“Jangan mencemari reputasiku di hadapan karyawanku, Eyrin. Aku sedang menarik istriku sendiri, bukan memisahkanmu dengan pria yang kaucintai.” Desisan Edgar menajam di akhir kalimat. Pria itu semakin merapatkan rangkulannya di pundak Eyrin dan menurunkan lambaian tangan dramatis yang diayunkan Eyrin untuk Regar. Bahkan setiap ia berangkat kerja sendirian saja wanita itu tak pernah melambai untuknya.
Eyrin hanya tersenyum tipis. “Kau memisahkanku dengan kesenanganku.”
“Apa dia kesenanganmu?”
“Ya.” Jawaban Eyrin mantap dan tegas.
Sesaat Edgar kehilangan kata-katanya. Tapi pria itu kemudian menarik lengan Eyrin dan merangkul pundak istrinya keras-keras.
“Dia belahan jiwaku?”
“Dan aku?”
Eyrin berpikir sejenak. “Suamiku.”
“Bagus jika kau masih ingat posisi itu.” Edgar meremas pinggang Eyrin. Sedikit kesal butuh beberapa detik Eyrin untuk mengingat posisi itu. Keduanya berhenti di depan lift, Danu menekan tombol dan pintu lift terbuka tak lama kemudian. Edgar menyeret Eyrin masuk sambil melemparkan tatapan ke arah Danu. Danu yang memahami isyarat tersebut mengangguk pelan dan tidak ikut masuk.
“Asistenmu?” Eyrin belum sempat menutup mulutnya ketika pintu lift tertutup dan tubuhnya langsung didorong menempel di dinding lift sebelum kemudian bibirnya langsung disambar oleh Edgar.
Eyrin pun tak menolak, menikmati setiap lumatan dan sentuhan Edgar yang membuat tubuhnya tersengat oleh aliran listrik. Lagi dan lagi, pria itu selalu menyentuhnya dengan cara yang menggebu-gebu, membuat Eyrin merasa diinginkan.
Bunyi ting yang keras, menyadarkan Edgar dari hasrat yang berkobar seketika meredup dan ia melepaskan pagutan bibirnya di bibir Eyrin. Sungguh ia tak sabar ingin melucuti seluruh pakaian Eyrin, tak tahan menunggu lebih lama lagi. Ia menarik pergelangan tangan Eyrin keluar dari lift, berjalan melintasi meja sekretarisnya sambil berkata, “Jangan ganggu aku sampai satu jam ke depan.”
Eyrin tak tahu apa maksud perintah Edgar tersebut, pria itu membawanya masuk ke ruang kerja, mengunci pintu, lalu berjalan ke meja besar dan meraih sesuatu di balik meja yang Eyrin ketahui sebaai tombol untuk menurunkan penutup dinding kaca yang mengeliling ruangan Edgar.
Apa Edgar akan mencumbunya di ruangan ini? Dengan sekretaris yang menunggu di luar pintu. Belum sempat Eyrin melanjutkan pemikirannya, Edgar kembali menyeretnya, ke salah satu pintu yang ada di dekat mereka.
Ada sebuah ruangan di sini, ada ranjang? Eyrin terkejut. Setahun lebih ia bekerja di perusahaan ini dan berkali-kali masuk ke ruang kerja Edgar tak pernah tahu ada ruangan semacam ini di sini.
Edgar mendorong tubuh Eyrin berbaring di ranjang, lalu menjatuhkan dirinya di tubuh Eyrin dan setengah menindih wanita itu. Melumat habis-habis bibir wanita itu yang masih basah dan merah, satu tangannya bertumpu menahan setengah berat tubuhnya sedangkan satu tangannya sibuk melucuti setiap helai pakaian Eyrin. Mencumbu setiap inci kulit telanjang Eyrin dengan gairah yang semakin menggelora.
***
Edgar hanya membuka, memastikan ada stempel dan tanda tangan lalu kembali menutup berkas di tangannya dan meletakkannya di ujung meja. “Oke, aku akan mengirim bonusmu sekarang.”
Kening Regar berkerut, dengan reaksi biasa saja yang diberikan Edgar untuk semua kerja kerasnya. Menerobos kepadatan jalan raya dengan terik matahari yang menyengat, sambil sesekali mencuri kesempatan mempelajari berkas dadakan tersebut. Dan yang paling parah, ia harus berbasa-basi memuji bentuk hidung, kulit putih bersih, pipi sebesar bakpau, dan wajah terawat Miss Nancy. Menahan rasa mual di perut mengingat bagaimana terpesona dan salah tingkahnya wanita gemuk itu atas pujian omong kosongnya.
“Kau membuatku terjebak dengan wanita gemuk itu selama satu jam lebih dan hanya raut seperti itu yang kauberikan untukku?”
“Kau ingin bonus dua kali lipat?” Edgar menaikkan salah satu alisnya.
“Setidaknya kau sedikit memberikan pujian dan menampakkan raut bahagiamu karena aku berhasil membuatnya menandatangani kontrak itu.”
“Kerja bagus.” Ucapan Edgar datar dan tanpa ekspresi. Pandangannya turun kembali berkonsentrasi pada ponsel di genggamannya.
Regar hanya mendecakkan lidahnya. Lalu denting ponsel di sakunya berbunyi. Pria itu langsung merogoh saku jasnya dan melihat notifikasi banking. “Kau bilang ingin memberiku bonus dua kali lipat?” protes Regar lagi.
“Kau bilang ingin pujian, kan?”
Regar mencengkeram ponselnya dengan jengkel. Kakaknya benar-benar tahu cara membuatnya kesal.
“Di mana Eyrin?” Pandangan Regar berputar menjelajahi setiap sudut ruang kerja Edgar dan baru menyadari ketiadaan Eyrin. Tetapi kemudian sebuah pintu yang berkamuflasi dengan dinding di sekitarnya bergeser terbuka dan Eyrin muncul. Dengan rambut setengah basah dan wajah tanpa polesan karena tampaknya wanita itu baru saja mandi. Wanita itu berjalan keluar sambil mengancingkan kemeja. Regar bisa melihat dengan jelas hasil perbuatan mesuk kakaknya yang masih membekas di sana yang nampaknya baru saja dibuat oleh Edgar.
“Oh, jadi ini pekerjaan extra yang kauberikan untuk Eyrin?” sindir Regar melirik sinis ke arah Edgar yang hanya mengangkat bahu sebagai jawaban.
“Regar?!” Eyrin membelalak, tersenyum lebar menemukan Regar ada di sana dan langsung menghambur dalam pelukan pria itu. “Kau sudah datang?”
Wajah Edgar yang datar dan tanpa ekpresi sedikit mengeras melihat bagaimana riangnya Eyrin berjumpa dengan Regar. Baru beberapa saat yang lalu kulit Eyrin memerah oleh sentuhannya dan mengerang nikmat karena ia memenuhi tubuh wanita itu. Tubuh mereka bergulat dan bersama-sama terbakar hasrat yang membara. Namun, dalam sekejap Eyrin melompat gembira bertemu dengan pria lain, yang tak lain adalah adiknya sendiri.
Regar pun sepertinya tak tahu malu, menyambut pelukan Eyrin dengan tak kalah bahagianya. Keduanya saling berpelukan, menanyakan kabar dengan ekspresi dibesar-besarkan, seolah sudah bertahun-tahun tak berjumpa. Ditambah dengan dramatisnya menceritakan bagaimana pria itu tak bisa bekerja dengan baik tanpa bantuan Eyrin.
Cih, benar-benar sudah kelewatan. Dalam sekejap, dirinya menjadi makhluk tak kasat mata.
“Mau ke mana kau?” Edgar langsung menegakkan punggungnya begitu Regar dan Eyrin memutar tubuh hendak berjalan keluar.
“Aku?” Eyrin menyentuh dadanya dengan satu tangan sedangkan tangan yang lain melingkar di lengan Regar. Yang membuat Edgar tak bisa berkonsentrasi menatap wajah Eyrin karena pemandangan menyebalkan yang ada di depannya. “Bukankah pekerjaanku sudah selesai?”
“Aku belum memberimu pekerjaan.”
Eyrin menghela napas. “Aku lelah, Edgar. Bisakah aku istirahat dulu?”
“Memangnya berada kali dia menyentuhmu?” tanya Regar.
“Tiga.” Eyrin dengan polosnya menunjukkan tiga jari ke hadapan Regar. “Dia benar-benar panas dan ...”
“Eyrin!!!” Bibir Edgar menipis geram, terutama ketika melihat Regar yang langsung menutup mulut menahan tawa kencang pria itu.
“Ya?” Eyrin kembali menoleh ke arah Edgar.
“Apa kau merasa perlu mengumbar masalah ranjangmu pada orang lain?”
“Dia bukan orang lain.” Eyrin menggeleng sambil menunjuk Regar.
Edgar semakin dibuat kehilangan kata-kata akan jawaban polos istrinya itu. “Apa kalian memang biasa berbagi masalah seperti ini?”
“Tentu saja. Tidak ada rahasia di antara kami,” sahut Regar masih menahan tawa penuh kepuasan pada kakaknya. Setelah bertahun-tahun, akhirnya ia punya bahan ejekan untuk mengolok kakaknya itu.
Sialan! Edgar tak tahu harus menyumpahi Regar, Eyrin atau dirinya sendiri. Ia memang tahu adik dan istrinya itu sangat lengket dan tak ada rahasia di antara mereka. Tapi ia tak pernah mengira mereka akan saling berbagi rahasia hingga sedalam itu.
“Apa kau juga ingin tahu berapa kali Regar menyentuh ...” Mulut Eyrin langsung terbungkam oleh kedua tangan Regar dari arah belakang.
“Karena aku sudah berhasil mendapatkan dua kontrak dalam sehari, hari ini kami akan pulang lebih awal. Bye, Ed!” Regar menyeret Eyrin keluar ruangan Edgar secepat mungkin.