Rumah tangga yang sempurna

1574 Kata
Ibram langsung bergegas memakai pakaiannya setelah mengetahui sang istri sudah membaca pesan yang masuk ke ponselnya itu, pesan yang jelas dipenuhi dengan unsur kerinduan dengan panggilan sayang yang terasa begitu mesra ketika siapapun membacanya. Niswa tersenyum ketika melihat sang suami menuruni anak tangga lalu berjalan mendekatinya yang sudah berada di meja makan Sang putra yang ternyata memang benar-benar sudah kelaparan meminta untuk Niswa saat ini. "Ayo makan Mas, Kama udah kelaperan jadi minta aku suapin duluan sambil nungguin kamu datang," kata Niswa menyambut sang suami dengan kata-kata manis seperti biasanya semanis senyum yang wanita itu berikan kepada laki-laki tampan itu, Niswa malah memandang sang istri aneh jelas-jelas pesan yang masuk ke dalam ponselnya itu sudah terbaca tetapi Niswa sama sekali tidak bersikap seolah telah membaca pesan sayang di ponsel suaminya. Umumnya seorang wanita pasti akan marah atau paling tidak menanyakan tentang pesan masuk ke ponsel sang suami terlebih lagi ada panggilan sayang di dalam pesan itu. "Mau makan pakai apa?" Yang sudah siap mengambilkan makanan untuk sang suami, Gibran lalu duduk di kursi yang ada di depan kursi yang saat ini Kama duduki. "Terserah kamu sayang, semua makanan yang kamu masak pasti enak," kata Ibram membuat sang istri tersenyum manis selalu mulai mengasih piringnya dengan beraneka makanan yang ia masak. "Kama makan sendiri boleh? Biar Bunda mau makan juga, Bunda kan juga pasti lapar," kata Ibram pada Sang putra, Niswa tersenyum menunggu jawaban yang akan Kama berikan, wanita itu tahu jika sang suami selalu mengajarkan putranya itu untuk mandiri walaupun Kama adalah putra mereka satu-satunya. "Iya Ayah," jawab bocah kecil itu patuh, gaya bicaranya ceria menandakan jika Kama memang tidak keberatan meneruskan makannya sendiri. "Hebat anak ayah," Puji Gibran sambil menatap Sang putra. "Bunda aku makan sendiri aja, Bunda makan, biar Bunda nggak lapar," kata Kama pada sang ibu Niswa lalu tersenyum manis dan mengelus kepala Sang putra, wanita itu lalu mengisi piringnya sendiri dengan makanan dan mereka menikmati makan malam bersama sambil sesekali mendengarkan Kama berceloteh tentang hal-hal kecil yang terjadi di sekolahnya. Sesekali Ibram menatap sang istri, menelisik apakah ada perubahan sikap wanita itu tetapi ternyata Niswa tetap bersikap biasa saja selalu manis pada sang suami. "Sayang, tadi kamu udah baca pesan yang masuk HP mas?" Tanya Ibram pada wanita yang duduk di sebelahnya mereka sedang menemani Kama menonton televisi, sebuah acara kartun yang menampilkan para bus yang bisa berbicara sedang diputar dan Kama dengan begitu serius menontonnya. "Pesan yang mana ya?" Tanya Niswa membuat Ibram merasa sedikit lega tapi juga merasa bingung siapa yang telah membuka pesan itu jika bukan istrinya apa mungkin Kama, "oh pesannya itu, yang bilang sampai ketemu besok sayang?" "Iya itu pesan dari siapa ya?" Tanya Ibram dengan wajah yang terlihat bingung. "Loh kok kamu malah tanya aku, kan pesannya masuk ke HP kamu. Jangan-jangan itu dari selingkuhan kamu lagi!" Kata Niswa dengan nada meledek tapi sang suami malah mendelik mendengarnya. "Sayang, jangan nuduh macam-macam deh!" Kata Ibram sambil menatap gemas Niswa yang tertawa kecil menatapnya. "Ya aku juga nggak tahu itu pesan dari siapa sayang, nomor baru apa mungkin orang salah kirim ya," jawab Ibram yang juga merasa kebingungan sang istri masih tertawa gemas menatap ekspresi sang suami. "Bisa jadi, Ya udahlah nggak usah dipikirin nggak perlu dibales juga," Niswa dengan begitu ringan wanita itu lalu menatap Sang putra yang tertawa cekikikan menatap film kartun yang ada di layar televisi besar di hadapannya. "Iya udah Mas hapus juga pesannya," sahut Ibram ringan laki-laki itu ikut menatap Sang putra yang fokus pada tontonannya, "tapi ngomong-ngomong kamu kok sama sekali nggak cemburu sih baca pesan itu? Jangan kamu sama sekali nggak cinta sama Mas, kata orang cemburu itu tandanya cinta!" "Aku tuh bukannya nggak cemburu Mas, tapi aku terlalu percaya sama kamu, kalau kamu nggak mungkin menghianati aku. Kalau orang bilang cemburu itu tandanya cinta maka percaya itu tandanya rajanya cinta!" Jawab Niswa sambil mencubit gemas pipi sang suami yang sedikit ditumbuhi bulu-bulu rajin dicukur oleh laki-laki itu. Ibram tersenyum manis mendengar apa yang istrinya katakan lalu dengan secepat kilat laki-laki itu mencuri ciuman di bibir tipis sang istri agar Kama yang sedang fokus pada layar televisi tidak melihatnya, Niswa kembali tersenyum geli karena kelakuan sang suami. "Aku yakin kok mas kalau kamu itu setia sama aku dan kamu nggak akan tergoda perempuan lain di luaran sana, aku tahu kamu tipe laki-laki kayak apa. Aku masih ingat banget kayak apa nervousnya kamu waktu pertama kali kenalan sama aku dulu," kata Niswa wanita itu tersenyum mengingat masa lalu mereka, masa-masa manis perkenalan pertama mereka. "Ya iyalah siapa yang nggak nervous ketemu sama bintang papan atas, aku jadi lebih nervous waktu kamu ngejar-ngejar aku!" Kata Ibram untuk meledek sang istri tentu saja membuat Niswa mendelik tidak terima. "Ih, coba ulangi lagi, bilang lagi siapa yang ngejar-ngejar kamu? Bukannya kamu ya yang ngejar-ngejar aku, awalnya aja malu-malu lama-lama kamu ngejar-ngejar aku sampai kamu ngajuin kontrak seumur hidup sama aku!" Ucap Niswa seakan sedang mengingatkan hal yang tidak mungkin dia lupakan saat dengan begitu gencar Ibram mengejar cintanya. "Iya habis dulu kamu selalu ngeluh kamu nggak punya waktu untuk diri kamu sendiri karena kerjaan kamu, ya udah aku ajuin kontrak seumur hidup sama kamu buat jadi istri aku jadi kamu bisa ngabisin waktu cuma buat diri kamu dan aku aja selamanya. Eh ternyata tahu-tahu nongol bocah itu, bocah yang selalu bikin kita jatuh cinta," kata Ibram sambil menatap Sang putra, Niswa tersenyum mendengar apa yang suaminya katakan lalu menyandarkan kepalanya di bahu sang suami juga menatap Kama yang sedang mereka bicarakan. Pasang suami istri yang rasanya selalu dimabuk Cinta itu sama-sama tertawa kecil saat melihat Putra mereka sudah menguap karena rasa kantuknya. "Udah aku ngantuk, aku udah mau bobo," Rengek Kama dengan begitu manja. "Ya udah kalau gitu bunda temenin Kamu bobok ya, biar Ayah yang matiin tv-nya," kata Niswa sambil mengajak Sang putra untuk ke atas, lantai dua rumah mereka di mana kamar mereka berada. Setelah beberapa saat menemani Sang putra yang kini sudah terlelap Niswa mendengar pintu kamar bocah itu dibuka, masuklah Ibram dengan senyum manisnya laki-laki itu langsung menghampiri ranjang di mana Kama telah terlelap dengan Niswa berada di sebelahnya. Ibram mencium kening sang Putra sambil mengelus pucuk kepala bocah. "Good night kesayangan ayah," kata Ibram sebelum kembali mencium kening Putra kesayangannya laki-laki itu lalu berdiri dan memutari ranjang lalu duduk di tepi ranjang itu sambil memeluk sang istri dari belakang. "I love you, Sayang," kata Ibram sambil berbisik di telinga Niswa lalu mengecup daun telinga sang istri hingga membuat Niswa sedikit berjingkat geli seiring bulu kuduk yang berdiri di tubuhnya. "I love you more," jawab Niswa sambil menatap sang suami, wanita itu membelai lembut pipi Ibram, dan tanpa saling bicara lagi hanya tatapan mata yang seolah sedang menjalin rasa Ibram mendekatkan wajahnya pada sang istri dan menyatukan bibir mereka. Awalnya hanya kecupan lembut lalu perlahan Ibram mulai melumat bibir sama istri dengan begitu hangat membuat wanita cantik itu semakin terbuai dalam sentuhan laki-laki yang begitu ia cintai, seolah saling mengerti walau tanpa saling bertutur kata Niswa mengalungkan kedua tangannya di leher Ibram dan dengan sekali gerakan laki-laki itu mengangkat tubuh sang istri membawanya keluar dari kamar Putra mereka dan memasuki kamar mereka sendiri untuk melanjutkan memadu cinta. Gelombang dahsyat yang menenggelamkan keduanya dalam hasrat yang kian membara membuat Ibram tidak mempedulikan apapun mereka bahkan lupa menutup pintu kamarnya, yang saat ini Ibram melakukan hanya terus memagut bibir sang istri yang berada dalam gendongannya, perlahan laki-laki itu meletakkan tubuh indah Niswa di atas ranjang tanpa sedikitpun rela melepaskan ciumannya seiring dengan belaian lembut yang laki-laki itu berikan di tubuh yang selalu ia puja. "Kamu memang selalu memabukkan, Sayang. Selalu bisa membuat aku mendamba sampai hampir gila," bisik Ibram setelah melepaskan bibir Niswa yang sedikit basah karena ulahnya. Niswa hanya tersenyum mendengar kata-kata Indah Sang suami, heningnya malam seolah menjadi saksi terampilnya jari jemari mereka melepaskan kain yang menempel di tubuh pasangannya. Rembulan yang bersinar redup menggantung di atas awan yang sedikit tertutup mendung seolah mengintip kegiatan panas sepasang suami istri itu hingga setelah beberapa saat keduanya terbaring lemas di atas ranjang. "Terima kasih, Sayang, untuk semua kenikmatan yang selalu kamu berikan dengan semua keindahan kamu," ucap Ibram, sentuhan lembut yang kembali Ia berikan pada tubuh mulus sang istri membuat wanita itu sedikit menggelinjang geli, Ibram tersenyum jahil melihatnya lalu kembali memberikan kecupan hangat pada tubuh Sang istri yang sedang disentuhnya. "Mas mau nambah lagi?" Tanya Niswa sambil membelai kepala sang suami yang ada depan dadanya membuat laki-laki yang sedang sibuk menyentuh sang istri dengan kecupannya, sedikit mendongak meninggalkan jejak basah di sana. "Kamu nggak pernah bikin mas bosan Sayang, rasanya Mas nggak akan pernah jemu menyentuh kamu. Kamu adalah candu terbesar di dalam hidup Mas, tapi Mas juga nggak mau Kamu kecapekan, Mas tahu seharian ini kamu lelah mengurus rumah kita, anak kita, dan mengurus keinginan Mas. Jadi sekarang kamu istirahat aja ya," kata Ibram dengan begitu lembut membuat sang istri tersenyum manis lalu menganggukkan kepalanya, Ibram memposisikan tubuhnya untuk memeluk sang istri dan membiarkan wanita tercintanya itu terlelap di d**a bidangnya. Laki-laki itu tersenyum melihat wajah cantik Niswa yang terlelap di dalam pelukannya, tidak ada kebahagiaan yang lebih besar bagi seorang suami selain melihat istrinya tertidur dengan penuh kebahagiaan di dalam pelukannya tapi perlahan Ibram melepaskan sang istri meletakkan wanita itu di atas bantalnya. Ibram mengambil ponsel yang ia taruh di atas nakas lalu menyalakan benda itu, senyum yang sama juga tercetak di wajah tampannya saat membuka sebuah akun media sosial dan menatap foto wanita-wanita cantik di dalamnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN