Syahla pun berjalan menuju rumahnya, sebelum sampai Syahla mengecek kantong bajunya. Dia baru saja menjual singkong yang dia cabut dari belakang rumahnya. Keluarga angkatnya memang memiliki perkebunan sedikit yang digunakan untuk menanam singkong yang selanjutnya dijual ke pasar bila sudah berbuah.
Selain singkong, di lahan yang lumayan sempit itupun ditanami pisang yang juga akan dijual setelah buahnya sudah mulai tua dan banyak. Itulah mata pencaharian keluarganya juga orang tuanya ikut bertani kepada orang lain meski mereka tidak memiliki sawah.
Syahla bersyukur dalam hati karena uang dua puluh lima ribu miliknya masih ada di kantong celananya, padahal insiden kejar-kejaran tadi cukup serius hingga dia berpikir kalau uangnya sudah pasti mental jauh dan hilang ntah ke mana.
Setelah melihat uang itu yang masih ada, Syahla langsung memasukkannya lagi ke dalam kantong. Dia kini berani pulang ke rumah karena tidak perlu takut kena pukul oleh ibu angkatnya.
“Wihhh … duite akeh nemen. (Wih, duitnya banyak banget.)” kata Desi menggoda Syahla.
“Ya iyalah, sebenere kuwe, nyong wong duwe, Des. Cuma kie lagi nyamar. (Ya iyalah, sebenarnya itu aku orang kaya, Des. Cuma lagi nyamar aja ini.)” kata Syahla.
“Prettt …” kata Desi.
Lalu, Syahla langsung tertawa terbahak-bahak mendengar apa yang dikatakan oleh Desi. Seperti menyambar, Desi ikut tertawa. “Kakehan nonton sinetron ning ndeke Pak Lurah. (Kebanyakan nonton sinetron di rumah Pak Lurah).” katanya.
Mereka tertawa lagi. Lalu setelah puas tertawa, Syahla pun teringat sesuatu.
“Des, ko ora papa dolan karo nyong? (Des, kamu nggakpapa main sama aku?)” tanya Syahla.
Syahla tentulah tahu kalau orang tua Desi belakangan sering melarangnya bermain bersama Syahla karena Syahla dianggap sebagai anak nakal dan semua orang tahu bahwa asal usul Syahla tidaklah jelas. Sebab, bukan rahasia umum lagi warga kampung tau kalau Syahla adalah seorang anak buangan dari orang jauh.
Sebetulnya bukan hanya Syahla saja, sebab Syahla masih memiliki dua orang adik yang juga dibuang oleh keluarganya. Kedua adiknya diadopsi oleh seorang keluarga yang berbeda dengan Syahla.
“Ya ora papalah, kari domai tinggal kabur hahaha. (Ya nggakpapa lah, kalo diomelin tinggal kabur. Hahahaha.)” kata Desi.
Belum sempat Syahla mengatakan sesuatu, dia mendengar seseorang memanggil namanya. “Yayu Ani!” seru seseorang.
Syahla sangatlah mengenal suara itu. Itu adalah suara adik laki-lakinya. Dia pun menoleh mencari asal suara.
Seketika Syahla mengamati tubuh adiknya yang terlihat sangat kurus dan hitam. Bukan rahasia lagi kalau adiknya tinggal di keluarga yang sangatlah serba kekurangan. Pakaian yang di pakai oleh adiknya bahkan lebih cocok digunakan untuk lap ketimbang dipakai oleh adinya.
“Pimen, Nanang? (Ada apa, Dik?)” tanya Syahla.
“Yayu, njaluk duite. (Yayu, minta uang.)” katanya.
Syahla memiliki dua adik kandung yang juga ditinggalkan oleh keluarganya di kampung, kedua adiknya tersebut bernama Syahri Renaldi (11 tahun) dan Syafia Putri (10 tahun). Dan anak laki-laki yang kini ada di hadapannya dan sedang meminta uang kepada dirinya adalah Syahri.
Syahla seketika bingung. Hari ini seharusnya ia menyetorkan uang sebesar dua puluh lima ribu kepada ibunya, namun melihat adiknya meminta kepada dirinya saat dirinya tengah memegang uang membuat dia merasa dilema.
“Pengen tuku apa? (Mau beli apa?)” tanya Syahla.
“Jajan, Yu.” kata Syahri.
Syahla pun mengambil uang dari kantongnya dan mengambil uang lima ribu lalu memberikannya kepada Syahri. Syahri langsung berbinar-binar melihat uang itu. Dia langsung mengambil uang itu dengan hati gembira.
“Loroan karo Putri (Berdua sama putri).” kata Syahla.
“Iya, Yu …” kata Syahri.
Setelah mendapatkan uang, Syahri langsung lari pergi meninggalkan Syahla. Syahla hanya bisa tersenyum dan memandangi adinya yang semakin jauh berlari.
“Adine ko ireng nemen yakin, adusi mbarah! (Adik kamu item banget deh, mandiin dong!)” kata Desi.
“Sing penting urip. (Yang penting hidup.)” kata Syahla.
Desi tertawa bergitu juga dengan Syahla. Belum kelar ketawa mereka seseorang menerikani memanggil nama Desi.
“Desi! Balik! (Desi! Pulang!).” seru ayah Desi bernama Sarjono.
“Iya, Pak!” kata Desi yang ketakutan.
Desi melirik Syahla, Syahla hanya bisa mengangguk, lalu Desi pun langsung berlari pulang menghampiri ayahnya. Ayah Desi itu galak, sehingga anaknya tersebut sangatlah takut kepadanya. Syahla menatap punggung Desi. Kawan tertawanya itu sudah kembali ke rumah.
Sekarang, Syahla harus kembali ke dunia nyatanya.
Syahla melangkah kakinya ke rumah dengan malas. Dia memang sangatlah malas berada di rumah karena semua yang dilakukannya selalu mengandung kesalahan yang selalu membuat dirinya dimarahi oleh kedua orang tua angkatnya. Terutama ibunya.
“Sing ndi bae sih? Jam semene nembe balik? (Dari mana saja sih? Jam segini baru pulang?)” tanya Ibunya Syahla, namanya Astuti.
Wajahnya sudah sinis sekali memandang Syahla. Syahla hanya bisa menghembuskan nafas mencoba tidak marah karena dia merasa bagaimanapun dia tidak boleh melawan kepada orang tuanya karena mereka lah yang merawat Syahla sampai sekarang meski perlakuan mereka serap kali tidak baik.
“Maaf, Mak.” kata Syahla.
Syahla langsung merogoh kantong celananya dan langsung memberikan uangnya yang dia dapatkan dari pasar dan menyodorkan kepada ibunya. Ibunya yang melihat uang yang diberikan kepadanya tidak sesuai langsung merasa kesal.
“Bisaneng duite semene tok? (Kenapa uangnya cuma segini?)” tanya ibunya Syahla.
“Lakune semono tok, Mak. (Lakunya segitu doang, Ma.)” kata Syahla.
“Aja goroh! Emang emak ora ndeleng ko mei duit meng si Syahri? (Jangan bohong! Emang mama nggak lihat kalau kamu kasih uang ke Syahri?)” kata ibunya Syahla.
Syahla hanya bisa menunduk, percuma saja membantah ibunya. Toh ibunya menyaksikan sendiri saat dirinya memberikan uang itu kepada adiknya. Jadi, dia tidak bisa mengelak. Karena mengelak saja tidak akan membuat dia keluar dari hukuman.
“Tangan!” seru ibunya Syahla.
Syahla langsung tahu apa yang akan dilakukan oleh ibunya. Syahla menggigit bibirnya. Ibu bukan kali pertama Syahla mendapatkan perlakukan seperti saat ini. Dia sering mendapatkan perlakuan seperti ini dari kedua orang tuanya setiap kali dia melakukan kesalahan.
Warga desa sebetulnya mengetahui apa yang dilakukan orang tua Syahla kepada Syahla namun mereka tidak mau mengurusi rumah tangga keluarga Syahla. Terlebih warga kampung melihat Syahla adalah anak yang nakal sehingga mereka mewajarkan tindakan kedua orang tua angkat Syahla saat mereka memberikan hukuman kepada Syahla.
Syahla mengulurkan tangannya ke depan, dan membuka telapak tangannya, ibunya segera masuk ke dalam untuk mengambil sebuah rotan.
“Ampun, Mak.” kata Syahla sebelum ibunya melancarkan aksinya.
Melihat rotan yang dibawa oleh ibu angkatnya tersebut membuat nyali Syahla ciut, Syahla kini menarik tangannya, bayangan rasa sakit yang akan menghampirinya begitu kuat terngiang di dalam kepalanya. Dia merasa takut. Sangat takut.
“Tangane!” seru ibu angkat Syahla sambil menarik paksa tangan Syahla agar maju dan membuka memamerkan telapak tangannya.
Ibu angkat Syahla pun langsung memukul telapak tangan Syahla menggunakan rotan tersebut. Rasanya sakit sangat sakit.