part 6-dua istri

1143 Kata
Seminggu setelah kembalinya Keanu keasrama pilot, Aya dan Angga diresmikan menjadi sepasang suami istri namun hanya sah dimata agama tidak dimata hukum negara, meskipun hanya sebatas siri ibu Aya sangat Bahagia, meski tidak bisa ia pungkiri jauh dilubuk hati yang paling dalam dia merasa sangat gagal menjadi ibu yang baik untuk anak-anaknya. Sanni ingin berbakti namun hanya caranya berbaktilah yang salah, dulu mendiang ibunya pernah berpesan kepadanya. Baik buruknya suamimu tergantung dari prilakumu, entah benar atau tidak yang pastinya Sunni yang hanya lulusan sekloah dasar yang mencoba berusaha semampunya untuk terus berbakti kepada suaminya, entah karena perasaan cintanya yang terlalu besar atau karena surganya terletak pada suaminyalah yang menuntutnya untuk ingin terus berbakti kepada calon penuntun surganya kelak? Ilmu agama Sunni tidak sebaik orang lain namun Sunni tetap berusaha mengamalkan apa yang pernah ibunya katakan meski pada kenyataanya dia telah mengabaikan kebahagiaan anaknya yang kelak bisa menjadi penyelamatnya dalam neraka. “mak!” Aya membuyarkan lamunan Sunni. “iya! Ada apa Aya?” Sunni berusaha mengulas senyum bahagianya melihat penampilan anaknya yang kini sedikit berubah. Aya nampak lebih terawat dan cantik dibandingkan sebelum menikah dulu, sepertinya keluarga Hadi Jaya memang benar-benar memperlakukan anaknya dengan baik. Meski dia bukan termasuk ibu yang baik namun melihat anaknya yang begitu terawatt membuat hatinya sedeikit lega. Aya segera meraih cucian kering ditangan ibunya. “biar Aya saja yang menggantikan mak menyetrika pakaian.” “jangan Aya, nanti kamu kelelahan nduk.” Sunni berusaha meraih Kembali pakaian kering yang ada ditangan anaknya. “nggak mak! Cuma sedikit juga, lagian Aya bosan! Nggak ada yang bisa Aya kerjakan.” Aya segera melangkah pergi begitu saja meninggalkan ibunya yang masih termenung menatap punggung anaknya yang sudah semakin menjauh. Sungguh ia tidak tega melihat anaknya, andai saja suaminya melakukan pekerjaan yang halah mungkin anak-anaknya tidak ada yang menjadi korban kebodohannya. Sunni menghela nafas lalu melangkah masuk kedalam kediaman Hadi Jaya. Namun seketika langkahnya terhenti saat mendengar suara gaduh dari arah dapur. Benar yang ia takutkan, Angga Kembali membentak anaknya dengan sangat kasarnya. Sunni segera berlari lalu meraih pakaian kering yang masih tergantung ditangan anaknya. “biar mak saja Aya.” Aya tidak mendengarkan ucapan ibunya, dia turus saja ngotot ingin menggantikan ibunya menyetrika. “Mak! Mak pulang saja, biar Aya yang menyetrikanya.” “eh! Lo ini ya! Udah gue bilang jangan terlalu capek, malah mau nyetrika baju. Mau lo apa sih?” bentak Angga. “lo mau, umi marah lagi sama gue gara-gara lo kecapean?” Dengan tampang menantangnya Aya menatap tajam Angga. “nanti biar Aya yang bilang ke umi, jadi om nggak usah sok-sok an perduli.” “ih! Lo ya. Lama-lama gue pites juga lo.” Angga melenggang pergi meninggalkan Aya yang masih tetap ngeyel mau menyetrika pakaian, padahal tugas rumah tangga sudah ada ibunya dan juga beberapa pembantu yang lain. Tahu begini, Angga tidak usah mengunjunginya, sudah susah-susah mencari alasan kepada istrinya, istri muda malah melawan apa yang dia inginkan. “huf! Nasib-nasib.” Kesalnya sambil merebahkan tubuhnya diatas ranjangnya. Angga mulai memejamkan matanya namun sialnya ponselnya kembali membuatnya terjaga dari tidurnya, matanya kembali memicing mencari keberadaan ponselnya. Lagi! Dia melupakan ponselnya kebiasaan Angga yang selalu meletakkan sembarangan barang berharganya, beruntung setiap dia pulang kerumah Andela dia tidak pernah melupakan ponselnya, ya meski Aya tidak akan pernah bisa menghubunginya tetapi tetap saja, dia takut jikalau salah satu anggota keluarganya menanyakan tentang kabar anak yang dikandung Aya, jadinya kan bisa berabe nantinya. “ah itu dia!” Angga kembali bermonolog dengan dirinya sendiri. Berusaha meraih ponsel yang berada diatas nakas tanpa mau turun dari ranjangnya. Dasar Angga! Selalu saja begitu jika sudah bertemu dengan kasur empuk, magnet yang dikeluarkan oleh kasur membuatnya enggan untuk bergerak dari atasnya. Hanya ranjang empuklah yang hanya bisa membaca pikirannya. “Halo!” Angga mengangkat panggilan telfon Andela. “katanya nggak lama tapi kok udah hampir dua jam belum balik juga? Memangnya kamu ngapain sih dirumah bapak kamu?” Angga sedikit menjauhkan ponselnya, selalu saja seperti ini. Andela memang selalu kesal jika Angga sudah berpamitan ingin mengunjungi keluarganya, diajak tidak mau ditinggal pun merepotkan. Mungkin inilah yang menjadi alasan ibunya selalu membenci istrinya, Andela memang seolah memperlihatkan ketidak sukaannya terhadap mertuanya, padahal apa saja yang Andela minta selalu dipenuhi oleh ibunya. Pada dasarnya sudah kurang suka jadi ya beginilah hasilnya jika terus dipaksakan. Nol besar. “Baru juga nyampek sayang! Elah, gitu amat ngomongnya. Tadi diajak nggak mau.” Angga menghela nafas, lelah memang jika sudah berurusan dengan wanita. Logika kurang dipakai, perasaan yang diutamakan. Bener tidak? Apalagi harus mempunyai dua wanita yang harus dijaga perasaannya yang ada Angga sendiri yang lupa menjaga kewarasannya karena sibuk menenangkan dua wanitanya yang seperti singa betina sedang kelaparan, apalagi Aya! Dia sudah semakin berani sekarang, mentang-mentang udah berbadan dua. “Ya udah! Aku pakai credit card kamu lagi ya?” Angga memutar bola matanya jengah, selalu saja seperti ini. Tetapi giliran dia pulang kerja telat ngomel. Ya Tuhan! “Mau beli apa lagi? Bukannya kemaren udah beli semua yang kamu pengen?” Andela mendengus sebal. "kamu pikir keperluan rumah tangga nggak banyak? kalau kamu ragu kamu beli atur sendiri deh sana." "iya- iya maaf sayang! ya udah kamu belanja aja sepuas kamu, biar nanti tagihannya aku yang bayar." pada ahirnya Angga hanya bisa pasrah. Mengiyakan apapun yang istri tercintanya inginkan, ya meski kadang dia sendiri kewalahan mengikuti gaya glamor istrinya, tetapi yang namanya cinta apa saja akan dilakukan meski kaki dikepala, kepala dikaki. "nah gitu donk! ya udah hati-hati ya nanti pulangnya." "iya!" Angga menghela nafas lelah setelah Panggilan telfonnya dimatikan oleh Adela. tidak selang lama Aya masuk kedalam kamarnya, sedikit terkejut melihat Angga yang berbaring diatas ranjangnya. tanpa membuka matanya Angga bertanya. "kenapa sekaget itu? kan ini kamar gue juga." Aya tidak menjawab, dia memilih pergi setelah mengambil beberapa lembar uang dari dalam dimpetnya. "elah wanita, nggak disini nggak disana sama saja." gerutu Angga sambil menelangkupkan wajahnya dibawah bantal. setelah menutup pintu kamarnya, Aya melangkah kearah tangga lalu menemui ibunya memberinya beberapa lembar uang. "Mak! ini beliin bapak makannan diluar saja, pasti bapak ngomel kalau Mak datang telat begini." Sunni menolak pemberian anaknya, Aya sudah banyak membantunya, meski dia anak kandungnya tetapi Sunni tidak ingin lagi membebani anaknya. baginya uang tebusan suaminya sudah banyak membantunya, kini tidak ada lagi yang ia harapkan selain kebahagiaan anaknya dan calon cucunya kelak. "simpan nanti buat lahiran, Mak masih punya uang. udah sana kamu temenin suami kamu, jangan sampai den Angga marah lagi." Aya mengangguk dan lebih memilih menurut kata ibunya, dia tidak mau melihat ibunya kembali tertekan. tubuh kurusnya sudah mampu membuat hatinya tersayat, yang bisa Aya lakukan kali ini hanyalah membuat hati ibunya tenang. tidak lagi memikirkan hal yang lain selain ayahnya saja. sudah! cukup sudah penderitaan ibunya semoga ayahnya tidak kembali berulah. Hanya itu doa yang selalu Aya panjatkan setiap malam. ingin melihat ibunya kembali tersenyum gembira Tampa beban berat yang selalu ia pikul dipundaknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN