Part 13

1387 Kata
Wajah Eyrin membeku. Karena kata-kata Edgar juga oleh tatapan pria itu yang menjadi lebih tajam. Dan penuh keseriusan. “T-tidak normal?” ulang Eyrin dengan kaku. “Apa maksudmu?” “Cara berpakaian, pikiran, dan semua hal di hidupmu selalu dipenuhi oleh Regar.” Eyrin mengangguk sekali. “Ya, lalu? Kami memang saudara kembar yang dilahirkan dari rahim yang berbeda. Kami sahabat selamanya sehidup semati.” Edgar menggusur rambutnya dengan kasar. Kehilangan kata-kata dengan cara jalan pikiran Eyrin. “Kalian bukan saudara kembar. Bahkan wajah kalian tidak mirip!” “Ya. Tapi itu kan hanya ... perumpamaan. Yang mewakili garis tangan hidup kami.” “Kami? Lalu aku?” “Bukankah tadi kita membicarakan tentang aku dan Regar.” Edgar mendesah keras dan pendek dengan mata terpejam. Eyrin menggigit bibir bagian dalam bagian bawahnya. Mengamat ketegangan di wajah Edgar yang masih belum melunak. Dengan langkah hati-hati, ia pun duduk di samping Edgar. Menyentuh pundak pria itu dengan sikap was-was jika sewaktu-waktu emosi Edgar menyembur, ia akan bersiap untuk melompat mundur. “A-apa kauingin menjadi garis tangan hidupku juga?” Eyrin menunjukkan telapak tangannya di hadapan Edgar. Edgar menoleh. “Kaupikir aku masih kekanak-kanakan seperti kalian?!” semburnya kemudian. Merasa sangat dongkol dengan pertanyaan Eyrin yang terlihat seolah ia cemburu pada Regar. Eyrin tercengang, tapi kemudian mengangguk paham. “Baiklah. Kau ... cukup jadi suamiku saja, kan. Aku mengerti.” Edgar membuang wajahnya. Menggigit rotinya dengan gigitan yang besar-besar dan mengunyahnya dengan gerakan kasar. Meluapkan kejengkelan perasaannya terhadap Eyrin pada roti di dalam mulutnya. Eyrin tak berkomentar apa pun. Ingin mengingatkan Edgar agar lebih pelan-pelan melahap makan paginya karena takut tersedak. Tapi ia kembali menutup mulut ketika Edgar meliriknya lebih tajam dan dingin. Menghabiskan sarapan pagi miliknya. Regar bangun ketika keduanya selesai makan, dan langsung merangkul Eyrin yang mengekor di belakang Edgar berjalan keluar hotel. Tanpa sedikit pun merasa bersalah akan tatapan sinis Edgar yang seluruhnya diberikan untuk pria itu. “Semalam aku menyuruh sopir mengambil mobilku,” ucap Regar ketika membuka pintu mobil Edgar bagian belakang dan kakaknya melemparkan tatapan dingin padanya. “Aku bukan sopir kalian!” bentak Edgar ketika Eyrin mengikuti Regar hendak duduk di jok belakang. Pria itu menarik lengan Eyrin, membuka pintu jok depan, dan mendorong Eyrin duduk di sana. “Ada apa dengannya? Apa semalam kau tidak bisa memuaskannya?” Regar menjulurkan kepalanya di antara jok ke dekat wajah Eyrin. Eyrin hanya mengedikkan bahu, dengan kepala berputar mengikuti Edgar yang sedang memutari bagian depan mobil. “Dan pakaian macam apa itu yang kaukena ...” Eyrin bergegas menutup mulut Regar saat pria itu berkomentar tentang pakaian pilihan Edgar yang memang membuat tubuhnya gerah. “Shh ...” Eyrin mendorong kepala Regar ke belakang ketika Edgar membuka pintu dan mulai duduk di balik kemudi. Sepanjang perjalanan, tidak ada pembicaraan apa pun. Eyrin dan Regar hanya saling pandang akan kemarahan Edgar yang entah karena apa. Ketika sampai di rumah, tanpa kata-kata pun Edgar keluar dari mobil lebih dulu, meninggalkan Eyrin dan Regar yang menghela napas lega karena kepergian pria itu. “Ada apa dengannya?” tanya Regar setelah Edgar mulai menaiki anak tangga ke lantai dua sedangkan ia dan Eyrin masih berdiri termenung di ruang tengah. “Mungkin kurang tidur. Semalam dia tidak bisa tidur karena dengkuranmu.” “Karena aku?” Regar menyentuh dadanya. Eyrin mengangguk. “Dan mungkin sedang mendekati periode bulanan.” Regar memukul kepala Eyrin. “Dia laki-laki.” “Siapa yang tahu dia pun punya periode bulanan. Setiap sekali sebulan pria bersikap lebih sensitif dan mengamuk tanpa alasan. Seperti kau!” “Apa?” “Bukankah kau selalu marah tanpa alasan setiap akhir bulan. Atau setiap kontrak kita gagal dan kita tidak mendapatkan bonus?” Regar meringis. “Kau benar juga.” “Mungkin dia  sedang ada pekerjaan yang tak beres.” Regar mengangguk. Menepuk-nepuk pundak Eyrin menyalurkan rasa ibanya terhadap Eyrin. “Tapi kita tak perlu memikirkannya. Dia tak pernah gagal menyelesaikan pekerjaan. Dan gaji serta bonusnya seratus kali lipat lebih besar dari kita. Jadi, aku yakin dia pasti baik-baik saja.” Eyrin menghela napas lega. “Kau benar. Dia pasti baik-baik saja. Koleksi mobilnya saja sebanyak itu.” “Nah, itu dia.” “Jika aku minta satu, apa dia akan membolehkannya? Semalam Lea memamerkan kekasih barunya. Kuakui ketampanan kekasihnya hampir menyamai Edgar, tapi kau tahu aku tak mungkin memamerkan Edgar padanya, kan? Sebagai gantinya mungkin kita bisa memamerkan mobil Edgar yang lebih bagus.” Manik Regar langsung berbinar. Senyum cerah memenuhi seluruh wajahnya dan langsung menyetujui ide Eyrin. “Ya, kau harus minta pada Edgar. Pantas saja dia membiarkanku memilih sesuka hati hadiah ulang tahunku. Ternyata dia sudah memesan mobil keluaran terbaru yang akan datang dua hari lagi.” “Apa kauyakin ketampanannya melebihi kekasih Lea?” “Tentu saja, bahkan melebihi wajah Edgar. Lea akan merasa tertampar jika melihatnya. Tak biasanya kau punya ide cemerlang seperti ini?” Eyrin hanya tersenyum. Teringat kesombongan Lea semalam. “Dari mana saja kalian bertiga?” Lely muncul dari pintu penghubung antara ruang makan dan ruang tengah. Eyrin dan Regar menoleh. “Apa kalian sudah makan?” Regar menggeleng dan Eyrin mengangguk. Lely mengerutkan kening. Tak biasanya Eyrin dan Regar memberikan jawaban yang berbeda jika itu berhubungan dengan makan. Anak dan menantunya itu selalu makan bersama di mana pun dan bagaimana pun keadaannya. “Eyrin makan dengan Edgar dan aku masih tertidur.” Lely mengangguk-angguk pelan. “Kalau begitu cepat kau makan dan mandi. Setelah itu kalian berdua bantu mama menyiapkan barbeque di halaman belakang. Tidak lama lagi mama dan papa Eyrin datang.” Regar dan Eyrin menjawab secara bersamaan dan penuh semangat. “Oke!!”   ***   Edgar terpaksa turun dan meninggalkan ruang kerjanya setelah mamanya yang berada di halaman belakang tak berhenti melempar kerikil di jendela ruang kerjanya. Menyuruhnya untuk segera bergabung bersama mereka. Memilih duduk di kursi paling ujung melihat Eyrin dan Regar yang sibuk berenang di kolam dan mulai menyantap veggie grilled dan daging ayam yang diberikan mamanya begitu ia duduk. Tatapannya tanpa henti mengamati Eyrin dan Regar yang saling menciprati air kemudian saling mengejar di dalam air. Pemandangan seperti ini memang selalu ia saksikan di acara keluarga mereka, tapi sekarang semuanya menjadi begitu menjengkelkan. “Kalian cepat naik!” panggil Sonia ke arah kolam renang. Eyrin dan Regar berhenti. Keduanya langsung berenang ke tepi. Regar naik lebih dulu lalu membantu Eyrin naik. Edgar mendengus tipis, kemudian matanya membeliak kaget ketika Eyrin sudah naik dari kolam renang dan berjalan mendekat ke arah meja. Dengan jarak mereka yang semakin dekat, ia melihat bekas-bekas merah yang masih nampak jelas di leher Eyrin karena pakaian renang wanita itu yang meski berlengan panjang, tetap saja memamerkan kulit leher Eyrin yang pucat. Pun bekas-bekas merah yang ada di paha wanita itu. Edgar meletakkan veggie grillednya, berdiri, menyambar jubah handuk yang ada di kursi dan langsung membawanya pada Eyrin. Kemudian menutupi tubuh Eyrin yang basah dengan jubah tersebut. “Apa kau sadar apa yang kaulakukan?” desisnya di telinga Eyrin. “Kenapa?” tanya Eyrin tak mengerti. “Lihat leher dan pahamu.” Eyrin mengangkat tangan menyentuh leher dan menunduk melihat pahanya. “Mereka sudah melihatnya, dan memaklumi kalau kita masih pengantin baru.” Jawaban Eyrin ringan dan kemudian menoleh ke arah para orang tua yang duduk di meja. Edgar mengikuti arah pandangan Eyrin. Melihat papanya yang masih sibuk mengobrol dengan papanya, kemudian mamanya dan mamanya Eyrin yang terkikik pelan setelah melihatnya dan Eyrin. Keanehan sikapnyalah yang membuat Sonia dan Lely terpingkal. “Well, kami paham, Ed,” sela Regar dengan nada mengejek yang terselip dalam suaranya. “Diam kau!!!” sergah Edgar. Melihat Eyrin yang bersikap sangat tenang. Padahal saat malam pertama mereka, wanita itu yang kebakaran jenggot menyembunyikan bekas aktifitas intim mereka. Ya, ia memang tak masalah jika mama dan papanya yang melihat bukti bekas aktifitas panas mereka di ruangan tertutup, tetapi di hadapan orang tua Eyrin. Ia merasa malu karena telah melakukan hal-hal m***m tersebut pada putri mereka. “Jangan merasa sungkan pada kami, Edgar,” ucap Sonia ketika Edgar dan Eyrin sudah duduk. “Eyrin sudah menjadi milikmu sepenuhnya. Kau bebas melakukan apa pun padanya.” Tak lupa Sonia melemparkan tatapan menggodanya pada menantunya. “Kecuali membuatnya menangis,” sambung papa Eyrin. “Tapi kami percaya kau tidak akan membuatnya menangis. Iya, kan, Ed?” Edgar mengangguk. Menahan malu luar biasa dengan wajahnya yang memerah. “Iya, Pa.” “Bagus.” “Aku juga tak akan membiarkannya membuat putrimu menangis, Lukas. Kau bisa tenang,” sahut papa Edgar. “Kau membuatku menangis saat malam pertama kita, kan?” bisik Eyrin di telinga Edgar. Tubuh Edgar menegang, kepalanya menoleh dengan cepat ke arah Eyrin. Bersiap menyumpal mulut Eyrin jika wanita itu benar-benar berniat membuka mulut membeberkan tentang malam itu pada seluruh anggota keluarga mereka. “Tapi jangan khawatir, aku tidak akan mengatakannya pada papaku,” ringis Eyrin kembali menempelkan bibirnya di telinga Edgar. Edgar hanya menghela napas penuh kelegaan. Tak pernah menyangka memiliki istri seperti Eyrin akan membuat jantungnya naik turun dan hampir jatuh seperti ini. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN