"Saya sudah dua hari disini, kamu tidak mengajak saya keluar".
"Kamu mau kemana?" Tanya Daniel.
"Royal botanic garden, saya mau kesana, kamu mau menemani saya?".
"ayo kita kesana".
"Sekarang?".
"Tentu saja, tidak terlalu jauh dari sini, letaknya di seberang sungai Yarra".
Ayana tersenyum, ia segera mengambil tas kecilnya. Tas itu sangat penting untuk dibawa keluar, berisi Atm, paspor, dan visa. Ayana menatap penampilannya, ia mengenakan dress putih tanpa lengan. Serta tidak lupa kaca mata bertengger disisi mata. Daniel berjalan mengambil topi yang menggantung di dekat lemari.
Daniel melangkah meninggalkan apartemen, disusul Ayana menyeimbangi langkahnya. Ayana terlihat senang, ia nyaris melompat kegirangan. Ayana terlihat bersemangat, ia tidak henti-hentinya tersenyum. Daniel masuk kedalam lift, menekan tombol lantai dasar.
"Kamu terlihat begitu bersemangat" gumam Daniel.
"Tentu saja, ini perjalan pertama saya di Melbourne, saya tidak menyangka kamu menyetujui keinginan saya" Ayana tersenyum, melirik Daniel.
Daniel tertawa, terdengar dentingan lift, pintu lift terbuka. Ayana dan Daniel keluar dari lift. Menuju bestmen, menuju mobil SUV terparkir rapi di area besment.
Ayana duduk di depan, tidak lupa ia memasang sabuk pengaman. Daniel menghidupkan mesin mobil, meninggalkan area gedung apartemen. Ayana menghadap jendela, menatap indahnya kota. Kota ini sangat menarik untuk di tinggali. Ia sangat menyukai kota ini, bisa dikatakan sangat nyaman, fasilitas lengkap, dan begitu menenangkan. Pantas saja Daniel menjadikan tempat ini sebagai pelariannya.
"Kamu pernah kesana sebelumnya?" Tanya Ayana, memecahkan kesunyian.
"Pernah, saya biasa joging sambil menikmati udara segar, dan pemandangan disana sangat indah".
Ayana melepas kaca mata, mengambil satu jepretan foto selfienya. Ayana melirik Daniel, ia masih fokus dengan setir.
"Mari kita berselfie, untuk kenang-kenangan" Ayana menatap layar kamera depan, Daniel tersenyum ketika Ayana menjepret kamera.
"Apa saya tampan di foto itu?" Tanya Daniel.
Ayana tertawa, bohong sekali jika ada orang yang mengatakan Daniel jelek "Tentu saja, kamu sangat tampan Daniel".
Daniel tertawa, ia mengelus kepala Ayana. "Kamu orang yang keseribu yang mengatakan seperti itu".
Ayana merasakan ketenangan ketika tangan itu mengelus rambutnya. Jadi beginikah cara Daniel menaklukkan hati para wanita, dielus begini saja, hatinya sudah berbunga-bunga. Bagaimana jika Daniel menciumnya? Ia tidak bisa membayangkan bagaimana hatinya.
Akhirnya Daniel menghentikan mesin mobil di parkir area. Ayana dengan cepat membuka pintu mobil. Ayana tersenyum menatap Daniel. Ayana mengikuti langkah Daniel menuju pintu masuk. Pertama kali ia lihat, adalah pemandangan sejuk, dimanjakan dengan pemandangan hijau yang menenangkan.
Ayana dan Daniel berjalan bersama pengunjung lainnya, ya suasana begini sungguh indah dinikmati dengan orang-orang tercinta. Daniel memilih duduk di bawah rumput, tepat menghadap ke danau. Mereka tidak sendiri disini, para pengunjung juga menikmatinya.
"Jika melihat seperti ini setiap hari, rasanya saya tidak ingin pulang".
Daniel mendengar ucapan Ayana, "tinggal lah disini".
"saya memang ingin bebas seperti kamu, tapi saya sadar. Tempat saya bukan disini, itu sangat mustahil bagi saya".
Daniel mengerutkan dahi, menatap Ayana. "tidak ada yang mustahil didunia ini, kamu bisa mewujudkannya jika kamu mau".
Ayana mengedikan bahu, "sangat sulit saya menjelaskannya, oiya tentang saya kesini. Karena saya tidak sengaja bertemu dengan tante Ratna waktu itu. Beliau meminta saya untuk menjemput kamu pulang, tapi jika kamu tidak ingin pulang tidak apa-apa, saya bisa menjelaskannya nanti".
Daniel terdiam, pernyataan Ayana membuatnya teringat tentang ibunya. Ayana tersenyum, ia terlihat jujur saat ini. "Hemm begitu" gumam Daniel, menjatuhkan tubuhnya di hamparan rumput.
Ayana menikmati pemandangan, hamparan hijau dan asri. Ayana melirik dua insan bermadu kasih di bawah pohon, mereka melakukannya tanpa ada rasa risih sedikitpun. Ayana tahu, ini Melbourne negara bebas. Ciuman seperti itu hal biasa dilakukan. Walaupun Ayana sudah sering melihat itu di Berlin, tapi tetap saja ia masih memliki darah Timur, yang masih malu dan menjunjung tinggi kesopanan.
Daniel melirik Ayana, ia juga menatap dua insan disampingnya, "jangan dilihat, disini seperti itu hal biasa" ucap Daniel.
"Ya, saya juga tahu" Ayana mengalihkan tatapannya.
"Apa kamu ingin mencobanya?".
Ayana memicingkan mata, menatap iris mata Daniel "mencoba apa" Ayana bingung.
"Mencoba? Seperti mereka?" Raut wajah Daniel menjadi lebih serius.
Ayana tertawa, ia melirik Daniel "mencobanya dengan siapa?".
"Dengan saya" Daniel menegakkan bahunya, mencondongkan tubuhnnya kearah Ayana.
Tubuh Daniel begitu dekat, otomatis Tubuh Ayana menjauh menjaga jarak, Ayana menarik nafas "saya tidak mau".
"Kenapa tidak mau?".
"Kamu bukan kekasih saya".
Daniel mengerutkan dahi, "ini hanya ciuman biasa, ciuman tanpa perasaan".
"Mana ada ciuman seperti itu?" Ayana membujurkan kakinya.
"Kamu pernah menonton kissing prank?" Daniel menyeringai, membuka topinya.
Ayana tertawa, "tentu saja, awesome kissing prank videos, which look really hot and real".
Daniel ikut tertawa, "ya, memang seperti itu, kiss prank heve some cool and creative ideas behind, iya kan".
"Yups, kamu benar" Ayana tertawa lagi.
"Dan....".
"Dan apa?" Tanya Ayana, menatap Daniel.
"Bagaimana kita melakukannya".
Ayana terdiam, menatap iris mata Daniel. Ayana menelan ludah, mendapat tawaran cuma-cuma oleh Daniel. Ayana akui ia pernah berkeinginan dicium laki-laki itu, tapi entahlah ada perasaan takut menyelimuti hatinya.
"Have fun, just kiss" ucapnya lagi.
Ayana menarik nafas, "oke".
Daniel tersenyum, Ia tidak menyangka Ayana menyetujui ajakannya. Daniel memang tertarik untuk mencicipi bibir tipis Ayana. Ia ingin tahu seperti apa rasa bibir mungil itu. Rasa penasarannya cukup besar, hingga akhirnya ia berhasil. Daniel perlahan mendekatkan wajahnya, ia melihat jelas wajah Ayana. Daniel tersenyum, diraihnya tengkuk Ayana. Dan bibirnya bertemu, Daniel awalnya hanya sebuah kecupan. Kecupan yang menenangkan, Daniel menarik pinggang Ayana semakin mendekat. Kecupan-kecupan itu menjadi lumatan-lumatan yang memabukkan. Daniel tidak ingin berhenti, menyesap dan melumat bibir Ayana. Bibir itu begitu nikmat, bahkan lebih nikmat dari bibir yang pernah ia rasakan. Akhirnya Daniel melepas pangutannya. Menatap Ayana, Daniel tersenyum melihat bibir itu bengkak akibat ulahnya.
*****