Rasa kesalnya Alvaro bukan main. Pikirannya kacau lantaran ulah dari Anjani dua hari lalu. Masih belum bisa termaafkan apa yang telah dilakukan oleh wanita sialan itu. Bukan karena disiram oleh wanita yang akan menjadi calon istrinya. Tapi lantaran Anjani mengaku hamil di depan orang banyak. Sudah menjatuhkan harga dirinya Alvaro. Tidak bisa dibiarkan begitu saja untuk saat ini.
Sebab bagaimana pun juga, Anjani harus menanggung apa yang sudah dia perbuat kepada Alvaro.
Tidak akan pernah dibiarkan apa yang sudah dilakukan itu membuat Alvaro harus diinjak-injak oleh wanita itu. Tidak wajar jika Alvaro diinjak harga dirinya oleh seorang wanita.
Alvaro menarik napas dan benar-benar sialan Anjani itu sudah merusak namanya di depan umum. Alvaro tidak akan pernah terima dengan kelakuan orang yang sudah ditolaknya bekerja.
Waktu dia sedang ada di ruang kerjanya.
Ika masuk ke dalam ruangannya tanpa permisi. Untuk pertama kalinya Ika melakukan itu tanpa ada basa-basi terlebih dahulu sekadar ketuk pintu.
“Ada apa? Kenapa kamu tumben tidak ketuk pintu?”
Wanita itu langsung mendekat ke arah Alvaro tanpa pemberitahuan apa pun terlebih dahulu atau sekadar menjawab pertanyaan dari pria itu. Ekspresinya juga sulit ditebak.
“Berita tentang Anda sudah tersebar. Bahkan video Anda disiram oleh Nona Rena juga sangat jelas sekali.”
Alvaro terdiam, mengeratkan rahangnya dan marah besar dengan video yang membuat dirinya jadi orang yang gila untuk kali ini. Benar-benar sudah diambang batas kesabaran. Harga dirinya telah jatuh oleh wanita yang sudah mengaku dirinya tengah hamil anaknya Alvaro. Bukan persoalan yang mudah lagi untuk ini. Kalau saja orangtuanya tahu ini sudah pasti dia akan habis dilibas oleh kedua orangtuanya.
Dia membenci segala sesuatu yang sudah merusak kenyamanan itu. Alvaro bersumpah akan membalas semua yang sudah diperbuat oleh wanita tersebut. Jangan menganggap ini akan jadi hal yang sangat mudah sekali untuk ditanggapi. Secara akal sehat, sebejat apa pun ia tidak pernah sampai menghamili seorang wanita apalagi hanya untuk senang-senang dengan wanita.
Dia bukan tipe pria yang semacam itu.
Mereka akan melakukan atas dasar suka sama suka dan itu sudah pasti dalam catatan bahwa mereka sedang dalam pacaran. Tidak mau melakukan itu tanpa ada ikatan apa pun. Sungguh ini bukan hal yang bisa dia maafkan.
“Apa wajahnya Anjani terlihat?”
“Tidak, Pak. Hanya wajah Anda dan Nona Rena. Apa pelakunya Anjani?”
Alvaro kemudian mengangkat tangannya. “Bukan, tapi dia ada di sana juga kebetulan sedang makan.”
Tiba-tiba dia mulai marah dengan apa yang sudah dilakukan oleh wanita itu dan kemudian berkata. “Kirimkan ke w******p saya nomornya Anjani. Saya ingin memastikan dia juga tidak menyebar itu.”
Ika mengiyakan lalu pergi dari sana untuk mencari nomornya Anjani waktu itu yang ada di surat lamaran.
Alvaro mendapatkan itu dari Ika. Dia keluar dari kantornya.
Kemudian dia juga membalas pesan dari Ika untuk mengirimkan alamat lengkap dari wanita sialan yang sudah menghancurkan nama baiknya. Ini tentang dia yang akan menghadapi orangtuanya. Sebab jujur saja kalau Alvaro benci terhadap ini.
Sudah mendapatkan nomor wanita itu, buru-buru ia langsung pergi ke alamat yang telah dituju. Hamil adalah pengakuan paling gila di dalam hidupnya Alvaro selama ini yang bahkan tidak akan pernah sentuh wanita kalau itu bukan kekasihnya—dan hanya sekadar ciuman. Mereka juga pasti atas dasar suka sama suka. Tidak akan pernah mau melakukan itu lantaran dirinya yang menjaga nama baik.
Tapi hari ini sungguh amarahnya sudah diambang batas.
Dia menghubungi nomornya Anjani. Wanita itu menjawab teleponnya. “Kamu di mana? Keluarlah sebelum saya masuk ke rumah kamu atas ulah yang kamu lakukan.”
“Di rumah. Kamu siapa?”
Pria itu geram dan akhirnya menjawab. “Bukankah saya harus tanggung jawab sama janin kamu?”
Biar saja dia dianggap gila dan kali ini akan balas semua yang sudah dilakukan oleh Anjani. Sungguh ini bukan hal yang biasa lagi. Tidak bisa dimaafkan dengan mudah apa yang sudah dilakukan oleh Anjani kepadanya.
“Saya di luar, buruan keluar! Atau saya harus bertemu orangtua kamu dan bilang kamu sedang mengandung anak saya?”
---
Anjani yang ada di dalam kamar seperti orang kerasukan yang mendengar Alvaro ada di luar. Apa yang membuat orang itu sampai mencari Anjani ke rumah ini. Lagi pula alamatnya sangat tepat sekali.
Atau jangan-jangan mengambil alamat Anjani dari berkas surat lamaran yang dia serahkan waktu itu.
Dia keluar dari kamar. “Lah ini anak, kamu kenapa lari gitu?” tegur Dewi ketika Anjani berlari begitu saja melewatinya yang membawa makanan.
“Buru-buru, Ma. Ada orang di luar.”
“Ajak masuk kek.”
Tapi Anjani tidak menggubris apa yang dikatakan oleh Dewi kemudian ia melihat Alvaro berdiri di depan mobil Porsche berwarna biru. Dia langsung memberikan ponsel itu kepada Anjani. “Ulahmu, puas?”
Anjani melihat berita tentang Alvaro yang seperti itu. “Kamu harus tahu, orangtua saya tidak akan tinggal diam untuk tidak melibas kamu, Anjani. Jangan sampai kamu ketahuan oleh orangtua saya setelah kamu lakukan ini. Tidak akan lepas dari apa yang kamu perbuat. Semua ada bayaran mahal yang harus kamu lunasi.”
Tapi wanita itu melotot tajam. Memang benar seperti yang dikatakan oleh Vaulia waktu itu kalau Anjani terlalu nekat berurusan dengan Alvaro. “Tapi kan. Aku nggak berbuat apa-apa sama kamu.”
“Oh kamu mau bicara formal sekarang. Oke, kamu harus tanggung jawab soal apa yang kamu lakukan ini sebentar lagi. Saya tidak mau tahu kalau kamu harus bayar semuanya. Kamu tidak akan mudah lepas dari saya. Yang harus kamu tahu adalah bagaimana kamu bisa mendapatkan nama baik saya kembali.”
“Lah, itu ulah kamu sendiri. Ngapain juga minta tanggung jawab orang lain?”
Anjani tidak mau kalah dari Alvaro. Pria itu kemudian melangkah maju mendekat ke arah gerbang rumahnya Anjani. “Saya mau bicara sama orangtua kamu kalau kamu mengandung.”
Anjani melotot dan menarik Alvaro dengan keras. “Oke, apa yang kamu mau? Kamu nggak bisa masuk begitu saja.”
“Besok, kita ketemu. Saya tidak mau tahu. Apa pun itu kamu harus tetap tanggung jawab. Otak saya bisa gila mikirin masalah ini.”
---
Alvaro tidak bisa komentar banyak yang kemudian dia memilih pulang ke rumah orangtuanya. Baru saja dia sampai di sana. “Apa ini?” tanya papanya yang sudah berdiri di depan pintu dengan membawa tabletnya. “Kamu umurnya sudah berapa? Hamili wanita di luar pernikahan adalah tindakan paling gila yang kamu lakukan, Al. Kamu putus sama Rena karena kamu hamili wanita lain?”
“Pa, bukan begitu. Itu aku nggak kenal sama sekali.”
“Apa nggak kenal dia bisa tahu nama kamu?”
Dia melihat berita lain lagi dan memperlihatkan wajahnya Anjani di blur. Sialan bisa-bisanya Alvaro hancur oleh wanita gila seperti Anjani yang terlambat dua menit saja waktu itu. Harusnya diterima daripada menjadi orang yang harus bermasalah dengan orangtuanya.
“Keluar dari rumah ini sekarang juga! Saya tidak sudi melihat tampang seorang b******n di rumah ini.”
Sialannya Alvaro tidak akan pernah melawan kepada orangtuanya. Meskipun tidak salah, tapi dia akan tanggung jawab atas berita itu. “Oke, aku bakalan buktikan itu nggak seperti yang diberita, Pa.”
“Kamu juga keluar dari perusahaan!”
Semua yang dia berikan kepada orangtuanya tapi tidak bisa ditoleransi hanya karena berita sialan yang diakibatkan oleh Anjani.