Sebuah Kejutan

1960 Kata
Tidak terasa, kini Liliyana telah sampai di kota Bandung, tepatnya di Ciwidey. Sebuah daerah yang sangat indah dan bahkan orang-orang sering menyebutnya surga tersembunyi di selatan kota Bandung. Dengan udara yang dingin dan sejuk, membuat Liliyana merasa nyaman dan betah karena tempatnya cocok untuk menghilangkan rasa penat dan rasa lelah yang melanda pada dirinya. "Rumahnya nyaman juga ya, Pak. Hawanya juga terasa sejuk," ucap Liyan sembari melirik ke arah rumah yang akan ditempatinya itu. "Betul, Nona. Apalagi rumah ini, salah satu rumah favoritnya Tuan Hanif. Saya sering mengantarkan beliau kesini, jika sedang ada tugas ke area Ciwidey," kata Pak Jajang saat tiba di depan halaman rumah itu. "Oh, begitu. Tapi sepertinya saya juga betah tinggal di sini, Pak. Apalagi kalau di pagi hari, pasti gak bakalan mau bangun, maunya tiduran saja hehehe," kata Liyan terkekeh-kekeh. "Benar, Non. Bapak juga begitu, hehehe! Suasananya sangat mendukung soalnya," kata Pak Jajang sembari memarkirkan mobilnya. Setelah Pak Jajang memarkirkan mobilnya, Liliyana pun segera turun dari mobil dan mulai melangkahkan kakinya menuju ke dalam rumah. Rumah itu terlihat sangat menarik dan elegan. Sebab, sudah direnovasi kembali oleh para buruh yang sudah diperintahkan oleh Pak Hanif, agar Liliyana semakin nyaman tinggal di rumah itu. Di dalam rumah itu juga sudah disediakan beberapa asisten rumah tangga, tukang kebun, dan termasuk Pak Jajang yang selalu setia sebagai sopir pribadinya Liyan. Ketika Liyan sudah berada di depan pintu rumahnya, para asisten rumah tangga pun segera menyambut kehadiran Liyan dengan baik dan juga ramah. Mereka sangat antusias ketika Liyan datang ke rumah itu. Setelah itu, Liyan segera melangkah menuju ke kamarnya untuk membersihkan diri dan menghilangkan rasa lelah yang melanda. Sementara, para asisten rumah tangganya sedang sibuk menyediakan makanan untuk Liyan. Mereka juga sembari mencicipi oleh-oleh yang Liyan bawakan saat berhenti di rest area tadi. Kini, Liyan sudah terlihat segar kembali. Semua fasilitas yang akan ia gunakan sudah tersedia. Termasuk pakaian yang sudah ada di dalam lemari. Rupanya, papanya Liyan sudah menyiapkan semua kebutuhannya agar anaknya semakin betah dan tidak merasa kesusahan. "Papa memang yang paling baik, semuanya sudah tersedia dan aku tinggal memakainya saja. Hehehe, benar-benar papa yang pengertian," puji Liyan dalam hatinya dengan senyuman yang menawan. Tidak membutuhkan waktu yang lama, Liyan segera berdandan dengan tampilan yang sederhana. Walaupun tampilannya sederhana, tapi ia terlihat sangat elegan. Ketika Liyan hendak menemui para asistennya, tiba-tiba saja ponselnya berdering dengan begitu nyaring. Dan ternyata itu panggilan dari papanya. Tanpa berpikir panjang lagi, ia pun segera menerima panggilan itu. Dalam percakapannya, pak Hanif memberi tahukan kepada Liyan bahwa besok pagi, ia harus bersiap-siap untuk menemui Adit di kantor. Dikarenakan, semua aturan dan cara kerja di perusahaan yang sekarang ini dipegang oleh Liyan, akan dibimbing oleh Adit terlebih dahulu. Kebetulan kantor yang sedang dipegang oleh Adit ada dua, salah satunya adalah kantor Textile Han Satya. Pabrik ini merupakan perusahaan tekstil terpadu dengan produksi kain berkualitas dan yang terbaik dari segala kain di pasaran. Dan pak Hanif juga memberitahukan bahwa, tugas yang ia berikan harus segera dilaksanakan secepatnya. Sebab, sebentar lagi akan tutup buku dan semua tugas perusahaan harus dalam keadaan beres dan rapi agar para audit bisa mengeceknya dengan mudah. Sesudah percakapan dengan papanya selesai, Liyan segera menutup ponselnya. Ada rasa senang dalam hatinya, karena dirinya akan segera bertemu dengan Adit. Entah Adit sudah mengetahui Liyan atau tidak, yang pasti Liyan merasa senang dan berbunga-bunga. "Apa aku harus menghubungi Adit dulu sebelum dia tahu aku ada di sini?" kata Liyan dalam hatinya. "Ah, tidak-tidak. Lebih baik aku diam saja. Aku ingin membuat kejutan untuknya. Tapi ... pasti papa juga sudah memberitahu pada Adit, kalau aku ada di sini. Ah, sudahlah biarkan saja." Liyan terus saja memikirkan Adit dengan hati yang berbunga-bunga. Seperti layaknya orang kasmaran, entah kenapa hati Liyan terus saja dag dig dug tidak karuan. Sementara, orang yang sedang dipikirkannya ternyata sudah datang sedari tadi. Kini, ia pun menghampiri ke arah Liyan. Tentu saja hal ini membuat Liyan sangat terkejut. Ya bagaimana tidak, seharusnya yang tercengang itu adalah Adit, tapi malah sebaliknya. Adit datang sedari tadi tanpa ada yang berani memberi tahu Liyan jika dirinya sudah berada di rumah itu. Mereka saling berkompromi hanya untuk membuat Liyan terkejut. "Adit!" teriak Liyan dengan membelalakkan matanya. Hatinya semakin berdebar kencang. Bahkan ia berjalan seolah tidak terasa menapakkan kakinya di atas lantai. Rasanya seperti ada magnet agar terbang melayang ke arahnya Adit. Sementara, Adit hanya berdiri dan tersenyum manis ke arah Liyan. "Kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa aku terlihat ganteng, sehingga kamu terpesona dengan ketampanan ku ini?" kata Adit penuh percaya diri. "Hehe bisa aja. Aku ... aku tidak menyangka kamu akan datang secepat ini. Aku pikir kamu tidak tahu kalau aku sudah ada di sini," ucap Liyan cengengesan. "Pasti papa sudah memberitahumu ya?" "Hmm, meskipun papamu tidak memberitahukan ku, aku pasti tahu dimana pun kamu berada," kata Adit dengan sorot matanya yang tajam. Dan hal ini membuat Liyan semakin terpana dan salah tingkah. Entah kenapa, ucapan dan tatapannya Adit selalu menggetarkan hatinya Liyan. Entah harus berkata apa lagi, yang jelas wajahnya Liyan semakin merah merona karena malu dengan sanjungannya yang telah diberikan oleh Adit. Dengan ragu-ragu, Liyan pun segera mengalihkan pembicaraannya agar tidak terlihat canggung ketika Adit menatap dirinya. "Eh, tadi papa telepon, katanya—" Belum juga Liyan selesai bicara, tiba-tiba saja Adit langsung menggandeng tangannya dan berkata, "Aku tahu, makanya aku kesini." Adit menuntun Liyan menuju ke luar rumah. "Terus, apa yang harus aku lakukan?" kata Liyan mengernyitkan alisnya. Ia berjalan seakan tergesa-gesa karena langkah kakinya Adit terlalu cepat untuk seukuran langkahnya Liyan. "Nanti saja dibahasnya, aku ingin mengajak kamu ke suatu tempat yang pasti kamu juga akan menyukainya," ucap Adit dengan santainya. "Benarkah?" tanya Liyan lagi dengan mata yang berbinar-binar. "Tapi aku mau ganti pakaian dulu, Dit." "Tidak perlu, mau berpakaian apapun, tidak akan membuat kecantikan kamu luntur kok," kata Adit yang terus saja menggenggam tangan Liyan. "Oh, begitu ya," ucap Liyan tersenyum manis. Adit juga hanya menganggukkan kepalanya saja. Walau dia sedikit bicara, tapi senyuman manisnya membuat Liyan menjadi semakin terpesona dengan ketampanan yang dimiliki oleh Adit. Kini, mereka berdua pun pamit kepada orang-orang yang berada di rumah itu. Mereka juga sudah dianggap seperti keluarganya sendiri oleh keluarga satya. Setelah masuk ke dalam mobil, mereka berdua langsung berangkat ke tempat yang akan ditujunya. Selama dalam perjalanan, Liyan terus saja bercerita mengenai dirinya dan juga keluarganya. Adit yang mendengarnya pun ikut merespon apa yang sedang dibicarakan oleh Liyan. Laki-laki itu hanya bisa tersenyum mendengar celotehannya Liyan karena selama ini, tidak ada perempuan mana pun yang bisa bercerita dan bergurau seperti Liyan. Sehingga, hanya Liyan lah satu-satunya gadis yang sangat disukainya sedari dulu. Sesampainya di tempat yang dituju oleh Adit, keduanya langsung keluar dari mobil dengan penuh rasa bahagia. "Inikah tempat yang kamu maksud, Dit?" tanya Liyan dengan mata yang berbinar-binar dan tidak berkedip sedikit pun. "Iya, apa kamu menyukai nya?" tanya Adit kepada Liyan. "Ya, aku menyukai nya," kata Liyan dengan sumringah. Liyan sangat senang saat Adit membawanya ke sebuah tempat yang begitu indah. Di mana pemandangan pada malam itu terlihat sangat cantik sesuai apa yang disukai Liyan. Ya, Liyan memang sangat menyukai pemandangan alam apalagi di atas bukit dengan gemerlap cahaya lampu yang berwarna di setiap penjuru kota. "Aku sudah menyewa tempat ini dari jauh-jauh hari setelah papa Hanif memberitahukan aku bahwa, kamu akan bekerja di sini. Jadi, anggap saja ini sebuah perayaan untuk kehadiran kamu di kota ini," kata Adit tersenyum manis. "Makasih ya, kamu dari dulu selalu membuat aku bahagia. Dari mulai yang terkecil sampai yang terbesar seperti ini, aku bangga padamu," kata Liyan sembari menatap Adit dengan mata yang berkaca-kaca. Adit yang melihat hal itu langsung memeluknya dengan erat. Adit selalu tahu apa yang disenangi oleh Liyan. Dan dari semua keluarga nya, hanya Adit yang betul-betul paham akan dirinya. "Selamat datang, Liyan. Akhirnya aku bisa bertemu dengan mu lagi," kata Adit yang semakin mengeratkan pelukannya. Liyan pun membalas pelukan Adit dengan begitu erat. Hatinya terasa damai saat Adit memeluk nya. Hampir lima belas menit lamanya mereka masih berpelukan. Dan hal ini baru mereka sadari setelah angin malam mulai terasa ke dalam "Kamu ngantuk ya?" kata Adit. "Ayo kita masuk ke dalam, di sini dingin!" Liyan pun mengangguk. Ia menuruti apa yang dikatakan oleh Adit. "Duduk lah, aku bikin teh hangat dulu," kata Adit. "Kamu bisa menyalakan televisi nya kalau kamu mau." "Ya, baik lah," kata Liyan. "Di sini ada siapa aja?" "Hanya kita berdua!" kata Adit sambil membuatkan teh hangat untuk Liyan. Liyan juga sambil melihat-lihat apa yang ada di sekitar nya. Namun, matanya tertuju pada sebuah kotak besar yang di balut dengan pita berwarna merah. "Apa ini?" tanya Liyan lagi. "Hadiah untuk kamu!" kata Adit sambil membawakan teh hangat kepada Liyan. "Wow! Sungguh!" kata Liyan sumringah. "Iya, buka saja!" kata Adit menyengir. "Nih, diminum dulu tehnya!" Dengan cepat Liyan segera meminum air teh hangat itu. Lalu, dengan cepat Liyan membuka kotak besar itu dengan hati yang gembira. Dan setelah dibuka, ternyata isinya sebuah baju lingerie berwarna merah. Tentu saja hal ini membuat Liyan tertawa lepas. "Apa maksudnya ini, Dit?" kata Liyan yang tak henti-hentinya tertawa. "Itu untuk kamu, Liyan. Aku ingin kamu memakai nya saat bersamaku di sini," kata Adit sambil menatapnya dengan serius. "Kamu ingin aku memakai baju ini?" tanya Liyan lagi. Dan Adit pun mengangguk. "Ini seperti kita sedang berbulan madu!" kata Liyan sambil mengambil baju itu dari dalam kotaknya. "Anggap saja begitu!" celetuk Adit. "Ayo pakai, aku sudah tidak sabar ingin melihatmu memakai baju ini." "Tapi ... bagaimana kalau aku terlihat seksi di mata kamu? Apa kamu akan melakukan sesuatu yang—" Belum juga Liyan selesai bicara, Adit langsung menyelanya, "Kau tahu? Baju ini aku pesan khusus untuk kamu. Dan itu artinya, hanya kamu satu-satunya wanita yang pantas memakai baju dari pemberian ku, apapun bentuknya." "Ma-maksud mu? Aku ini ...." "Hmm, di hatiku hanya ada kamu, Liyan! Kamu tidak akan tergantikan oleh siapapun!" kata Adit dengan serius. "Kenapa kamu berbicara seperti itu padaku?" tanya Liyan mengernyitkan alisnya. "kamu tahu kenapa?" kata Adit sembari membelai waja Liyan. Dan Liyan hanya menatap dua bola Adit. "Jawabannya ada pada hatimu?" kata Adit lagi. Liyan tidak menyangka ternyata Adit sangat mendambakan diri nya. Dan hal ini membuat Liyan semakin bahagia. Ya, ternyata Adit juga merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Liyan. "Apa itu artinya kamu mencintaiku?" tanya Liyan pelan. "Lebih dari itu!" kata Adit dengan serius. Mendengar hal itu, Liyan semakin terbuai dengan pengakuan Adit. Rasanya seperti melayang ke udara. Bahagia, senang, dan gembira menjadi satu dalam kalbunya. "Aku sangat tersanjung dengan kata-kata mu itu," kata Liyan sembari menundukkan kepalanya. Matanya memerah seakan ingin menangis karena terharu. Lalu, Adit pun mengangkat dagu nya secara perlahan. Dengan menatap sendu pada Liyan, Adit pun berkata, "Kamu adalah segala nya bagiku, Liyan. Setiap hari, setiap saat, aku selalu merindukan mu dan berharap kamu selalu ada di sisiku. Dan sekarang, Tuhan telah mengabulkan permohonan ku. Meski di luaran sana banyak wanita cantik, tapi aku tidak tertarik untuk mendekati nya, karena itu semua demi kamu. Kamu tak akan terganti oleh siapapun, Liyan! Tak kan pernah!" Mendengar hal itu, hati Liyan semakin terenyuh pada Adit. Lalu, tanpa ragu-ragu lagi Liyan langsung memeluk Adit dengan erat. Tentu saja hal ini membuat Adit sangat senang. Ia pun membalas pelukan Liyan dengan hangat. "Aku mencintaimu, Liyan! Sangat mencintai mu!" bisik Adit dalam pelukannya. "Aku juga mencintaimu, Dit!" balas Liyan. Lalu, Adit pun melepaskan pelukannya dan beralih mengecup bibir Liyan dengan lembut. Perlahan Liyan juga ikut terbawa suasana sehingga ia membalas kecupannya Adit. Dan mereka sama-sama saling mengecup satu sama lainnya. Disaat mereka sedang terbuai dalam hasrat yang membara, tiba-tiba saja ponsel Adit berdering nyaring. Tentu saja hal ini membuat ciuman mereka terhentikan. "Siapa?" tanya Liyan saat Adit melepaskan kecupannya. Dan Adit pun segera merogoh kantong celana untuk mengambil ponselnya. Dan ternyata setelah dilihat nya, yang menelepon Adit adalah Arga. "Arga!" kata Adit. Bersambung

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN