Ini merupakan bagaimana awal mula kehidupan Grize sampai pada titik balik. Dia melakukan kesepakatan dengan Dave hanya untuk menolak perjodohan ayahnya. Siapa yang menyangka tiba-tiba hal-hal mulai lepas dari kendalinya?
Saat ini Dave sedang duduk bersandar di kursi, tangannya disilangkan di d**a. Pria itu mengukur penampilan Grize tanpa menampilkan ekspresi yang jelas.
Grize tidak mengatakan apa-apa. Hanya diam menunggu apa yang kira-kira akan dikatakan oleh pria misterius itu.
Beberapa saat kemudian dia melihat Dave mengambil pena di atas meja. Dengan entengnya pria itu menjatuhkan penanya ke lantai.
“Ambilkan untukku,” perintah Dave singkat.
Singkat, memang singkat, tetapi tidakkah itu membuat Grize sedikit tersinggung? Apa maksudnya? Apa tujuan menjatuhkan pena dengan sengaja? Menguji kesabarannya?
Grize merasa sangat diremehkan. Dia tersenyum, tetapi senyum itu tidak sampai ke matanya. Perlahan dia membungkuk untuk mengambil pena di lantai.
Setelah itu apa yang terjadi?
“Antara 34 dan 36b.” Dave berkata dengan kedua mata yang masih mengarah ke d**a Grize. Karena wanita itu membungkuk tentu saja pemandangan itu tampak begitu jelas jika dilihat dari tempatnya duduk.
Grize berdiri menggenggam pena yang sudah ada di tangannya. Keningnya berkerut samar. Kemudian dia meletakkan ke atas meja dengan dengan penuh penekanan.
“Mata Anda terlalu luar biasa,” sarkasnya.
Dave mengangkat sebelah alisnya. Dia sedikit tersenyum, senyum yang akan membuat wanita mana saja merasa tertegun. Meskipun begitu singkat dan samar, Grize masih bisa melihatnya. Beruntung dia tidak akan terpesona hanya dengan senyuman itu.
“Terima kasih. Itu ukuran yang ideal,” komentar Dave tanpa merasa malu.
Grize masih mencoba bersikap profesional. Dia sudah banyak memakan pelecehan yang bahkan lebih dari ini. Dave bukan apa-apa baginya.
“Jadi, apa Bapak mau pergi memeriksa gedung ini?” tanya Grize.
“Bapak?” Dave mengerutkan keningnya. “Apa aku setua itu?”
Grize tersenyum tanpa menjawab apa pun lagi. Kemudian Dave tampak berdiri dari kursinya. Dia berjalan mendekati Grize dengan seringaian yang menggantung di bibir.
“Panggil aku Dave. Bukankah aku ini kekasihmu?”
“Bukan. Sama sekali bukan,” sahut Grize. Dia sedikit mundur saat pria dengan bau maskulin kuat itu mendekatinya.
“Tapi ... kau yang menawarkan kesepakatan itu padaku.”
Dave tiba tepat di hadapan Grize. Tangan kirinya mendarat di tengkuk Grize lalu memberikan sedikit belaian di sana. Rambut Grize diikat jadi dia bisa lebih leluasa.
“Kita bahkan sudah berciuman,” imbuhnya.
Grize tersenyum tenang. “Sayangnya saya sudah berciuman dengan banyak lelaki. Bahkan, tanpa ikatan yang jelas. Jadi, sepertinya sebuah ciuman saja tidak bisa digunakan untuk menentukan hubungan seseorang.”
Sebelah alis Dave terangkat. “Benar juga,” katanya.
“Kalau begitu ....” Kata-katanya digantung.
Tanpa sadar Grize sudah menahan napas. Pada saat itu dia mendengar Dave melanjutkan, “Apa yang menurutmu bisa menentukan hubungan seseorang?”
“Maaf, tidak ada yang perlu dijawab.” Grize mundur selangkah.
“Sebuket bunga mawar?” tebak Dave. Grize hanya diam tanpa merespons.
“Cincin pertunangan?”
“Gaun pernikahan?” Grize masih terdiam.
”Atau ....” Dave menarik sudut bibirnya lalu membungkuk hingga bibirnya hampir menyentuh daun telinga Grize. “Seks?”
Kedua mata Grize langsung mengerjap. Tubuhnya menjadi tegang seiring dengan napas hangat Dave yang menyapu telinganya. Pria itu berhasil menebak dengan benar!
Dave terkekeh geli. Akhirnya dia mundur. “Rupanya kau sangat sederhana.”
Grize mencoba untuk bersikap tenang. Yang jelas dia tidak begitu peduli dengan komentar Dave. Dia memiliki sudut pandang tersendiri yang tidak perlu disetujui orang lain.
“Kalau begitu, Grize, apa kau mau melakukannya denganku?” tanya Dave dengan santai. Kedua tangannya dimasukkan ke saku celana. Dia menatap Grize dengan kepala yang sedikit dimiringkan.
“Silakan ... Anda berkhayal di pagi hari,” sahut Grize yang masih mencoba tetap tenang. Bagaimanapun juga dia merasa tubuhnya menjadi sedikit gatal.
“Kau menyebutku berkhayal? Baiklah. Aku tahu tidak ada wanita yang tidak bisa kutaklukkan,” ucap Dave penuh dengan kepercayaan diri. Dia melangkah kembali ke kursi dan mengamati seluruh ruangan.
“Barang-barang di ruangan ini harus diganti. Aku tidak mau memakai bekas orang lain,” katanya. Padahal itu adalah barang milik ayahnya sendiri.
Terserah, pikir Grize. “Baik.”
“Grize, kau tahu apa yang sedang kupikirkan?”
“Tidak,” balas Grize. Bagaimana dia bisa tahu? Apa pria itu pikir Grize seorang cenayang?
Dave membelai dagu sambil mengamati Grize. Wajahnya terlihat tenang dan tenang. “Aku sedang berpikir tentang ... bagaimana agar kau mau melakukan itu denganku.”
Ekspresi Grize sedikit berubah, tetapi dengan cepat dia segera membenarkannya. Apa-apaan?! Jadi pria itu masih berpikir melakukan hubungan seks dengannya? Dave benar-benar b******n!
“Saya izin pergi ke toilet sebentar,” izin Grize.
Dave tidak mengatakan apa-apa dan membiarkan Grize pergi. Setelah itu senyumnya mengembang. Seberapa lama wanita itu akan terus bersikap anggun di depannya? Dia belum pernah menemukan wanita semacam ini.
“Bukan Dave namanya jika aku tidak bisa meruntuhkan seseorang,” gumamnya.
Sementara itu Grize berjalan ke toilet dengan perasaan yang tidak jelas. Jika bukan karena Dave adalah atasannya, maka dia sudah meninggalkannya sejak tadi.
Sejak mengetahui Dave adalah penerus perusahaan, Grize merasa sedikit tidak tenang. Hubungan mereka menjadi tidak seperti atasan dan bawahan normal yang disebabkan oleh kesepakatan mereka sebelumnya.
“Ahh! Aku harus mencari jalan keluar lain,” keluh Grize. Baiklah, dia pergi ke toilet untuk meredakan emosi yang sedikit tidak stabil. Bukan untuk terus memikirkan Dave.
Grize memandangi pantulan wajahnya di permukaan cermin. Kemudian dia tidak melakukan apa-apa. Hanya beralih mengotak-atik ponsel.
Dia harus mendinginkan pikirannya. Dia harus mengusir panas yang mendadak menyelimuti tubuhnya. Gerah. Berada di depan Dave benar-benar membuatnya gerah ....
Beberapa menit kemudian, Grize mendapati sebuah pesan teks masuk. Dari siapa? Dave! Dia yakin sekali.
“Sudah puas bermain di toilet? Cepat kembali!”
Grize mendesah. Baiklah, dia tidak mungkin membiarkan pria itu menemukan kesalahannya atau kesalahan itu akan dimanfaatkan untuk diambil keuntungan oleh pria itu.
Akhirnya Grize pun segera kembali ke ruangan Dave. Pria itu masih duduk dalam posisi seperti sebelumnya. “Hari ini kau resmi menjadi PA untukku,” ucap Dave.
Grize mengerutkan kening samar. “Pak Edward belum memutuskan masalah ini,” sanggahnya.
“Aku tidak peduli.”
‘Kau tidak peduli, tapi aku peduli!’ seru Grize dalam hati. Dia menghela napas panjang. “Selama beliau setuju, maka saya akan menerimanya.”
Pada dasarnya dia memang seorang PA atau Personal Asisten di perusahaan ini. Hanya saja, pekerjaannya tidak terlalu fokus karena semua tergantung pada perintah Edward Alison.
“Lagi pula pria tua itu akan segera lepas tangan,” sambung Dave acuh tak acuh. Kemudian dia berdiri melepaskan jas dan memberikannya pada Grize.
“Ikut denganku sekarang!” perintah Dave.
“Apa ada sesuatu yang ingin Bapak lakukan?” tanya Grize sembari menerima jas itu. Bau maskulin lagi-lagi menyeruak ke hidungnya. Apakah pria itu menuang satu botol parfum di atas pakaiannya?
“Tidak ada pertanyaan,” balas Dave. Dia membuka kancing lengan kemeja yang dipakai, lalu menggulungnya hingga ke siku. Otot-otot tangannya langsung terlihat.
Grize yang melihat itu hanya bisa menelan ludah. Untung yang dibuka hanya kancing lengan, bukan kancing bagian lehernya.
“Cepatlah. Apa yang kau tunggu?” tanya Dave yang sudah sampai di ambang pintu.
Grize segera tersadar. Dia pun bergegas mengikuti pria itu. Entah apa yang akan pria itu lakukan. Yang bisa dia lakukan hanyalah mengikutinya.