Part 15

1427 Kata
“Hey, apa yang kaupikirkan?” Regar menjentikkan jari di depan wajah Eyrin. Membuyarkan entah apa yang dilamunkan Eyrin hingga wanita itu tidak menanggapi pertanyaan dan panggilannya. Mata Eyrin mengerjap dengan cepat, mengalihkan pandangannya pada pasangan di seberang meja dan menatap wajah Regar. Regar mengikuti arah pandangan Eyrin, berpikir sejenak untuk menebak apa yang ada di kepala wanita itu. “Apa kau memikirkan Edgar?” tanyanya kemudian. Ada cubitan kecil akan pengaruh Edgar yang mampu mengalihkan perhatian Eyrin meskipun saat ini wanita itu tengah bersama dirinya. Semacam rasa tidak suka, atau iri? Yang membuat suhu dalam hatinya naik dengan perlahan. Sebelum rumah tangga Eyrin dan Edgar menjadi hangat dan memanas seperti akhir-akhir ini, Eyrin memang kerapkali memikirkan pria itu. Memikirkan keadaan pernikahan yang berada di ujung tanduk. Saat bersamanya ataupun sendirian. Meminta berbagai macam solusi darinya untuk mencairkan pernikahan wanita itu dan ia dengan senang hati membantu. Dengan ketulusan hatinya. Tetapi sekarang terasa sedikit berbeda. Melihat tanda-tanda yang ditinggalkan Edgar di kulit Eyrin, yang ia sangat paham bagaimana bekas semacam itu ada di sana. Sedikit demi sedikit mengundang rasa asing merayap ke dalam hatinya. Tersamar tapi semakin hari semakin jelas. Dan mulai mengusik dirinya. Regar menggelengkan kepalanya keras-keras. Sudut hatinya memaki, ‘Apa yang kaupikirkan?! Itu tidak benar!’ Eyrin menghela napas panjang. Meletakkan sendok dan berhenti mencicipi kue di hadapannya. “Ya,” jawabnya dengan suara di seret. Tubuhnya bersandar di punggung kursi dan pundaknya melorot. Regar menunggu. Seberapa banyak kadar kecamuk yang memenuhi kepala Eyrin nampak jelas dalam raut muka wanita itu. “Ada masalah?” Eyrin sudah membuka mulut untuk menceritakan semua detail perdebatannya dengan Edgar. Bibirnya sudah tahu harus berbuat apa ketika mendengar pertanyaan semacam itu dari Regar. Secara otomatis, ia akan menumpahkan segala macam pikiran di kepalanya kepada Regar. Tetapi mulutnya terkatup, ketika mengingat kata-kata Edgar tadi malam. “Kau adalah milikku. Seutuhnya. Dan aku tidak suka milikku disentuh oleh orang lain.”   “Dia adikmu.”   “Juga pria dewasa.”   “Dia sahabatku.”   “Kau istriku. Wanitaku. Milikku. Aku lebih berhak atas hidupmu daripada dia.”   “Kau pilih aku atau Regar?” Eyrin menggeleng dan memilih menjawab dengan suara lirih sambil membuang wajahnya dari Regar. Regar mengerutkan kening. Eyrin menelan apa pun yang ingin diucapkan. Entah apa yang menahan wanita itu, rasa penasaran Regar mengembang dalam dadanya. “Hanya perdebatan kecil,” jawab Eyrin singkat. “Kauyakin?” Eyrin mengangguk. “Kau tahu, meskipun aku mengenal Edgar seumur hidupku hingga detik ini, hubungan kami masih terlalu dini. Kami hanya ... perlu menyesuaikan diri.” Regar mengangguk-anggukkan kepala paham. Merasa tak puas dengan penjabaran Eyrin yang tak sedetail biasanya dan membuatnya ingin tahu lebih jauh. Akan tetapi sepertinya Eyrin sudah selesai, dan ia diam. Menunggu. “Apa kau tidak ingin menikah?” tanya Eyrin kemudian. Kerutan Regar semakin menukik di antara kedua alisnya. Tubuhnya bersandar di punggung kursi dan kedua tangannya bersilang di depan d**a. Mengupas setiap ekspresi di wajah Eyrin. “Kenapa kau tiba-tiba menanyakan pertanyaan semacam itu?” Wajah Eyrin memias, tetapi dalam sekejap ia segera menguasai penampilan raut mukanya dengan gelengan kepala yang keras. “Aku ... hanya bertanya. Apa kau akan menghabiskan waktumu dengan bersenang-senang seperti ini hingga ... hingga aku sudah memiliki anak?” Lagi, cubitan tersamar di d**a Regar. Dengan kata ‘anak’ yang diucapkan Eyrin. Bayangan bagaimana Eyrin dan Edgar membuat anak memenuhi isi kepalanya. Bagaimana panasnya Edgar ketike menyentuh setiap inci kulit Eyrin mendadak mengganggu ketenangan batinnya. “Bagaimana jika suatu saat kau menemukan seseorang yang berhasil memenangkan hatimu? Apa kau akan menikah?” Bayangan di kepala Regar berhenti seketika oleh pertanyaan susulan Eyrin. Mengulang pertanyaan itu sekali lagi di kepalanya dan menimbang-nimbang sejenak. Ia mengedikkan bahu sambil menjawab gamang. “Mungkin.” “Lalu, bagaimana jika wanita itu tidak menyukaiku? Kemudian menyuruhmu memilihnya atau aku?” Regar diam sesaat. “Apa itu permasalahanmu dengan Edgar? Dia menyuruhmu memilih dia atau diriku?” Eyrin sempat terkejut dengan tebakan Regar yang tepat pada sasaran. Tetapi jawabannya yang terbata tak bisa berbohong di hadapan Regar. “Apa dia seposesif itu?” Mata Regar membelalak tak percaya. “Aku adiknya.” Eyrin hanya meringis. “Dia ... hanya sedikit tak nyaman aku begitu bebas denganmu. Sedangkan bersamanya ... mungkin baginya terasa berbeda. Kau tahu pernikahan ini memaksa kami untuk bersama. Dan kupikir, sepertinya kita perlu memiliki batasan.” “Batasan? Apa maksudmu?” Regar tak bisa menjaga suaranya yang mendadak menguat tanpa alasan. Eyrin terhenyak lama, pundaknya semakin merosot. “Aku tidak tahu.” Regar pun hanya bisa diam. “Entahlah. Sepertinya dia hanya ... sedikit sensitif.” Keduanya kembali diam. “Kau memilihku atau dia?” Mata Regar menyipit, napasnya terhenti menunggu jawaban yang akan keluar dari bibir Eyrin. Eyrin menggeleng. “Kaupikir?” Senyum terbit di kedua sudut bibir Regar. “Sahabat selamanya sehidup semati.” Eyrin membalas senyum Regar, meski hatinya masih dipenuh keraguan dan mengulang kalimat yang sama. “Sahabat selamanya sehidup semati.” Kemudian keduanya tertawa. Tanpa Regar tahu ada kehambaran dalam tawa milik Eyrin. Dan untuk pertama kalinya Eyrin merasa jadi pembohong pada sahabatnya. “Sejujurnya dia yang datang di antara kita berdua. Dia tak berhak cemburu,” gumam Regar setelah tawa mereka terhenti dan Eyrin kembali fokus mencicipi kue di depannya. Eyrin tak menjawab apa pun, berpura serius pada rasa kue coklat di dalam mulutnya. “Tapi ... seandainya suatu hari aku menemukan seseorang yang kau maksud, dan dia mempermasalahkan keberadaanmu di hidupku. Tanpa segan-segan aku akan mengakhiri hubungan kami. Dia pun tak berhak melakukan itu pada kita, kan?” Eyrin berhenti mengunyah, pandangannya terangkat menatap wajah Regar. Yang mengucapkan kalimat tersebut dengan sangat ringan. Ia tahu dirinya sangat berarti bagi Regar, begitupun sebaliknya. Tetapi perkataan Regar terasa tidak benar. “T-tapi ... itu tidak benar, Re.” Wajah Regar memias. “Kenapa?” tanyanya seolah tak terima dengan komentar Eyrin. “Entahlah. Aku ... hanya merasa seperti menjadi penghalang untuk kebahagiaanmu jika kau benar-benar memutuskan hubunganmu dengan wanita yang kaucintai hanya karena diriku.” Regar tercenung. “Kau tidak.” “Mungkin sekarang kita merasa memilih satu sama lain adalah pilihan paling tepat karena aku belum menjadikan Edgar sebagai seseorang yang kucintai dan kau belum menemukan seseorang itu juga. Tetapi, bagaimana jika aku sudah mencintai Edgar dengan sepenuh hati dan kau menemukan seseorang yang memiliki arti lebih dibandingkan aku?” “Tidak akan ada cinta yang melebihi persahabatan kita, Ey,” jawab Regar penuh keyakinan yang tinggi dan kemantapan. “Lagipula, kaupikir seseorang seperti Edgar mampu mencintai orang?” Eyrin cukup terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan Regar. Membuatnya tercengang selama beberapa detik. “J-jadi kaupikir aku tak akan mendapatkan cinta itu dari Edgar?” Wajah Regar berubah datar. Tak menyangka kata-katanya akan menciptakan ekspresi terluka di raut muka Eyrin. Seketika Regar menyesali ucapannya. “A-aku ...” “Kaupikir pernikahan kami hanya jalan untuk meneruskan garis keturunan keluargamu?!” Eyrin berdiri dengan kesal. Regar menggeleng, tapi bibirnya kelu tak bisa berkata apa-apa. “Atau kaupikir aku tak pantas dicintai oleh Edgar?!” Regar menggeleng lagi. “B-bukan seperti itu, Ey.” “Sudahlah.” Eyrin mengibaskan tangannya pada Regar, menyambar tasnya dan berjalan keluar. Regar bergegas menyusul Eyrin yang keluar dari toko kue. Berhasil menangkap lengan Eyrin di halaman toko yang langsung mengarah pada jalan raya. “Kau tahu bukan itu maksudku, Ey.” Regar membalik tubuh Eyrin menghadapnya. “Sejujurnya Edgar yang tak pantas mendapatkan cintamu.” Eyrin hanya diam, tak menolak mendengarkan penjelasan Regar. “Maafkan aku.” Regar memeluk Eyrin. Menarik perhatian beberapa pejalan kaki yang melintasi trotoar di depan toko. “Oke?” Eyrin masih diam. “Aku akan mengijinkanmu membuka kado ulang tahunku dan membiarkanmu memiliki apa pun yang kausuka,” bujuk Regar. Dalam hati menghitung  satu, dua, tiga, dan Regar ikut tersenyum merasakan senyum yang menempel di dadanya. Tak akan  butuh lebih dari lima detik untuk meredakan kekesalan Eyrin padanya. Ia mengurai pelukannya dan mengacak-acak rambut Eyrin dengan gemas.   “Ck, kau membuat rambutku berantakan.” Bibir Eyrin mengerucut dan kedua tangan berusaha merapikan helaian rambutnya. “Bagaimana kalau kita pergi ke spa? Sudah lama badanku tidak dipijit dan terasa kaku semua.” Eyrin mencibir. “Kau hanya suka tubuhmu disentuh-sentuh oleh wanita, kan?” Regar tergelak. “Well, apa yang tidak kauketahui tentangku, Ey?” Eyrin mengangkat bahunya dengan bangga. “Hanya sisa umurmu.” Gelak tawa Regar semakin kencang. Merangkulkan lengannya di leher Eyrin dan membawa wanita itu ke tempat mobilnya yang terparkir tak jauh dari tempat mereka. “Bagaimana kuenya?” Eyrin teringat apa yang mereka tinggalkan di toko kue. “Kau bisa memilih apa pun. Aku tak peduli. Toh Mama bukan pemilih juga.” “Bagaimana jika ada tamu yang tidak menyukai pilihanku?” “Mereka hanya tak perlu memakannya, Ey. Kau tak perlu memikirkannya serumit itu. Lagipula, mereka pasti akan memakannya untuk menjilat orang tuaku. Kau tahu pesta ini hanya untuk formalitas. Mama dan Papa hanya mencari alasan untuk membuat pesta dan memamerkan Edgar.” Eyrin mengangguk mengiyakan. “Kau benar.” “Hai, Eyrin. Kita bertemu lagi?” Suara maskulin yang tiba-tiba muncul mengalihkan perhatian Eyrin dan Regar. Eyrin menoleh. Menemukan Calvin berjalan mendekat ke arahnya dan Regar. Tak hanya Calvin, tetapi ada Edgar dan dua orang wanita bersama mereka. Salah satunya adalah sekretaris Edgar dan Eyrin tak mengenali wanita yang lainnya.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN