SATU
Follow author setelah baca ini ya. Mungkin ada beberapa typo yang nantinya akan ada di cerita ini dikarenakan author bukan penulis handal yang mungkin kelolosan revisi.
Jangan lupa tambahkan ke perpustakaan kalian oke.
Dinda Larasati seorang gadis berusia dua puluh dua tahun yang baru saja menyelesaikan pendidikan magisternya di luar negeri bersama kakak sepupu yang selalu menjadi teman baiknya ke mana pun Dinda mau.
Ia yang merupakan anak dari seorang pengusaha ternama batu bara dan juga beberapa bisnis lainnya yang digeluti oleh orang tuanya.
Keluar dari kamar dengan menggunakan rok mini dan T-shirt berwarna putih. Ia menghampiri mami yang sedang masuk ke dalam dapur yang baru saja ia melihat mami dari ruang tamu.
"Mami, ada tamu?" Tanya Dinda dengan polos. Padahal gadis itu sudah tahu kalau ada tamu. Tapi masih cerewet bertanya seperti itu.
Mami meletakkan nampan di atas rak yang menjadi tempat semula menaruh barang itu. "Kamu nggak tahu dia siapa?"
Dinda menggeleng polos karena tidak tahu dengan pria tampan yang sedang duduk bersama dengan papi di ruang tamu. Bentuk tubuhnya terlihat sangat sempurna. Ditambah lagi ketampanannya menjadi nilai plus untuk pria itu.
"Kamu kudet banget sih, Nak!"
Mami menoyor kepala Dinda. "Ih, Mami apaan sih? Dinda nggak tahu dia siapa,"
"Dia Rian, sayang,"
"Cakep, Mi," puji Dinda sambil tertawa kecil.
Maminya menggeleng pelan. Pertama kalinya memuji seorang pria. Dinda juga tidak pernah pacaran sebelumnya. Gadis kecil yang selalu dikurung dalam kamar dan dibebaskan ketika berada diluar negeri bersama kakaknya.
Mamanya duduk di kursi yang ada di dapur. "Dia duda sayang. Umurnya baru dua delapan, mungkin bulan depan dua sembilan,"
"Mami tau dari mana?"
"Dia anak temannya Papi. Jadi Papi udah anggap di juga sebagai anak sendiri. Apa kamu lupa mengenai Rian yang dulu sering gangguin kamu waktu kecil? Itu dia!"
Rian? Sama sekali Dinda tak ingat dengan pria yang bernama Rian Rion yang tidak tahu mana teman yang pernah main dengannya dulu. Sebagian memory Dinda sudah hilang karena sibuk belajar setiap hari.
"Tapi, Mi. Aku penasaran kenapa dia duda? Kan masih muda banget?"
"Nikah dijodohin dulu. Tapi karena istrinya sekarang udah sukses, jadi pengusaha eh malah dia diceraikan istrinya. Sekarang mantan istrinya udah nikah lagi dan punya anak," cerita maminya.
Dinda ber oh ria tapi tidak tahu dengan pria yang sedang duduk itu. "Mi, dia baik nggak?"
"Banget, dia baik banget malah. Jadi Mami pernah mau jodohin kamu sama dia. Tapi Mami pikir mungkin kamu bakalan nolak karena dia duda,"
"Lanjutin, Mi. Nggak malu-maluin nih dibawa ke mana-mana,"
"Papi kamu nggak setuju kamu deket sama dia semenjak Papi tau kalau dia duda,"
Dinda sedikit cemberut mendengar pernyataan sang mami mengenai papinya yang tidak mau melanjutkan perjodohan dia dengan Rian. "Kenapa kalau duda, Mi?"
"Papi nggak mau kamu jadi janda. Siapa tau yang nggak bener sikapnya itu si Rian,"
"Tadi Mami bilang dia baik,"
"Kita nggak tau akhirnya sayang. Jadi nggak usah deh kamu tuh ngarep sama dia. Toh dia juga mana mau sama perempuan manjanya kayak kamu,"
"Mami yang manjain,"
"Nyahut terus ya kalau dikasih tau sama orang tua," kata maminya.
Dinda menyeringai kemudian dia mencium maminya karena hendak pergi. "Mau ke mana kamu?"
"Beli tas, Mami. Ada keluaran terbaru gitu,"
Dinda yang baru saja melangkah keluar tiba-tiba dipanggil sang papi. "Sini kamu Dinda!"
Dia berbalik dan menyeringai saat papi menangkap basah dia yang hendak pergi dari rumah itu.
Perlahan dia melangkah ke dekat papinya lalu duduk di sana. "Kamu lupa sama, Rian?"
Dinda benar-benar lupa dengan pria tampan yang ada di depannya ini. Sekalipun duda, seperti ucapan teman-temannya bahwa duda punya pengalaman yang jauh lebih luar biasa.
Tatapan Rian kepada Dinda yang mengenakan rok mini itupun fokus pada paha mulus Dinda tapi ia berusaha mengalihkan pandangannya. 'bocah tengil ini sudah besar' kata Rian di dalam hati. Seingatnya Dinda dulu paling cengeng saat bermain dengannya.
"Nak Rian, kamu masih ingat Dinda?"
Bagaimana dia bisa lupa dengan gadis bodoh dan cengeng ini. Rian masih ingat dengan jelas bagaimana dulu dia sering mengganggu Dinda waktu kecil dengan kejahilannya. "Ingat kok, Om,"
"Nah kan, Rian aja ingat. Masa kamu lupa sama teman main kamu,"
"Maaf ya, Papi. Tapi Dinda beneran nggak inget. Memory Dinda yang indah terhapus oleh pelajaran Dinda selama ini. Dinda cuman dipaksa kuliah sama Papi,"
Walaupun nyatanya ingatan itu memang sudah hilang. Tapi Dinda menyinggung papi yang memaksanya kuliah dulu.
Rian sedikit memberikan senyuman kepada Dinda. Bagaimanapun juga Dinda adalah seorang gadis kecil manja yang pernah menjadi incarannya dulu. Sayangnya orang tuanya memaksanya menikah dengan orang lain sampai pada akhirnya Rian berakhir seperti sekarang ini.
"Ohya, kamu mau ke mana?" Tanya papinya yang andai saja Dinda ketahuan membeli tas lagi. Pasti papinya akan sangat marah. "Mau beli tas? Sepatu?" Tanya papinya memastikan.
Dinda menggeleng dengan segera. "Mau cari n****+, Pi. Jadi biar ada hiburan untuk sekarang ini. Kan lagi di rumah sendirian,"
"Mau aku temani?"
Demi apa? Dinda mau ditemani pria tampan seperti Rian ini. "Nah ya udah, biar Rian temenin kamu."
Papinya mimpi apa? Padahal seingatnya papinya sangat haram pada pria yang mengajak Dinda keluar. Tapi seperti lampu hijau agar Dinda pergi bersama dengan Rian.
Kalau suka jangan lupa vote, komentar dan juga follow author untuk bisa dapatkan notifikasi setiap ada cerita baru dari author.