Bagian 1

1141 Kata
Menjadi satu-satunya pewaris tak semenyenangkan yang dibayangkan orang, memiliki harta melimpah juga harus siap dengan segala resiko yang akan didapatkan. Tak semua orang senang dan tak sedikit orang yang menghalalkan segala cara untuk menjatuhkan seperti apa yang dialami Revando Adhitama. Ayahnya seorang player dulu dan kerap kali ia berusaha diracuni oleh ibu tirinya tapi berhasil meloloskan diri. Konfliknya tak serta merta berbeda dari kalangan orang kaya pada umumnya apalagi kalau bukan perebutan harta dan kekuasaan. Entah mengapa semua orang bisa menjadi serakah jikalau sudah menyangkut tentang uang. Namun Revan tak pernah lemah, dari kecil ia dididik keras oleh kakeknya, menentang ayahnya, dan juga diberikan kepercayaan penuh oleh sang kakek untuk menguasai seluruh harta ayahnya di umurnya yang terbilang sangat muda, 25 tahun. Ayahnya menerima dengan lapang d**a karena Revan merupakan anak satu-satunya tapi tidak dengan Ibu tirinya. Segala macam cara di lakukan oleh wanita yang selalu mengenakan lipstik merah menyala di bibirnya itu untuk merebut apa yang menjadi hak Revan tapi Revan itu licik, ia cerdik dan tentu selalu berhasil mengelabui Ibu tirinya. Di hadapan semua orang mereka nampak seperti keluarga yang harmonis namun tak ada yang tahu peperangan yang tercipta antara Revan dengan wanita yang menggantikan posisi Ibunya yang telah lama meninggal itu. Revan tegas, dia tampan, memiliki semuanya dalam genggaman. Jika ia mengatakan tidak maka itu mutlak. Ia tak pernah segan-segan untuk memberontak pada ayahnya namun ada satu orang di dunia ini yang paling dia takuti. Itu Kakeknya. Apapun itu, ia bisa menjadi bringas dihadapan sang ayah dan istrinya namun menjadi begitu jinak dihadapan kakeknya. Orang yang membesarkannya setelah ibunya tiada saat usianya beranjak remaja. Namun apa yang dititahkan sang Kakek saat ini tak bisa ia terima dengan mudah. Bagaimana bisa kakeknya menyuruh dirinya menikahi salah satu gadis dari bawahan pria tua itu yang terlilit hutang padanya. Apa semua itu bisa diterima nalar? "Kakek, aku bisa melakukan apapun untukmu dengan baik tapi aku benar-benar tak bisa menerima ini. Cucumu ini masih muda, masih ingin bermain-main dengan para gadis cantik diluar sana dan--" "Menjadi seperti ayahmu?" potong Adhitama Wiratmaja, Kakeknya. "Kau begitu membenci ayahmu karena telah menyakiti ibumu tapi sadarkah kau nak? Berfoya-foya setelah lulus kuliah, menyakiti hati gadis sana sini itu sama saja kau tidak ada bedanya dengan ayahmu," sambung pria tua itu. "Jangan samakan aku dengannya, Kek!" "Maka menikahlah, jalankan perusahaan dengan baik, dan memiliki anak." "Kakek ingin merusak masa mudaku dengan menyuruhku menikah?" "Kakekmu ini ingin menyelamatkan masa mudamu, Revan. Umurku sudah tak lama lagi dan kau masih ingin menentang Kakekmu ini?" Jika sudah berkata seperti itu berarti keinginan Kakeknya tak bisa di tentang lagi. "Berhenti bermain-main, nak. Gunawan Handoko memiliki hutang yang tak akan bisa ia bayar sampai kapanpun karena itu dia ingin menyerahkan salah satu anak gadisnya untukmu. Nikahi dia dan seterusnya terserah padamu saja." Adhitama meninggalkan ruangan cucunya dengan tongkat yang selalu ia bawa kemana-mana sementara Revan terdiam dengan tangan terkepal. Entah bagaimana ceritanya pernikahan begitu mengerikan di matanya. Bayangan ia yang tak akan bisa bersenang-senang dengan para teman-temannya terlintas, bayangan ia yang tak akan lagi bisa bermain-main dengan para pacar-pacarnya menghantui kepalanya, dan bayangan bagaimana ia yang akan memulai hidup baru yang monoton dengan gadis yang tak ia kenal begitu menganggu pikirannya. Brakk! Revan menendang meja dihadapannya lalu mengusak surainya frustasi. * "Apa?! menikah karena hutang ayah? ayah ingin menjual kami begitu?" Seorang gadis dengan rambut sebahu, tubuh tinggi, dan kulit gelap menatap ayahnya tak percaya. Sementara satu-satunya pria yang ada di ruangan itu nampak menunduk. "Aku baru saja merintis karier untuk menjadi model internasional dan kau ingin menghancurkannya dengan pernikahan itu?" "Alexa ayah tidak punya pilihan lain, dan--" "Dan ayah pikir aku akan menerimanya? BIG NO!!" Gunawan nampak menatap putri sulungnya penuh permohonan. "Berarti kita akan tinggal di jalanan." "WHAT!?" "Gunawan apa itu tak terlalu berlebihan?" tanya Siska, istrinya. "Selama ini aku berusaha menjadi ayah dan suami yang baik untuk kalian. Memberikan apapun yang kalian inginkan tapi pernahkah kalian bertanya darimana asal semua uang yang aku berikan untuk memanjakan kalian itu?" tanya Gunawan menatap kedua putrinya lalu melirik istrinya yang nampak hanya bisa terdiam. "Kalau begitu biarkan Fanny saja yang menikah ayah," kata Alexa menunjuk adiknya yang melotot mendengar sarannya. "Tidak!" Fanny menggeleng dengan wajah memerah karena amarah, gadis itu menatap kesal kakaknya. "Kau ingin menghancurkan impianku begitu? aku ingin menjadi artis dan sebentar lagi akan tercapai. Aku tidak ingin merusak semuanya hanya karena menikah, menjadi ibu rumah tangga yang membosankan seperti Ibu." "Fanny jaga bicaramu!" peringat Siska pada anaknya. Wanita itu menatap tajam putrinya yang memiliki mata sipit, rambut panjang lurus, dan kulit sawo matang. "Kalau bukan Fanny kenapa tidak Marsya saja?" tanya Alexa. Semua atensi orang yang berada di meja makan itu teralihkan pada gadis yang memiliki rambut kecoklatan nan bergelombang yang panjang dengan bola mata kecoklatan dan kulit seputih s**u itu. Gadis itu hanya diam setia menatap kosong ke depan. "Bagaimana mungkin?!" balas Gunawan tak terima. "Kenapa tidak? karena anak pungut kesayangan ayah itu tak berguna begitu?" "ALEXA!" bentak Gunawan murka. Alexa menatap ke arah Marsya. "Setiap hari kerjaanya hanya diam menatap kosong ke luar jendela. Dia tidak bisa melakukan apa-apa dan dia hanya menyusahkan semua orang." "Aku setuju. Kalau mau dijual, biarkan Marsya saja," sahut Fanny menimpali. "Dia hanya beban, Gunawan. Benar kata anak-anak, berikan Marsya pada bosmu itu setidaknya itu bisa meringankan sedikit beban keuangan kita." Gunawan menatap tak percaya ke arah anak-anak dan istrinya. Sementara Alexa tersenyum miring. "Ayah takut? Karena Marsya begitu, karena dia tidak berguna?" "DIAM ALEXA!" "Ayah tidak adil, ayah akan marah dan membentakku jika sudah menyangkut anak pungut itu." Gunawan berjalan pelan mendekati putri bungsunya. Ia tak memperdulikan ucapan kecewa putri sulungnya. Gunawan menatap gadis itu dalam lalu berjongkok. "Nak--" "Aku mengalir mengikuti arus, aku pasrah terhadap takdir, dan seperti yang ayah harapkan. Aku akan mengikuti semua keinginan ayah." Baik Alexa maupun Fanny sama-sama memutar bola matanya malas mendengarnya. Pertanyaan apapun pasti Marsya akan selalu menjawab dengan kalimat itu. Aku mengalir mengikuti arus. Gadis gila, pikir mereka. * Revan menatap bawahan kakenya dengan tajam. Dia bersedekap d**a dengan alis terangkat. "Apa?" "Gunawan Handoko memiliki tiga orang putri. Yang pertama namanya Alexa handoko, dia seorang model yang sedang naik daun. Cantik, dewasa sexy, dan pintar. Memiliki tubuh tinggi dan kedipan mata yang membuat para lelaki mendamba dirinya, dan dia liar seperti para gadismu sebelumnya." Pria itu menunjukkan poto Alexa pada Revan yang mengangguk-anggukan kepalanya. "Terus?" "Putrinya yang kedua bernama Elfanny Handoko, dia pintar akting dan sedang merintis karier untuk menjadi seorang aktris. Dia tinggi, cantik, smart, dan manja persis seperti seleramu. Semua lelaki menginginkan seorang Elfanny, itu pasti." Revan kembali menganggukkan kepalanya. "Terus?" "Putrinya yang ketiga bernama Marsya Handoko. Dia bukan siapa-siapa, dia tidak bisa melakukan apa-apa. Dia cantik, rambutnya panjang dan bergelombang terlebih lagi bola matanya yang berwarna kecoklatan. Dia sepertinya blasteran tapi---" Bawahan kakeknya itu terlihat ragu. "Tapi kenapa?" tanya Revan menautkan alis. "Dia buta dan cacat." Revan nampak terkejut. Pemuda itu menatap bawahan kakeknya tajam. "Kenapa?" "Tuan muda Revan, kakekmu menyuruh untuk memilih antara ketiga gadis itu. Si sulung yang perfect, si tengah yang serba bisa, atau si bungsu yang tak berguna." "Aku memilih gadis buta dan cacat itu." Widan, bawahan kakeknya Revan itu nampak terkejut. "Kenapa?" "Aku akan menikahi gadis buta itu. Dia seperti boneka, tak berguna. Aku bisa melakukan apapun yang ku mau tanpa takut larangannya."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN