Bab 6

1590 Kata
Suasana Mobieus yang ramai tidak membuat Ruu senang. Padahal biasanya pemuda tampan itu menyukai suasana seperti sekarang, karena dia akan memperoleh bonus yang cukup besar dari bosnya. Namun sekarang pemuda itu terlihat manyun, tidak ada sepotong senyum pun di bibirnya. Bahkan teguran para pengunjung hanya dijawabnya dengan anggukan kecil. Ruu mendesah, perasaannya kacau beberapa hari ini. Kepalanya menggeleng beberapa kali mengusir lamunan. Suara sekelompok anak yang baru memasuki Mobieus menarik perhatian Ruu. Suara yang nggak asing, pikirnya. Dialihkan tatapannya ke arah mereka. Sie, Rin, Mina dan.... Ruu nyaris tidak percaya pada penglihatannya, tetapi itu memang dia. Sosok mungil yang dirindukannya ada di antara mereka. Ry ada di sana bersama teman-temannya! Keempat makhluk itu memasuki kedai es krim berbarengan, kemudian berebut untuk duduk di salah satu meja yang terletak di pojok ruangan. Ruu buru-buru menghampiri empat sahabat itu sebelum pelayan lain mendekati mereka. "Ry payah deh!" omel Rin dengan suara khasnya yang besar. Gadis tomboy itu mendelik kesal ke arah kakaknya. "Payah apaan?" tanya Ruu sambil tersenyum. Otomatis keempat remaja itu menoleh serempak tanpa dikomando. Mereka terkejut melihat Ruu sudah berada di sisi meja mereka. Pemuda tampan itu tersenyum, tapi senyumnya mengambang begitu melihat ekspresi heran di wajah keempat pengunjungnya. Cepat-cepat Rin menginjak kaki Sie. "Ruu kayaknya aneh ya," bisik si tomboy di telinga cowoknya. Sie mengangguk sambil terus menatap Ruu dengan sesekali berkedip. "Eemm ... kalian mau pesan apa?" tanya Ruu gugup melihat Rin berbisik di telinga Sie. Seketika pemuda itu sadar kalau dia sudah ooc (out of character), sikapnya barusan seperti bukan dirinya. Ruu berdehem untuk menetralisir sikapnya. "Sweet chocolate almond!" sahut Ry cepat. Ruu menatap gadis bertubuh mungil itu. Berusaha mencari adakah rindu untuknya di mata Ry. Namun entahlah, Ruu bingung. Ekspresi Ry tampak biasa-biasa saja, bahkan terkesan dingin, seolah tidak peduli sama sekali. "Vanilla kacang," ucap Mina. "Yellow flavait!" sambar Rin. "Sie?" Ruu menatap Sie yang tampak kebingungan. "Baru dapat lotre ya, Ruu?" tanya Sie sambil mengerjapkan matanya. "Hah?!" Ruu kaget. "Lotre apaan?" "Kok keliatannya seneng banget?" Sepasang alis tebal Sie berkerut bingung. Melihat Ruu dengan wajah selalu tersenyum seperti ini sangat langka bagi Sie. Apalagi beberapa hati ini Ruu selalu terlihat dingin dengan muka menekuk. Ruu terdiam. Apa dia kelihatan sebahagia itu? Ditatapnya Ry dan sahabat-sahabatnya satu-persatu, rata-rata wajah mereka menampakkan kebingungan. "Nggak apa-apa." Ruu tersenyum manis. "Emangnya aku nggak boleh bahagia?" "Aneh aja," sahut Sie asal. "Tempo hari Ruu galak banget." Ruu tersenyum lagi. "Oh ya, Sie pesan apa?" "Red jelly," sahut Sir tersenyum lebar. Rin memutar bola mata. Dia bosan mendengar Sie menyebutkan es krim itu. Sejak awal mereka ke tempat ini, Sie selalu memesan es krim itu. Seolah tidak ada varian rasa es krim lain saja. "Nggak bosan sama red jelly?" tanya Rin datar. Sie menggeleng. "Nggak dong," sahut Sie santai. "Red jelly itu ibarat Rin...." "Apaan?" potong Rin cepat. "Aku nggak mau disamain kayak es krim ya, Sie?" belalak Rin. "Lagian aku suka kuning bukan merah!" Ry terkikik. Mulutnya di tutup menggunakan tangan kanan, sementara tangan kiri Ry mendorong-dorong bahu Mina pelan. Dia sedang mengolok Rin dan Sie. "Ketawa aja terus!" Rin mendelik. "Ry juga pesan es krim aneh banget. Emang ada rasa sweet chocolate almond, Ruu?" tanya Rin dengan sebelah alis terangkat. "Bukannya cuma chocolate almond ya?" Ruu mengerutkan hidung berpikir. Sebelum Ruu menggeleng, Ry sudah lebih dulu menjawab. "Nggak ada." Ry menggeleng polos. "Aku nambahin manisnya sendiri. Takutnya ntar dikasih Ruu yang pahit." Sie tersedak air liurnya mendengar itu. Sindiran Ry tidak kentara tetapi sangat menohok. Sie melirik Ruu yang memerah. Pemuda itu mengurungkan niatnya untuk tertawa. Dia tidak ingin menjadi pemicu perang dunia ketiga. "Masih ada yang kalian ingin pesan lagi?" tanya Ruu setelah menarik napas panjang. Setelah melihat gelengan kepala mereka, Ruu segera meninggalkan meja itu untuk mengambil pesanan Ry dan teman-temannya. "Shoun!" Mina melambaikan tangannya begitu melihat pemuda berkacamata itu memasuki Mobieus bersama Keiya. Ruu menatap kedua pemuda yang berjalan menuju meja Mina dan teman-temannya. Kok mereka datang lagi sih, gerutu Ruu kesal dalam hati. Apalagi ketika dilihatnya Keiya mendekati Ry, giginya bergemeletuk menahan amarah yang tiba-tiba membuncah. Dengan menahan kedongkolan dalam hatinya, Ruu mengantarkan pesanan Ry dan teman-temannya. "Ini yellow flavait-nya!" Ruu meletakkan pesanan Rin di depan gadis tomboy itu tanpa keramahan. "Makasih!" jawab Rin tak kalah judes. Dia tersinggung. "Red jelly-ku mana?" tanya Sie heran dengan perubahan sikap Ruu yang mendadak. "Nih!" Mereka semua terkejut melihatnya. Bagaimana kasarnya Ruu meletakkan red jelly Sie. Bahkan sebagian es krim berwarna merah itu tumpah ke meja hampir mengenai baju seragam Sie. "Ruu kenapa sih?" tegur Ry keras dengan dahi berkerut tajam. Suasana berubah menjadi agak mencekam. Ruu menatap Ry dingin. Kemudian menatap Keiya yang berdiri di samping Ry dengan kecemburuan yang meluap-luap. Ry terkejut melihatnya. Bukan cuma tatapan dingin Ruu, tapi juga sinar kecemburuan yang berkobar di matanya yang selalu teduh. "Ry yang kenapa?" "Maksud Ruu?" Mata Ry memicing menatap pemuda itu. "Aku mau ngomong sama Ry!" Dahi Ry makin berkerut. "Boleh," sahutnya setelah diam beberapa saat. "Rin, kita kesana aja yuk!" Sie menunjuk meja kosong yang agak jauh dari meja mereka sekarang. Rin yang paham situasi segera berdiri. "Terserah," ucapnya sambil mengangkat bahu. "Shoun, ayo main game!" Mina menarik tangan cowoknya. "Keiya juga, kita main game aja dulu." Keiya menatap Mina ragu kemudian beralih menatap Ry khawatir. Ry tersenyum lembut lalu menggenggam tangan pemuda kapten tim baseball sekolah mereka itu. "Aku nggak apa-apa kok," ucap Ry. "Keiya nggak perlu khawatir. Aku mau ngomong sebentar sama Ruu." Tatapan Keiya beralih ke arah Ruu. Ruu mendengus kasar kemudian duduk di bangku yang tadi ditempati Sie. "Ry yakin?" tanya Keiya ragu. Ry mengangguk manis. Keiya menatap Ruu sebentar kemudian menyusul Mina dan Shoun setelah mengecup kening Ry. Ruu menatapnya dengan mata menyipit. "Ruu mau ngomong apa?" tanya Ry sambil duduk. "Ry pacaran ya sama dia?" Ruu balik bertanya, menunjuk Keiya menggunakan ekor matanya. Ry menarik napas lelah. "Kenapa?" tanyanya datar. "Kenapa apanya?" sentak Ruu kesal. Suaranya naik beberapa oktaf. Rin, Sie, Mina, Shoun dan Keiya yang sudah bergabung dalam satu meja serentak menoleh ke meja Ry. Keiya berdiri hendak menyusul Ry tapi segera ditahan oleh Mina. "Jangan." Gadis lembut itu menggeleng. "Keiya mau memperburuk keadaan ya?" "Kayaknya bakalan terjadi perang dunia ketiga nih." Rin mengangguk membenarkan perkataan Sie. "Keiya?" Akhirnya Keiya mau menuruti permintaan Mina. Kapten klub baseball itu kembali duduk di kursinya walau matanya masih fokus menatap Ry. "Ry sadar dong, Ry kan udah punya cowok. Atau Ry mau bilang kalo Ry lupa?" Ry menggeleng lemah. Menggigit bibir bawahnya, berusaha bersikap tenang. "Lalu?" tanya Ruu tidak mengerti. "Lalu?" Ry menyuap es krim membasahi kerongkongannya yang terasa kering. "Aku sama keiya cuma teman. Ruu puas?" "Tapi tadi...." "Cukup, Ruu!" Ry menghentakkan tangannya di meja lalu berdiri. "Aku udah muak. Ruu egois! Aku nggak marah pas liat Ruu sama cewek lain, tapi Ruu langsung ngamuk nggak jelas liat aku sama keiya. Ruu nggak adil, sadar nggak?!" "Tapi setidaknya Ry menghargai aku." "Apa pernah Ruu menghargai aku?" Ry menggeleng yang membuat cairan yang mati-matian ditahannya menuruni pipinya. Ruu terkejut melihatnya. Ry menangis? Apa semua ini menyakiti Ry? Ruu mengepalkan tangannya kuat. "Ruu nggak pernah menghargai aku. Bahkan Ruu nggak peduli sama perasaanku karena Ruu nggak pernah nganggap aku ada!" Ry terisak lirih mengingat betapa seringnya dia memergoki Ruu selingkuh. "Ry! Itu nggak benar!" protes Ruu. Cowok itu berdiri. "Apa aku pernah cium cewek lain di depan Ry sama kayak cowok tadi mencium Ry?" tanya Ruu kesal. Dia tidak rela gadisnya disentuh laki-laki lain, apalagi di depannya. Ry terus menggeleng. "Aku udah nggak tahan lagi, Ruu." "Maksud, Ry?" tanya Ruu dengan suara bergetar. "Entahlah." Ry mengibaskan tangan kacau. "Mungkin ... sebaiknya kita ... akhiri saja semuanya." Ruu tercekat. "M-maksud Ry kita...." Ry mengangguk. "Kita putus!" ucapnya lemah. "Tapi aku nggak mau kita putus!" protes Ruu. "Aku sayang Ry!" Tidak! Ruu tidak mau kehilangan Ry. Mungkin dulu dia tidak peduli, tapi sekarang berbeda. Ruu sudah menyadari perasaannya. Mereka mungkin tidak pernah bahagia. Hubungan mereka malah terlihat sangat aneh. Backstreet dari orang tua, bahkan mereka terlihat saling menyakiti. Namun tak bisakah mereka bertahan? Bukankah cinta selalu penuh cobaan dan rintangan? "Aku juga sayang Ruu," sahut Ry lamat-lamat. Namun madih dapat di dengar oleh Ruu. Ruu menatap Ry penuh harap. "Tapi aku nggak tahan lagi...." Ruu menggeleng keras. "Maafin aku." Ruu menggenggam tangan Ry. "Aku tau aku salah dan Ry udah sering ngasih aku kesempatan. Tapi apa aku boleh minta satu kesempatan lagi?" Ry menatap tangannya yang berada digenggaman Ruu. "Nggak cuma Ry yang merasa sakit dengan hubungan ini, aku juga. Bisakah aku minta Ry bertahan?" "Sendirian?" tanya Ry parau. Ruu menggeleng. "Nggak!" Ry mendongak menatap Ruu mendengar jawaban tegas itu. "Aku akan bersama Ry. Kita akan mengobati rasa sakit kita bersama." Ry berusaha mencari kebohongan di mata hitam Ruu, tapi dia tidak menemukannya. Benarkah Ruu sungguh-sungguh? Ry takut dia akan terluka lagi kalau terus bertahan di sisi Ruu. Namun untuk meninggalkan pemuda itu juga rasanya tidak mungkin. Ry membalas genggaman tangan Ruu. Dibiarkannya pemuda itu menghapus air matanya. Dia akan memberikan kesempatan itu lagi untuk Ruu. Yang terakhir! Ya, yang terakhir. Setelah ini, tidak akan ada lagi kesempatan yang lain. Ruu membawa Ry ke dalam pelukannya. "Arigatou ne," bisiknya sambil menghirup aroma strawberry dan vanilla yang dirindukannya, di lekukan leher Ry. "Aishiteru." Ry mengerjap mendengarnya. Gadis bertubuh mungil itu mendongak menatap mata Ruu untuk memastikan tidak ada kebohongan di mata itu. "Aku juga sayang Ruu." Ry tersenyum setelah memastikan kejujuran pemuda yang sedang memeluknya kemudian menyembunyikan kepalanya di d**a cowok itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN