Part 4

1040 Kata
Usai sarapan pagi keluarga Pak Haji Rahman langsung menuju peternakan sapi miliknya. Letaknya sekitar 500 meter dari rumah kediamannya. Mereka semua berjalan kaki menuju tempat tersebut yang juga merupakan tempat kerja Pak Rahman dan Bu Sari. Sepanjang perjalanan mereka melewati Padang rumput yang sengaja dipelihara untuk makanan sapi. Udara pegunungan yang segar membuat siapapun yang lewat merasa damai. Pemandangan hijau yang begitu indah tentunya akan mengusir rasa lelah dan stres. Peternakan itu memiliki luas sekitar 15 Hektar. Terdiri dari kandang Sapi dengan ukuran yang sangat luas, rumah pemotongan, mess pegawai, kantor, tempat pengolahan limbah dan kotoran sapi menjadi pupuk, pabrik pembuatan es krim,yoghurt dan s**u murni. Selain memelihara sapi potong, di peternakannya juga dipelihara sapi perah yang jumlahnya 200 ekor. Lebih sedikit dari sapi potong. Hampir Setiap hari kegiatan di peternakan Pak Rahman yang memiliki nama perusahaan Ciemoh farm house itu sangat sibuk. Selain sapi peliharaan sendiri yang dipotong, Setiap harinya selalu banyak sapi yang didatangkan dari luar kota. Penduduk setempat pun yang hampir semuanya memelihara sapi menjual sapinya ke Haji Rahman. "Selamat pagi Pak Haji." Seorang pegawai Peternakan menyapa dengan ramah. " agi Jang Udin." Haji Rahman menjawab sapaannya. Pegawai itu kembali sibuk lagi dengan sapu lidi di tangannya. Membersihkan daun-daun kering yang berada di sekitar halaman depan kantor. Bagian depan kawasan peternakan adalah bangunan kantor. Mira, Abah dan uminya mengecek situasi peternakan. Karena hari minggu suasana terlihat sepi. "Mulai besok neng kerja di sini ya bantu-bantu Abah," kata Pak Haji Rahman kepada Mira putri bungsunya. "Iya Bah, tapi Mira kerja bagian apa?" tanya gadis berkulit putih itu. "Bagian keuangan," jawab pria tua itu. "Bantuin kang Ade," imbuhnya lagi. "Terus kalau Umi memangnya kerja apa?" Mira bertanya penuh rasa ingin tahu. "Umi mah ngurusin pabrik yoghurt dan susu." Pria tua itu tersenyum. " Oh .." Sang ibu yang biasa dipanggil Umi tersenyum manis sambil membetulkan kerudungnya. "Yuk ah kita ke tempat pemotongan!" Pak Haji Rahman mengajak kedua perempuan itu ke tempat pemotongan. "Ah, Mira mah suka ngeri kalau masuk tempat pemotongan mah, Bah." Mira merasa enggan. "Ga usah masuk aja neng mah. Tunggu di luar." Umi memberikan Saran. "Engga bisa gitu atuh Mi, si Neng Mira kudu belajar. Kan mau kerja di sini." keukeuh Haji Rahman "Mira suka mual." lagi-lagi gadis itu beralasan. "Ih kamu mah dasar manja." Abah terus berjalan memasuki pintu rumah potong. "Iya atuh tunggu di luar aja." Akhirnya sang Ayah memberi izin. *** Setelah berada 3 jam di kawasan peternakan keluarga Haji Rahman kembali ke rumahnya. Sesuai dengan janji tadi malam hari ini Dokter Lutfi akan datang untuk makan siang bersama. "Neng bantuin Umi sama ma Cicih di dapur ya." Bu Sari mengajak putrinya untuk menyiapkan makan siang. Tanpa membantah Mira pun mengikuti sang ibu, sementara sang ayah berada di teras depan membaca koran. "Mulai hari ini neng harus belajar masak, belajar beres-beres rumah supaya kalau sudah menikah nanti neng sudah pinter." Bu Sari menasihati. Sebenarnya Bu Sari sudah ingin menikahkan puterinya. Banyak kerabat dan juga kenalan yang ingin meminang anak gadisnya yang cantik jelita itu,namun semua lamaran yang diajukan berakhir dengan penolakan dari Mira dengan alasan belum siap menikah dan masih ingin melanjutkan kuliah. Terakhir adalah Dokter Hewan bernama Lutfi Hamzah. Hanya dia seorang yang masih bertahan mengejar Mira walaupun telah berulangkali ditolak. "Banyak amat sih Mi masaknya." Mira yang sibuk memotong sayur bertanya penuh rasa ingin tahu. "Lupa ya kita kan mau makan siang bareng Cep Lutfi." Bu Sari tampak tersenyum ceria. "Kang Lutfi mah enggak tahu malu, masa sih masih ngejar neng padahal sudah ditolak." Mira tampak kesal mengingat semua perilaku dokter hewan itu. "Dia mah kaya abah kamu, pejuang sejati. Umi acungi jempol buat cep Lutfi. dulu juga Abah ngejar Umi sampai akhirnya Umi nyerah." Wanita itu terkekeh. "Tapi tenang saja Neng, Bulan depan Cep Lutfi mau menikah jadi dia tidak akan mengejar neng lagi." Bu Sari membeberkan sebuah fakta mengejutkan tentang dokter Lutfi. "Maksudnya?" Mira bertanya tidak mengerti sambil menatap sang ibu yang sedang mengulek bumbu cabe. "Cep Lutfi itu sudah dijodohkan dengan Neng Tika anaknya Om Hamid." Bu Sari memandangi anaknya sambil tersenyum. Ia ingin melihat bagaimana ekspresi Mira mendengar kabar itu. "Alhamdulillah Mi, syukur kalau begitu jadi neng bisa hidup tentram tanpa teror cinta kang Lutfi yang tidak tahu malu itu." Mira tampak senang. "Umi pikir kamu bakal kecewa. Kalau begitu kamu juga harus cepat-cepat menikah jangan mau kalah," tutur Bu Sari **** Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul satu siang dan jam makan siang telah tiba. Dokter Lutfi sudah sejak satu jam lalu tiba di rumah kediaman keluarga Haji Rahman untuk memenuhi undangan makan siang, katakanlah mungkin ini adalah makan siang spesial terakhir bersama Mira. Berbagai hidangan yang tadi dimasak oleh Bu Sari dan Mira yang dibantu Ma Cicih telah tersedia di atas tikar. Siang itu mereka sengaja makan dengan gaya lesehan di teras belakang rumah dengan latar belakang pemandangan taman dan kolam ikan. Makan malam berjalan dengan suasana menyenangkan karena Mira yang biasa menampakkan wajah sebalnya jika berada dekat sang dokter, maka kali ini senyumannya selalu mengembang menghiasi wajah cantiknya. "Hari ini sekalian saya mau bilang sama Umi dan Neng Mira kalau ini adalah hari terakhir saya bekerja di peternakan Abah." Lutfi memberitahu sambil menatap Umi dan Mira saling bergantian. Ada perasaan sedih. "Oh iya katanya akang mau nikah ya, kalau begitu Mira ucapkan selamat ya. Semoga kang Lutfi bahagia dengan pasangannya." Mira memberi ucapan dengan tulus. Bu Sari dan Pak Haji Rahman meninggalkan mereka berdua. Keduanya seolah mengerti situasi. Mungkin kedua insan ini butuh bicara berdua. " Amin. Iya akang mau nikah sama neng Tika bulan depan. Setelah itu kami akan pindah ke Australia. Maafkan akang ya selama ini jika banyak kesalahan." Lutfi berkata sungguh-sungguh. "Akang teh tidak perlu minta maaf, justru Mira yang minta maaf ke akang, selama ini teh Mira yang suka ngejudesin kang Lutfi." Mira berkata tulus. "Kita masih bisa berteman kan? jangan sampai putus silaturahim." Lutfi menatap Mira sang pujaan hati. Jauh di lubuk hati terdalamnya masih ada cinta untuk Mira. Menghapus nama Mira itu sulit sekali. "Iya kang," jawab Mira pendek. Sebenarnya berat menghapus rasa cintanya yang sudah melekat terlalu lama tapi demi kebaikan bersama ia harus ikhlas melupakan Mira. Makanya sebulan sebelum hari pernikahan ia memutuskan untuk berhenti bekerja dari peternakan Haji Rahman agar bayangan Mira terhapuskan. **** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN