Eyrin terbangun oleh elusan selembut bulu yang menyusuri kulit telanjang punggungnya. Tubuhnya menggeliat pelan, dan sentuhan itu berhenti. Ia merasa kehilangan, karena meskipun mengganggu tidurnya yang nyenyak, ternyata sentuhan itu membuatnya sangat nyaman. Perlahan matanya terbuka, dan kesadaran memenuhi jiwanya. Bersamaan sebuah erangan lolos dari bibirnya. Tulang dalam tubuhnya terasa remuk dan tubuhnya membujur kaku. Rasa tak nyaman yang berpusat di pangkal pahanya terasa mulai intens dan saat ia bergerak sedikit, berubah menjadi rasa sakit.
“Apa masih sakit?” Suara dan sentuhan lembut Edgar di lengan atas menghentikan erangan Eyrin. Wanita itu mengerjapkan mata beberapa kali, seolah mencerna apa yang ada di sekitarnya dengan mata bangun tidurnya yang membulat.
Eyrin tahu ini adalah pemandangan paling indah yang pernah menyambut pagi harinya. Si tampan Edgar dengan tubuh bagian atas yang terbuka sepenuhnya, menampakkan perut berpetak yang berkilau. Eyrin yakin sepertinya bukan tubuh bagian atas pria itu saja yang telanjang, melainkan seluruh tubuh Edgar jika selimut yang menutupi kedua tubuh mereka tersingkap. Dan ... bukan hanya Edgar yang telanjang di sini. Melainkan dirinya juga.
Eyrin melompat terduduk, saking terkejutnya. Hingga tanpa sadar selimut yang tadinya menutupi dadanya kini melorot ke pinggang. Menampilkan dadanya yang terkekspos bebas di hadapan mata Edgar.
Edgar menahan senyum gelinya. Melihat Eyrin yang salah tingkah, lalu dengan cepat meraih selimut untuk menutupi dadanya. Tetapi malah berakhir menelanjangi dirinya. Eyrin terkesiap kaget ketika menatap ketelanjangannya, membuang wajah merah pada wanita itu dan menutupi dengan kedua telapak tangan. Yang lagi-lagi membuat selimut di d**a Eyrin merosot ke pinggang.
Edgar tertawa pelan, bangkit terduduk dan meraih celana pendeknya yang jatuh di lantai smaping ranjang. Ia menurunkan kaki dan mengenakan celananya smabil memunggungi Eyrin. “Sepertinya kau harus mulai membiasakan diri dengan keadaan seperti ini, Eyrin.”
Eyrin menurunkan kedua telapak tangannya dengan perlahan. Sekali lagi terkesiap ketika menundukkan kepala.
“Aku akan menyiapkan air hangat untukmu berendam. Sepertinya kau sangat membutuhkannya.” Edgar berdiri dan berjalan ke kamar mandi tanpa menolehkan kepala ke arah Eyrin lagi. Bukan tak ingin, tetapi ia hanya memberi waktu bagi Eyrin untuk terbiasa. Jika tidak ingat rasa sakit yang pria itu berikan pada Eyrin tadi malam, saat ini ia pasti sudah memenuhi wanita itu lagi dan lagi.
Eyrin memukul kepalanya keras-keras ketika menatap pintu kamar mandi yang melenyapkan sosok Edgar. Selama ini, ialah yang selalu menantang Edgar untuk menidurinya. Tetapi sekarang ia sendiri yang tidak bisa mengendalikan dirinya saat sudah berhasil membuat Edgar menidurinya.
Wajah Eyrin memanas mengingat apa yang telah mereka lakukan tadi malam. Bagaimana ketika Edgar membaringkan tubuhnya di kasur. Bagaimana ketika melucuti pakaiannya satu persatu. Bagaimana ketika bibir Edgar menelusuri setiap inci kulit di seluruh tubuhnya. Dan bagaimana ketika Edgar mengajari tubuhnya untuk menerima pria itu dan menyesuaikan gerakan mereka. Setiap sentuhan Edgar membuainya. Membawa mereka berdua ke dalam pelepasan yang belum pernah ia dapatkan sebelumnya di sepanjang hidupnya hingga kemarin malam.
Edgar sudah mengklaim dirinya sebagai milik pria itu. Bukan hanya di sini, Eyrin menyentuh perut bagian bawahnya. Melainkan seluruh tubuhnya, tangan Eyrin menelusuri bekas-bekas merah yang memenuhi hampir seluruh kulit di tubuhnya. Di d**a, perut, paha, lengan, dan lehernya. Senyum malu-malu tersungging di kedua sudut bibir Eyrin. Itu adalah malam terindahnya.
***
“Kenapa kau lama sekali?” Kepala Edgar muncul di ruang ganti. Menatap beberapa lembar pakaian Eyrin yang berserakan di lantai sekitar wanita itu dengan kerutan di alis.
“Aku tidak mungkin pergi ke kantor dan terlihat aneh seperti ini.” Eyrin mengangkat kedua tangannya. Lalu melepas sweater turtle neck berwarna abu gelap yang dikenakannya dan melemparnya ke lantai.
Edgar mengerutkan kening, lalu menyadari apa keanehan yang dimaksud Eyrin. Semua jejak-jejak perbuatan panas yang ia tinggalkan di leher Eyrin masih terlihat jelas. Edgar berjalan mendekat. “Inilah akibatnya jika kau berani menggoda seorang pria dewasa,” gumam Edgar sambil mencari-cari di antara gantungan-gantungan pakaian Eyrin di lemari. Ia mengambil salah satu yang memiliki lengan panjang dan mencari celana panjang berwarna senada di bagian lemari lainnya.
“Pakai ini saja.”
“T-tapi ... leherku?”
Edgar berpikir sejenak. “Kau bisa menggunakan syal sebagai hiasan.”
Mata Eyrin membelalak dengan ide cemerlang Edgar. Kenapa ia tidak terpikirkan hal itu sejak awal?
“Aku akan turun lebih dulu,” kata Edgar berbalik pergi.
***
Eyrin menyadari ada yang aneh dengan tatapan kedua mertuanya ketika ia bergabung di meja makan. Kedua mertuanya terlihat jelas menahan senyum ketika menatap penampilannya dari atas sampai ke bawah. Eyrin tahu betul apa yang menjadi pemicu. Mereka pasti tahu apa yang telah ia lakukan dengan Edgar tadi malam. Dengan canggung, ia duduk di samping Regar. Tak ingin terlihat meyakinkan dugaan kedua orang tua itu jika ia duduk di samping Edgar.
“Cuaca hari ini sepetinya sangat panas, ya Pa?” celetuk Lely sambil mengibas-ngibaskan tangan di depan wajah. Tak lupa melemparkan satu lirikan menggodanya ke arah Eyrin.
Gerakan tangan Eyrin yang hendak mengambil sepotong ayam goreng terpaku di udara.
“Jika seperti ini terus, tak lama kita harus bersiap mendengarkan kabar gembira,” lanjut Lely.
Eyrin menoleh ke arah Edgar. Kenapa pria itu terlihat begitu tenang dan dengan santai menyantap makan pagi. Tidak terpengaruh sedikit pun dengan kata-kata mamanya. Seolah tidak ada sesuatu yang besar telah terjadi di antara mereka berdua tadi malam. Sepanjang makan pagi di meja makan, tak henti-hentinya Eyrin tersedak hanya karena celetukan Lely.
“Apa kaupikir mereka tahu?” tanya Eyrin saat ia sudah naik di mobil Regar dan siap berangkat ke kantor.
“Kau sendiri yang menunjukkan pada mereka.”
“Aku sudah menutupi semua bukti itu dengan ini.” Eyrin menyentuh syal di lehernya.
“Kaupikir, orang t***l mana yang menggunakan syal setebal ini di musim panas. Melihatmu saja sudah membuatku berkeringat karena gerah. Setidaknya kau harus memilih syal sutra yang biasa kaugunakan? Bukan syal dari bahan wol seperti ini.”
Eyrin mengerang pelan sambil membenturkan kepalanya ke belakang. “Lalu kauingin aku memperlihatkan semua hasil karya Edgar pada mereka.”
“Mereka hanya akan memakluminya. Kalian sudah menikah dan masih muda. Gairah kalian masih menggebu-gebu. Jadi tidak ada yang salah melihat bekas perbuatan tidak bermoral kalian di balik pintu kamar.”
Eyrin memukul lengan atas Regar keras-keras. Pria itu hanya mengaduh an tertawa lebih keras.
“Jadi, kalian sudah baikan?”
Eyrin mengangguk. Jauh lebih baik dari sebelum-sebelumnya.
“Dan aku tak perlu menikah agar status kita seimbang, kan?”
“Ck, diamlah, Re.”
Regar terkikik lagi. “Hanya menunggu waktu sebentar lagi aku akan menjadi paman. Sebaiknya kau memberiku ponakan yang cantik. Aku tak suka memiliki seseorang seperti Edgar lagi di hidupku.”
Lagi, Eyrin memukul lengan Regar keras-keras.
“Itu masih terlalu jauh untuk dipikirkan. Sepertinya ... kami belum siap memiliki anak,” ucap Eyrin kemudian dengan nada lebih lunak dan serius.
“Apa maksudmu?”
“Edgar bilang, kita hanya akan memiliki anak setelah kami berdua siap.”
Eyrin teringat kata-kata Edgar sebelum mereka masuk ke dalam babak selanjutnya yang lebih panas.
“Apa kau benar-benar ingin memiliki anak?” Suara berat Edgar membelah di antara desahan pria itu.
Eyrin terpaku dengan pertanyaan pria itu. Tubuh mereka sudah saling melekat erat antara kulit dan kulit. Apakah pria itu akan berhenti dan mengakhiri semua jika ia menggeleng? Bukankah semua sampai di titik ini agar mereka bisa segera memiliki anak? Untuk membahagiakan kedua orang tua mereka.
“Aku belum siap.”
Eyrin tertegun dengan pengakuan Edgar.
“Kita harus berjalan dengan perlahan. Sebelum melibatkan orang lain di antara hidup kita. Menjadi orang tua bukan hanya untuk memenuhi kebahagiaan kedua orang tua kita. Tapi seorang anak adalah kehidupan yang harus kita jaga dengan tanggung jawab penuh. Kupikir, kita berdua butuh waktu untuk memikirkan hal itu.”
Eyrin membeku. Sejak awal pria itu sudah memperingatkannya. Bahwa apa pun yang ada di antara mereka berdua adalah untuk diri mereka sendiri. Bukan untuk kedua orang tua mereka.
“Jadi, hanya sampai di sini?” Eyrin mengangkat bahunya kecewa. Kedua tubuh mereka sudah basah oleh keringat oleh gairah yang butuh sebuah pelepasan. Apa Edgar akan membuat semuanya menggantung seperti ini begitu saja?
Edgar menggeleng. Lalu tangan kanannya meraih laci nakas teratas dan mengeluarkan sebuah benda kecil dan pipih dari sana. Pria itu merobek bungkus benda itu dengan giginya. “Ada banyak cara membuat kita berdua bersenang-senang dengan aman.”
Kondom? Eyrin tak tahu benda itu ada di sana. Edgar mengatakan bahwa pria itu berkali-kali hampir menggunakan benda itu saat dirinya sengaja menggoda. Membuat Eyrin malu mengingat rencana-rencana t***l yang pernah ia rancang untuk membuat Edgar menyentuhnya.
“Kita akan memilikinya. Tapi ... kita butuh sedikit waktu untuk menyesuaikan diri agar sampai ke tahap itu.”
Regar diam sejenak. Lalu mengangguk-angguk setuju. “Oke. Kau benar.”
“Re, bisakah kau mengantarku ke rumah sakit sepulang kerja?”
“Kenapa? Apa kau sakit?”
Eyrin menggeleng. “Kau akan tahu nanti.”