Tiga

1114 Kata
Thea duduk mematung sendirian di sebuah café yang bernuansa sejuk. Di dekat café tersebut ada kolam renang yang cukup besar. Tentu menambah ramai suasana. sebuah pesan masuk membuat kerutan di kening Thea, dari Shane.God, Shane tahu kalau dia tak ada pertemuan apa-apa. pasti asistennya yang memberi kabar kalau sudah 30 menit Thea hanya mengaduk-aduk minuman sambil membuang nafas berkali-kali. Thea menengok ke luar café dimana terdapat mobil milik Shane. sementara kepala Edward assistennya menyembul dari jendela yang dibiarkan terbuka sedikit. dengan langkah tergesa Thea masuk mobil dan menutup pintunya dengan keras. “Dasar tukang ngadu!” Dengus Thea, Edward hanya tersenyum geli. Ahh sebaiknya Thea membeli obat tidur di apotik agar sampai rumah bisa segera tidur tanpa harus melihat kedekatan Shane dan Linda istrinya. Sebuah pikiran konyol terlintas di otak thea. Kenapa  tadi dia tak menghubungi temannya saja? Seenggaknya kebohongannya kan gak terlalu kentara. bodoh! rutuk Thea dia menyandarkan kepalanya ke jendela mobil. sementara pemandangan tak asing sudah mulai dirasa. Jalanan menuju rumahnya. Sepi. kesan pertama yang Thea dapat ketika melangkahkan kaki masuk ke rumah berlantai dua miliknya. Dia melongokkan kepala ke ruang keluarga. tak ada siapapun. Hatinya bergemuruh, mungkinkah mereka sedang dikamar. Tapi tak mungkin di kamarnya kan? Thea bergegas ke lantai dua dimana kamarnya terletak. dia membuka pintu kamar dengan perlahan dan membuang nafas keras. tak ada mereka berdua. Apakah mereka sudah pergi? ketika Thea berpaling ingin menutup pintu dan turun kebawah, seseorang muncul dari kamar mandi di kamarnya. Shane hanya mengenakan handuk. Thea memperhatikan dari atas kebawah, rambutnya yang basah, mengalirkan butiran ke dadanya yang bidang, yang memunculkan lekuk otot-ototnya. Shane tersenyum miring. melihat Thea yang tak berpaling sedikitpun dari tubuhnya. dia mengangkat kedua alisnya. beberapa detik Thea sadar dari tatapan kagumnya ke Shane, dia hampir tidak bernafas tadi. mereka saling terkekeh. “Linda mana?” Thea menutup pintu di belakangnya. Shane meregangkan tangannya berharap mendapat pelukan dari wanita yang telah dinikahinya seminggu lalu. Thea menggeleng, lalu tatapan Shane seolah berkata “ayolah,” tapi Thea malah berjingkat keluar, rasanya senang bisa mempermainkan lelaki tampan dihadapannya. namun tangan kekar Shane jauh lebih cepat, dia menarik tubuh kecil Thea dan memeluknya dari belakang, sebuah benda keras terasa menempel pas di pinggang Thea membuatnya merasa merinding aneh. Sementara shane menarik kaos bagian atas Thea memperlihatkan bahunya dan menyesapnya lama. terkadang dia meniup telinga dan mencium belakang lehernya.  Thea sudah sangat naik, ketika dia ingin membalikkan badannya. sebuah suara menghentikannya. “Shane kamu sudah selesai mandi?” Linda berjalan ke arah kamar mereka, Shane dan Thea terperanjat. mereka langsung menjauh. Thea membuka pintu kamarnya, sementara Shane masuk kembali ke kamar mandi. “Oh hai!” Linda sedikit kaget mendapati Thea di kamar itu “Kamu udah pulang?” Tambahnya berusaha menetralkan suara yang justru terdengar lebih sumbang “Tadi kamu dimana? aku gak lihat.” Thea menyandarkan kepalanya di ujung pintu, sementara tubuhnya menempel di daun pintu. “Owh... aku di kamar tamu, istirahat sebentar, kepala aku pusing. Kamu udah makan? mau aku siapin makanan?” Linda hampir membalikan badannya. Thea mencegahnya, membuat dia mengurungkan niat, dan mereka berdua berjalan ke ruang televisi. Acara malam ini terasa membosankan, atau memang Thea yang merasa sudah bosan Linda banyak bercerita tapi entah mengapa keinginan untuk mendengarkan seakan sirna dari diri Thea. Pikirannya menerawang ke malam-malam yang seharusnya dia lewati dengan Shane, tetapi kehadiran Linda membuat semua rencana dan impiannya gagal. Astaga! Thea menggeleng pelan dia tak seharusnya begitu. Linda mengulang pertanyaannya mengenai dosen favorit dia di universitas. Masa kuliah Thea tak begitu indah, dia harus bekerja sambil kuliah sehingga Thea tak terlalu menikmati masa – masa kuliah yang katanya menyenangkan itu. Thea hanya meringis dan menceritakan dirinya yang harus kejar-kejaran dengan mata kuliah setiap harinya. Dia hanya wanita biasa dari keluarga biasa – biasa saja dengan otak yang biasa juga. Hanya mungkin yang tak biasa adalah keuletannya. “Cerita apa sih seru banget?” Shane duduk disamping Linda. Sementara dari posisi duduknya dia malah bisa melihat Thea dengan jelas. Entah kenapa Thea malah geli sendiri mengingat lagu Ahmad Dhani yang berjudul madu tiga. Fantasi liarnya mempertontonkan Shane yang sedang berbaju ala- ala pangeran arab sambil goyang mengikuti musik lagu itu. “Kamu kenapa koq ketawanya sampai kayak gitu,” Thea menggeleng, tawanya semakin keras, dia memegang perutnya. Biarlah hanya dia yang tahu kenapa dia bisa tergelak seperti ini. *** Thea merebahkan diri diranjang yang seprainya kini berbahan satin warna abu-abu, dia sudah mengganti busana dengan lingerie putih yang terlihat kontras dengan selimut gelapnya, mengatur posisi tidur yang terlihat menggoda. Dia memang ingin menggoda shane, suaminya. Dia berfikir jika nanti shane masuk ke kamar dan tergoda dengannya, mungkin mereka akan melakukan hal yang dirindukan kembali. Memikirkan hal itu saja sudah membuat Thea b*******h. Namun sudah satu jam dengan pose yang ideal menurutnya, Shane tak kunjung datang. Thea merasa kesepian yang mendalam sekali. Rasanya dia ingin menangis, butiran air mata sudah mulai menetes, dia tahu tak seharusnya dia bertingkah laku seperti jalang saat ini. Thea membalikkan badan, membiarkan kepalanya menggelantung di samping ranjang. Katanya posisi itu akan membuatnya mampu menahan tangis. Entah berhasil atau tidak, yang jelas Thea sudah terlelap dengan posisi itu. Posisi yang mungkin akan membuat tubuhnya pegal. Mentari pagi sudah menyinari kaca jendela di kamar Thea, dia terbangun dan menguap. Rasanya masih mengantuk sekali. Dilihatnya ranjang yang terasa kosong. Hanya dia sendiri tanpa Shane. Dengan enggan dia berjalan ke bawah. Tenggorokannya tercekat oleh haus yang luar biasa. Tak perduli dia masih mengenakan lingerie tipis. Ahh persetan dengan panghuni rumah yang lain. Toh ini rumahnya. Diambil sebuah botol air mineral dari kulkas langsung diminumnya sambil berdiri. Matanya mengernyit. Dia baru sadar, mengapa posisi tidurnya berubah. Shane kah yang merubahnya? “Hai, Shane belum bangun?” sebuah suara mengagetkan Thea, dia tetap meminum air mineralnya sambil menutup pintu kulkas. Terlihat Linda mensedekapkan tangannya sembari tersenyum, Thea menggeser tubuh karena tahu linda ingin mengambil sesuatu juga dari kulkas. Dia mengambil s**u dan menuangnya ke gelas, dekat kulkas ada meja dan kursi bartender. Thea membalikan badannya dan terlihat Linda sudah menenggak cairan putih itu. “Shane gak tidur sama aku, bukannya dia sama kamu?” Thea duduk di sebelah Linda matanya menatap penuh pertanyaan ke Linda. Ya memang semalaman dia tidur sendiri. Bahkan ranjangnya masih terlihat rapih, bukti kalau disampingnya tak ada yang menempati. Linda menggeleng, lalu terlihat Shane yang sudah rapih mengenakan setelan jas hitamnya, dia juga memegang kacamata hitam dan sebuah tas laptop yang disampirkan di bahunya. “Pagi... aku dipanggil papa ada meeting darurat,, bye.” Shane melangkahkan kaki panjangnya sembari meletakkan kacamata hitam di wajahnya. Linda dan Thea hanya mengedikkan bahu lalu larut dalam pemikiran masing-masing. Sepertinya Shane menempati kamar tamu lainnya malam tadi. Entah hati siapa yang dia jaga? Linda kah atau Thea. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN