Di kamar hotel, Alea memilih mengguyur tubuhnya dengan air dingin, berharap air dingin itu mampu membasuh luka di hatinya. Namun percuma saja luka itu terlanjut menggores relung terdalam dari jiwanya. Setelah menyelesaikan mandinya Alea sempat bermunajat untuk meminta petunjuk dari sang Robby.
Alea mengemasi seluruh pakaiannya, setelah selesai bermunajat dan menimbang segala kemungkinan antara dirinya dan suami, Alea memutuskan meninggalkan hotel itu. Tiba-tiba rasa penasaran menggelitik hati kecilnya, dia tau tindakan ini mungkin akan menyakiti dirinya nantinya namun ia tetep ingin memastikan apa yang sedari kemarin mengganjal di hatinya. sebelum Alea cek out, Alea sempat menemui salah satu stap hotel itu untuk menanyakan apakah hotel ini dilengkapi dengan pasilitas CCTV, dan sukurnya pelayanan itu pun menjawab 'iya'
Alea kemudian bertanya "apakah aku boleh melihat rekaman tadi malam di depan kamar aku, karena semalem ada seseorang yang mengganggu kami," ucap Alea sopan. Karena sejatinya memang benar adanya seseorang telah mengetuk pintu kamarnya dan menggangu aktifitas dia dan suaminya. Lalu sang pelayan menuntun Alea ke arah ruangan CCTV, di sana sudah ada stap lain yang memang bertugas mengawasi seluruh sudut hotel itu melalui layar CCTV.
Setelah Alea menjelaskan pada sang pengawas CCTV, pengawas itupun langsung mencari rekaman yang dimaksud Alea. Setelah Alea melihatnya, Alea juga meminta potongan rekaman itu untuk di simpan di ponselnya, dan sang petugas memberinya, meski sebelumnya ia mengatakan jika tidak bisa melakukan apa yang diminta Alea, namun setelah Alea menjelaskan apa yang terjadi akhirnya sang penjaga memberikannya.
Alea langsung cek out dari hotel itu dengan menggunakan taxi yang memang banyak beroperasi di area hotel, Alea memberikan alamat rumahnya pada sang sopir taxi, lalu tak menunggu lama taxi itupun melaju meninggalkan hotel dan mulai berbaur dengan padatnya jalan raya.
Reyhan.
Reyhan kembali ke kedai tempatnya makan bersama Alea. Namun orang yang dia cari justru tidak ada di sana. Reyhan buru-buru kembali ke kamar hotelnya, ia setengah berlari menelusuri trotoar pembatas pantai dan hotel, ia berjalan menuju kamar hotelnya, Reyhan yakin Alea istrinya pasti ada di kamar mereka.
"Sayang,,,, " panggil Reyhan begitu membuka pintu kamar hotel itu. Namun Alea tidak tampak berada di sana, Reyhan juga sempat memeriksa kamar mandi dan balkon namun nihil. Alea tidak ada di sana. Reyhan berusaha menghubungi nomer ponsel Alea, namun sama saja nihil, tak tersambung, hanya suara operator saja yang terdengar di sambungan itu. Reyhan melihat sekeliling kamar hotel itu, ia tak melihat koper yang mereka bawa dari rumah, Reyhan buru-buru keluar dari kamar itu, kini tujuannya adalah resepsionis.
Reyhan beberapa kali menghubungi Alea sambil berjalan cepat kearah resepsionis, namun tetep saja nihil. Nomer ponsel Alea mati dan tidak bisa di hubungi sama sekali.
Reyhan sampai di resepsionis hotel itu dan langsung bertanya keberadaan istrinya. Resepsionis itupun mengatakan jika ibu Alea sudah cek out lima belas menit yang lalu. Reyhan semakin frustasi ia menarik sedikit rambutnya sambil berjalan kearah mobilnya.
"Mas,,," sapa seseorang dari arah belakang, seketika Reyhan langsung menoleh kearah sumber suara, berharap itu Alea, namun salah. Orang itu adalah Devina istrinya.
"Mas mau kemana?" Tanya orang itu yang tidak lain adalah Devina. Devina yang sebelumnya ingin membeli kopi di restoran hotel itu heran melihat suaminya yang terlihat terburu-buru, akhirnya dia menghampiri sang suami.
"Kamu,,, aku harus balik secepatnya," ucap Reyhan sambil mengambil kartu identitas yang sebelumnya diminta oleh resepsionis hotel itu.
"Balik? Kan rencananya besok baliknya mas, kok mendadak gini?" Sarkas Devina yang sedikit tidak terima jika liburannya harus berakhir di luar rencana.
"Alea kayaknya kecewa atau mungkin marah sama mas, karena tadi aku tinggal begitu saja pas kami lagi makan siang, pas kamu telpon," ucap Reyhan penuh frustasi.
"Ya bagus dong mas, jadi kita bisa lebih leluasa liburan berdua," sarkas Devina lagi. Dia senang jika kakak madunya berselisih paham dengan suaminya, karena itu artinya dia akan sedikit menggeser posisi madunya.
"Dev,,, please, ngertiin posisi aku," kali ini Reyhan sedikit menaikan nada suaranya. Bagaimanapun dia takkan bisa tenang selagi tak menemukan Alea.
"Oke, oke, oke, tapi aku juga ikut pulang ya mas, aku gak mau liburan sendirian di tempat sejauh ini," pinta Devina pada sang suami. Reyhan tak bisa berkata apa-apa lagi selain mengiyakan permintaan Devina sebelum Devina mulai bertingkah yang tidak-tidak.
Reyhan akhirnya pulang menyusul Alea tentu saja dengan Devina yang juga ikut pulang bersamanya.
Reyhan mengantar Devina kerumahnya yang tidak begitu jauh dari rumahnya bersama Alea, lalu setelahnya Reyhan kembali kerumah yang di tempatinya bersama Alea.
Rumah itu tampak masih sepi, terlihat dari pintu gerbang yang masih terkunci dari luar, yang artinya Alea belum sampai di rumah.
Reyhan kembali merogoh ponsel di saku celananya, kembali menghubungi nomer ponsel Alea, namun masih tak tersambung. Reyhan memilih masuk kerumahnya. Sepi. Rumah itu benar-benar sepi, Reyhan kembali meremas rambutnya sesekali menghentakkan kakinya kasar, ia duduk bersandar di sofa sambil memejamkan mata "Lea kamu kemana, kenapa ponsel kamu gak bisa di hubungi sih?" Lirih Reyhan sarat akan sesal, walau bagaimanapun dia sangat mencintai Alea istrinya. Alea sudah seperti separuh dari jiwanya.
"Assalamualaikum,,," suara Alea langsung memenuhi rumah yang kebetulan pintu depannya terbuka, rumah yang selalu membuat dia bisa menemukan kehangatan ayah dan ibu meski orang tuanya tidak berada di dekatnya namun nyatanya ia bisa mendapatkan kehangatan orang tuanya di tempat ini. Rumah orang tua dari Reyhan suaminya, iya Alea memilih pulang kerumah mertuanya, ia hanya ingin menghindari pertikaian dengan suaminya, ia takut jika ia tidak bisa mengontrol emosinya saat bertemu Reyhan, dan berakhir menambah luka di hati dan pikirannya.
"Walikum salam," sambut ibu mertuanya ramah dan langsung memeluk menantunya. Alea kemudian mengambil tangan ibu mertuanya dan mencium punggung tangannya, dan menghampiri ayah mertuanya yang juga kebetulan sedang duduk di sofa yang sama dengan ibu mertuanya, Alea melakukan hal yang sama dengan ayah mertuanya, memeluknya dan mencium punggung tangan ayah mertuanya.
"Kamu habis dari mana? Kok bawa koper segala?" Tanya ibu mertuanya menyadari menantunya membawa koper kecil.
"Ya bu, Lea sama mas Reyhan baru habis liburan, cuma liburan biasa ibu. hanya untuk merileksasikan otak kata mas Reyhan," Alea menjelaskan cerita pendek pada kedua mertuanya, karena memang begitulah rencana yang suaminya buat untuk dirinya, namun siapa sangka justru berakhir dengan luka dan kecewa.
"Lalu Reyhan mana?" Tanya ibu mertuanya lagi.
"Mas Reyhan langsung kerumah sakit bu, soalnya tadi kami buru-buru pulang karena mas Reyhan dapat telpon dari rumah sakit," jelas Alea sedikit berbohong agar mertuanya tidak mengintrogasi lebih jauh.
"Ooooh gitu, Lea sudah makan belum? kalo belum ayok bantu ibu siapin makan malem buat nanti, Reyhan juga pasti nyusul kamu kan kesini?" ucap ibu mertuanya antusias.
"Tentu saja ibu, ayo." Ajak Alea tidak kalah antusiasnya dengan sang ibu mertuanya.
Hari sudah petang, Reyhan membuka matanya ternyata ia sempat terlelap meski hanya beberapa puluh menit. Reyhan kembali menghubungi nomer ponsel sang istri, dan akhirnya tersambung, setalah beberapa kali menghubungi nomer itu tepat di pangilan ke lima panggilan itupun di angkat. "Hallo Reyhan, " sapa seseorang di sebrang telpon. Reyhan mengenal siapa pemilik suara itu.
"Halo ibu, kenapa ponsel Lea ada sama ibu?" Tanya Reyhan cepat setelah panggilan itu tersambung.
"Ya Lea sedang mandi jadi gak bisa angkat telpon kamu jadi, terpaksa ibu yang angkat, dari pada kamu nanti mikir yang enggak enggak," ucap ibunya Reyhan. "Jadi kamu sudah selesai dengan urusan kerjaan? Alea udah nyiapin makan malem lo, jadi jangan kemalaman ya rey, entar makanannya keburu dingin." Sambung Rani ibunya reyhan
"Ya ibu,Reyhan sudah di jalan menuju rumah ibu," Reyhan akhirnya menutup sambungan telpon itu. Dia merasa cukup lega karena Alea tidak pergi kemana-mana tapi Alea malah memilih pergi kerumah orang tuanya, orang tua Reyhan.
Sesampainya di rumah orang tuanya, Reyhan langsung masuk begitu saja, dan langsung menuju ruang makan. "Selamat malem," ucap Reyhan begitu sampai di ruang makan rumah orangtuanya, " hey anak ibu sudah sampai ternyata," sambut sang ibu.
"Lea mana bu?" Tanya Reyhan menyadari istrinya tidak berada di ruang makan itu. Pikiran Reyhan tentu saja takut jika akhirnya Alea memilih menghindar dan nekat kabur darinya. 'Walau bagaimanapun dia masih belum tau apa alasan Alea meninggalkan hotel tanpa dirinya, apa mungkin marah saat aku tinggal tadi?' Lirih Reyhan hanya dalam hati.
"Nah itu" tunjuk Rani ibunya Reyhan kearah Alea yang baru turun dari tangga kamar atas. Reyhan tersenyum ke arah Alea, Alea membalas senyum sang suami tidak kalah manisnya, ia berusaha berdamai dengan hatinya meski sangat sulit, namun ia tidak mau jika kedua orang tua Reyhan mengetahui masalah yang sedang dia hadapi. "Mas udah sampai," sapa Alea masih ramah, tak lupa ia mengambil tangan suaminya dan mencium punggung tangan itu. Reyhan mencium pincuk kepala sang istri. "Ayo duduk makanannya keburu dingin lo nanti!" Sambung Rani.
Akhirnya mereka semua makan malem dengan tenang, sesekali di selangi dengan obrolan-obrolan ringan dan nasehat ala kadarnya dari sang ayah.
Alea memilih menginap di rumah mertuanya, bukan tanpa sebab, Alea hanya tidak ingin ia terbawa emosi dan akhirnya berselisih dengan Reyhan.
Alea memilih tidur lebih awal, setelah ia berpamitan dengan kedua mertuanya. Reyhan menyusul Alea kekamarnya setelah kurang lebih satu jam. Ia ingin meminta maaf pada sang istri tentang kejadian tadi siang di kedai makan.
Sesampainya di kamar itu, tampak Alea sudah merebahkan tubuhnya dan mengenakan selimut, ia sudah melepaskan jilbabnya.
Reyhan berbaring di sebelah istrinya yang tidur miring di sebelah sisi tempat tidur itu. "Sayang maafkan aku," ucap Reyhan lirih tepat di telinga Alea, sambil memeluk tubuh istrinya dari belakang dan mencium rambut sang istri. Reyhan membenamkan wajahnya di tengkuk leher sang istri setelah sebelumnya mengangkat rambut lebat Lea ke atas bantal
Alea tak bergeming sedikitpun dari tidurnya. Ia tetap memejamkan matanya, seolah-olah dia menang sudah terlelap dan sedang bermain di alam mimpi. "Sayang, sungguh aku minta maaf," Reyhan kembali membisikkan kata-kata maaf itu sangat lirih di telinga istrinya, namun Alea tetap tak bergeming. Akhirnya Reyhan memilih tidur dengan memeluk tubuh istrinya.
Alea sekuat tenaga menahan rasa kecewa di hatinya, ia tidak tau apa yang harus dia lakukan sekarang. Bertahan dengan rasa kecewa ini atau seperti yang Reyhan katakan melepaskan.