mereka semua untuk kembali pulang dengan membawa beberapa bungkus yang akan di berikan kepada orang tuanya masing-masing. Tiba-tiba saja hujan besar mengguyur kota tersebut, beruntung sekali mereka membawa mobil sehingga lebih memilih untuk meneruskan perjalanan ketimbang menunggu hujan reda.
"Jadi gak nih? Nyusulin si Rean Tanya Elzyo sembari melirik Renatha dari kaca, yang menyetir mobil kali ini adalah El.
"Jadi dong, lagian Retha udah kangen banget sama kakak tercintahhhhh." Balas Retha membuat mereka semua bergidik.
"Kesambet setan mana kamu Tha, kangen sama kak Rean." Kiya menatap Retha dengan tatapan ngeri membuat Retha menghela nafas kasar.
"Sekali-kali dong, Retha sama kak Rean kan akrab banget gak kayak kalian semua. Pada rusuh sama adek sendiri." Jawab Retha sembari memeletkan lidah nya ke depan, membuat Alfa tanpa sadar mengembangkan senyuman kecil; Lucu melihat wanita yang ia kagumi bertingkah layaknya seorang anak kecil.
Ah, Alfakhri segera mengusap wajah nya dengan kasar, wajah nya juga kembali datar. "Al, apaan sih lo! Dia tuh adek lo! Lo jangan suka sama dia!" Itu lah sekiranya otak kanan Alfakhri berbicara. Sedangkan otak kirinya.
"Gak apa-apa dong Al, selagi tidak ada hubungan darah, semuanya akan baik-baik saja"
Al menggeleng-gelengkan kepalanya pusing, dia kesal dengan cara berpikir kedua otak nya yang selalu saja tak sinkron dengan hatinya. Ia memang mengagumi, dan menyayangi Retha. Tetapi, untuk menjalin sebuah hubungan dengan wanita itu, sepertinya adalah ide yang tak masuk akal. Banyak macan dan harimau yang harus ia lewati terlebih dahulu, ah tetapi bukannya itu adalah sebuah rintangan sekaligus perjuangan baginya? Ya! Challenge. Karena semua hal harus di perjuangan, semua hal tak ada yang bisa di raih dengan mudah. Kalaupun mudah itu berarti harus ada pengorbanan dari salah satu nya. Oke! Mulai sekarang Alfakhri akan berjuang, bagaimana hasil akhir nya. Lihat saja nanti!
"bang Alfakhri!"
"Kenapa Tha?"
Alfakhri segera mengusap wajah nya dengan kasar, jelas-jelas yang memanggil dirinya adalah Kiya, kenapa malah menyebutkan nama Retha. Sungguh, dia malu sekali. Apalagi saat melihat Retha dari kaca, wanita itu langsung menunduk malu dengan pipi yang tiba-tiba memerah.
"Udah sikatttttttt Al." Alfakhri, segera memfokuskan dirinya pada handphone yang segera ia ambil di dalam saku celana. Benar-benar kali ini dirinya sangat malu sekali.
Dasar Alfakhri!
***
Di suatu siang yang tiba-tiba cerah sehabis hujan turun. Rean memilih duduk di dalam ruangannya sembari membaca dan mempelajari persentase restoran, dia melihat ke arah luar kaca besar yang langsung menghadap ke restoran Out door nya. Pria tampan tersebut membaca buku dengan menyamping sehingga Rean hanya melihat sebagian dari wajah dan tubuhnya dari arah luar. Saat dia melihat ke arah luar, tiba-tiba saja Rean terpaku dengan seseorang wanita yang tengah duduk di depan sana. “siapa wanita itu?” Rean bertanya begitu karena melihat kecantikanya yang luar biasa. Tak percaya, di kota ini ada gadis Desa yang lugu dan cantik sekali.
Rean benar-benar masih tidak menyangka akan melihat pemandangan yang “indah” di tempat ini, ah maksudnya wanita yang indah di pandang ditempat ini. Walaupun di sekolah banyak wanita cantik tapi menurut Rean dia berbeda; kadar cantiknya sangat memikat. Wanita itu memiliki rambut pirang dan bentuk wajahnya tegas yang memberikan kesan dia wanita blasteran, Rean tidak tahu tepat asal negaranya tetapi dia dapat melihat juga ada darah jawa dari parasnya dan caranya berpakaian.
Wanita itu mirip idola nya sekali, Emma Watson, atau Rean yang kebanyakan nonton Harry Potter. Rean sudah lupa kapan dia pertama kali menikmati hal itu; melihat wanita sampai tergila-gila seperti ini.
Sungguh, Rean ingin bertemu dengan wanita itu, berkenalan lalu mengatakan cinta. Ah apakah sesingkat itu untuk mencintai seseorang. Mungkin nama wanita itu adalah Elisha? Elizabeth? Atau Anggun. Menurut Rean namanya Anggun, memang sangat Anggun tetapi sangat tegas juga.
Tok..tok..tok
Saat sedang melamun kan wanita yang tadi berada di depan, tiba-tiba saja pintu di ketuk. Rean segera kembali ke posisi duduk yang paling benar sebagai seorang atasan. Takut-takut jika itu adalah bawahannya. Reynand ayah nya sering mengajarkan bersikap seperti ini bagaimana.
"Masuk!" Jawab Rean dengan suara tegas tak terbantahkan. Ah sepertinya Rean sangat cocok masuk dunia Militer. Tegas seperti papah nya; Reynand. Tetapi sekali lagi Reyna tak pernah mengizinkan anak-anaknya berkecimpung dalam dunia seperti itu. Cukup suami dan keluarganya saja serta anak pertama Reyna dan Reynand.
"Kakakkkkkk." Suara Retha memekik, sangat memekakkan telinga Rean. Wanita cantik itu benar-benar tak tahu tempat untuk memekik. Dan apa-apaan, seperti tak bertemu dengan dirinya beberapa tahun saja.
Retha segera menerobos masuk untuk duduk di pangkuan Rean. Ini adalah sikap asli Retha jika berada dekat dengan saudara kembarnya yang hanya berbeda sepuluh menit saja dengan Retha.
"Kenapa?" Rean mengerutkan kening nya dengan tingkah adiknya, yang harusnya ia sudah tak aneh lagi mendapatkan kemanjaan seperti ini.
"Aishhh.. wajah kakak merah tuh, ah-pasti lagi jatuh cinta ya." Tebak Retha sembari menoel-noel pipi Rean yang semakin memerah.
Sialan dia kepergok!
"Kamu ada-ada aja sih, dek." Elak Rean, meskipun d**a nya bergemuruh karena teringat dengan wanita blasteran tadi, tetapi dirinya tak boleh ketahuan dan harus bersikap biasa saja.
"Sana..sana. Duduk yang benar di sofa," sambung Rean, sebelum Retha berbicara dia sudah menggendong Retha dan meletakkannya di sofa.
"Ihhh kakak jahat banget sih!"
"Enggak jahat, cuman kakak nya lagi banyak kerjaan dek." Jawab Rean, dan kembali duduk seperti semula.
Sebenarnya itu hanyalah alasan Rean saja, ia tak ingin ketahuan Retha jika d**a nya sekarang sedang berdetak lebih kencang akibat wanita yang tadi ia temui.
Retha tertawa kecil, melihat kelakuan serta mimik wajah kakak nya itu. "Kakak jangan bohong sama Retha, kalau mau nanti Retha cari wanita itu buat kakak."
Seketika saat Retha berbicara seperti itu, Rean membulatkan mata tak percaya. "Ka.. kamu tahu dari mana, dek?"
Retha tertawa cukup keras, syukurlah disini tak ada siapa-siapa selain mereka berdua. Retha tadi menyuruh teman-temannya untuk pulang saja, mengantarkan seblak takut keburu dingin. Dan mereka menurut.
"Kak, kapan sih adek gak tau semua tentang kakak. Ayo ngaku!"
Rean mendengus kesal, harusnya ia jujur dari awal. Benar, sampai kapan pun dia tak akan pernah bisa menyembunyikan rahasia dengan Retha. Mengingat jika adiknya itu, bisa melihat masa lalu dan masa depan orang hanya dengan melihat wajah atau mendengar nama nya saja.
"Enggak dek, kakak gak suka. Kakak cuman..."
"Mengagumi kecantikannya?"
Rean segera melihat ke arah Retha yang masih cekikikan.
"Bukan begitu dek, tapi.."
"Tapi kakak suka."
Skakmat.
Rean tak bisa berkata-kata lagi, selain menatap adik nya dengan sinis.
"Dek!" Tegur Rean, ia tak ingin di ledek seperti itu.
"Besok bakal ada surprise."
Rean tak bergeming sedikitpun, apa maksudnya Retha berbicara seperti itu. Ah-daripada dirinya bertanya lebih baik fokus kembali pada layar besar yang berada di hadapannya.
"Dek, temen-temen kemana? Bukannya tadi kamu sama mereka kesini nya?"
"Iya, tapi adek suruh pulang lagi. Heee," jawab Retha sembari di akhiri kekehan.
Rean mengangguk-angguk kepalanya tanda mengerti.
Kak, nanti kesini ya pulangnya. Mamih juga ada di rumah sakit.
Itulah pesan yang di kirimkan oleh Reynand kepada Rean. Rean hanya melihat tanpa berniat membalasnya. Lalu Fokus dengan kerjaan, tak memperdulikan adiknya yang banyak tingkah.
***
Mobil yang di kendarai oleh Rean, melaju dengan kecepatan sedang. Beruntung dia sudah mempunyai SIM satu bulan yang lalu, jadi dia bisa membawa mobil nya sendiri. Sebelumnya dia di antar jemput oleh Reyna maupun Reynand, atau malah dengan papah dan mamah lainnya.
"Kak, kok kita malah ke kantor papah?" Tanya Retha bingung.
Rean hanya mengangguk tanpa berniat untuk menjawabnya.
"Kak, Retha kan lagi marahan sama papah. Kenapa malah bawa kesini sih!"
"Papah yang minta, udah ya mending adek diem aja. Ngapain marahan sama papah dek, mau jadi anak durhaka kamu!"
Retha mendengkus kesal. "Hum, iya deh iya! Retha minta maaf nanti."
Rean tersenyum kecil, dia segera memarkirkan mobilnya di depan kantor polisi. Disana banyak sekali orang, karena ini sudah waktunya jam pulang yaitu jam lima sore.
Mereka berdua segera turun dari mobol, beberapa kali menyapa paman-paman mereka disana. Hingga akhirnya mereka berdua tiba di ruangan Reynand.
Dengan sopan, Rean segera mengetuk pintu Reynand dan masuk ke dalam setelah di persilahkan untuk masuk.
"Assalamualaikum," seperti biasanya, Rean dan Retha pasti akan mengucapkan salam terlebih dahulu. Mereka berdua terperangah, karena di dalam ruangan bukan hanya ada Reynand.
"Sini, ngapain bengong aja." Ucap Reynand. Rean dan Retha saling tatap sebelum melangkahkan kaki dan bersalaman dengan orang yang berada di depannya.
"I..itu kan?"
"Itu apa? Kamu gak kenapa-napa kan dek?" Tanya Reynand dengan tatapan menyelidik.
Retha segera menggeleng pelan, sedangkan Rean wajahnya sudah memerah. Ia tak mungkin salah lihat, oh Tuhan apakah dirinya sekarang sedang bermimpi? Sepertinya tidak! Ini adalah nyata, ya benar-benar nyata.
"Kenalin, ini teman papah dari papua. Namanya om dafa. Dia pindah tugas kesini, dan ini anak nya.. siapa namanya? Om lupa." Reynand menatap wanita cantik blasteran itu. Ah tidak-tidak! Rean sudah mempunyai wanita di sekolah, dia sangat baik dan mana mungkin Rean mengkhianati wanita itu.
"Khalisa. Panggil saja Lisa."
Ternyata nama wanita blasteran itu bukan Elizabeth ataupun Anggun seperti apa yang Rean pikirkan. Sementara Rean berpikir, Retha sudah terkikik geli. Bisa-bisanya kakak laki-lakinya itu berpikiran konyol seperti itu.
"Ah hallo, aku Renatha bisa di panggi Rena atau Retha, aku anak nya papah Reynand." Ucap Retha dengan ramah, Lisa tersenyum senang. Beda seperti dugaannya ternyata anak perempuan itu ramah tak sejudes wajah nya.
"Dan ini, saudara kembar aku.."
Rean masih bergeming, dia hanya menatap Lisa dengan seksama. Membuat sang empu salah tingkah,
"Syutt.." Retha mengkode kakak nya agar sadar dari tatapan memuja nya itu, tetapi dia tak sadar-sadar.
1...2...3
"Ahhh, adek!" Pekik Rean sembari memegang tangannya yang kena cubit Retha.
"Cie... Pasti lagi mengagumi ya." Bisik Retha membuat Rean bergidik.
Rean memasang wajah cool andalannya. "Reandra, panggil saja Rean." Perkenalan singkat itu membuat Lisa agak canggung. Sangat berbeda, ia kira wajah kalem Rean mempunyai sifat seperti wajah nya tetapi ini tidak.
"Seperti nya kita bakalan besanan nih," ucap Reynand sambil terkikik, membuat Daffa tertawa. Sementara Rean menatap sebal ke arah anak nya.
"Bukan kamu kok, kak. Tapi sama abang mu," perkataan Reynand yang selanjutnya berhasil membuat Rean malu bukan main. Reynand kalau iseng nya sudah kambuh, ya seperti ini. Terus menggoda anak-anaknya.
**
"Pah, mamih masih lama gak sih?" Tanya Retha, pasalnya ini sudah jam setengah tujuh, tetapi belum ada tanda-tanda Reyna muncul.
"Sebentar lagi, sayang." Jawab Reynand, memberi pengertian kepada Retha. Ia yakin Rean sudah dewasa dan mengerti. Tetapi beda dengan Retha.
"Adek ngantuk, huh."
"Yaudah tidur sana di sofa, nanti papah bangunin kalau mamih udah disini." Ucap Reynand, membuat Retha menganggukkan kepalanya.