Sebenarnya bisa dibilang Roger memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Dia mengajak Anna karena memang ingin menghabiskan waktu dengan perempuan itu. Meskipun begitu, dia tidak benar-benar ingin mengambil kesempatan. Roger hanya ingin membuat Anna sedikit lebih fresh setelah semua hal melelahkan yang menimpanya.
Perempuan ini pantas dan sangat layak untuk ia lindungi. Karena itu Roger ada bersamanya di sini.
Roger tahu kalau baik dirinya maupun Anna sudah sama-sama dewasa. Sudah bukan jamannya lagi terbawa perasaan, diam-dimanan seperti anak kecil. Selain itu juga ada yang harus mereka pikirkan daripada memikirkan diri sendiri.
Anna memiliki butik yang tentu saja sudah tanggungjawabnya untuk memastikan kemajuan usahanya. Selain itu, pekerjaan Roger juga tidak main-main. Dia seorang direktur utama di perusahaan keluarnya yang baru saja kembali berjaya. Masih banyak yang harus ia kerjakan. Dan sekarang, dia bukannya sedang bermalas-malasan atau apa, tapi memang ingin meluangkan waktunya untuk Anna sebentar. Karena setelah ini, Roger juga harus pulang-pergi ke Singapure. Intensitas pertemuan mereka akan berkurang di waktu ke depan. Karena itu Roger menyempatkan sebentar meski hanya membawa Anna di vila keluarganya sekalipun.
"Mau makan apa?" Roger bertanya pelan saat mereka sudah berada di dalam. Pria itu bahkan sudah menjajah lemari pendingin, mencari sesuatu yang setidaknya bisa dimasak atau dimakan.
Anna yang dasarnya sedang duduk hanya menggeleng seadanya. Mahklum saja perempuan, porsi makannya memang tidak sebanyak laki-laki. Lagipula Anna memang bukan tipe orang yang suka makan. Perempuan itu selalu berhenti sebelum kenyang. Tubuhnya bahkan memang ramping.
"Kalaupun berat badanmu naik, itu tidak akan merubah perasaanku padamu, Na." Bukan maksud apa-apa. Hanya saja, Roger terlihat tidak etis sekali kalau perasaannya memudar hanya karena Anna bertambah berat badan.
Kalau pasangan lain malah mempermasalahkan berat badan pasangannya, maka Roger dengan senang hati menerima apa yang ada. Kalau memang Anna nanti bobotnya naik, itu sudah jelas Anna bahagia hidup bersamanya. Tapi kalau sampai berat badannya turun drastis, tanpa dikatakan, sudah jelas kalau Anna tertekan hidup bersamanya.
"Aku tidak takut berat badanku naik. Sudah makan banyak juga tetap tidak gemuk-gemuk. Mama bilang, katanya dulu tubuhnya sebesar aku. Tapi waktu menikah, hamil dan melahirkan, bobotnya baru naik."
Roger tertawa, lantas berjalan menghormati Anna dan mengecup sayang puncak kepala calon istrinya ini sayang. "Tunggu saja aku menghamilimu." Candanya.
Anna hanya tertawa dan Roger berlalu menuju ruangan lain yang Anna sendiri juga belum tahu lelakinya ini mau ke mana. Yang pasti, saat kembali, tahu-tahu Roger membawa bahan makanan lagi yang sudah matang.
"Lhoh, pesan makanannya kapan? Aku tidak tahu." Perempuan itu agak menatap terkejut melihat Roger datang tahu-tahu membawa makanan rumahan siap makan.
Roger tidak langsung menjawab. Yang ada, pria itu berjalan mendekat ke sofa dan meletakkan nampaknya di sana. "Ayo makan. Aku lapar sekali. Aku cicipi dulu makananmu, ya?"
Bukannya menunggu jawaban Anna, Roger malah mengambil alih makanan Anna lebih dulu dan mencicipinya dengan sendoknya sendiri.
"Enak Na, tidak ada rasa udangnya." Kata Roger mantap seraya mengunyah.
Anna menggeleng dengan ringisan agak mengintimidasi. "Ditelan dulu makanannya baru bicara, Kak. Kalau tersedak bahaya tahu, akibat paling gatalnya bisa sampai ke kematian."
Dan di detik itu juga, Roger betulan tersedak hingga terbatuk-batuk. Anna bahkan sampai berdiri untuk mengambilkan air minum dan menepuk punggung Roger berupaya membantu sebisanya. "Sudah dibilangi kalau makan jangan sambil bicara. Kenapa Kakak seperti anak kecil sekali?" Anna menajamkan matanya. Persis sekali seperti ibu-ibu kalau memarahi anaknya yang tidak bisa dibilangi.
Roger menelan airnya lebih dulu, kemudian menarik nafas sedalam-dalamnya dan mengembuskannya perlahan. Begitu lega, Roger menatap Anna agak miris. Masalahnya, Anna yang lemah lembut terlihat mengerikan sekali dengan tatapan tajam seperti itu.
Kata orang, kecewanya orang sabar jauh mengerikan dibanding dengan marahnya orang yang sering marah.
Tentu saja bukan? Orang yang sering marah, dia diam pun akan dianggap marah. Jadi sudah biasa. Namun berbeda dengan kecewanya orang yang sabar. Diamnya justru semakin mengerikan.
"Maaf, kan tidak sengaja, Na."
Anna mengusap punggung Roger perlahan sekali lagi. "Sudah tidak apa-apa?" tanyanya masih tetap kalem. Anna mana pernah membentak. Yang ada dia yang dibentak selama ini.
"Tidak apa-apa. Ayo makan."
Kalau dilihat-lihat, agak berlebihan mau makan saja harus dicicipi dulu di depan matanya seperti yang Roger lakukan untuk Anna tadi. Bayangkan saja, jika Anna diracun dan Roger yang memakan atau meminumnya lebih dulu, bisa jadi Roger yang lewat duluan. Namun, pria itu tidak peduli dan tetap memakan makanan yang dihidangkan untuk Anna. Baginya, keamanan Anna nomor satu. Dia yang terluka saja, tidak apa-apa.
Makan malam itu berjalan dengan keheningan yang terjalin di antara keduanya. Kalaupun tadi Roger tidak mencicipinya lebih dulu, Anna akan tetap memakannya sebagai bentuk menghargai lelaki yang tengah menghabiskan waktu bersamanya seharian ini.
Tadi Anna juga sempat takut kalau Roger kenapa-kenapa. Syukurnya, pria itu baik-baik saja sampai sekarang.
Terkadang, Anna memang mengkhawatirkan banyak hal. Dia memang pasangan yang ideal bagi menurut banyak orang. Namun, apabila ada yang mengetahui Anna sebenarnya kenapa sering menolak lamaran yang datang ke rumah, pasti kebanyakan langsung merendahkan Anna yang seorang perempuan.
Mereka yang suka merendahkan tidak memiliki pikiran saja. Mereka merendahkan perempuan sementara diri mereka sendiri juga terlihir dari perut ibunya, sesama perempuan. Apa tidak lupa daratan itu namanya? Apa tidak sama saja merendahkan ibunya sendiri itu namanya?
Sampai Roger yang selesai makan lebih dulu langsung mengambil piring Anna, mengambil beberapa makanan Anna agar perempuan itu tidak keberatan untuk menghabiskan makanannya.
Roger pikir, setelah berjalan-jalan sedari tadi, Anna kelaparan, tapi malah Roger juga yang berkahir menghabiskan makanannya. Untung Roger pengertian sekali. Kalau tidak, bisa sejam menunggu Anna menghabiskan makanannya karena perutnya sudah tidak kuat.
"Terima kasih, Kak." Anna tersenyum tulus saat selesai makan, sementara Roger hanya menganggukkan kepalanya saja.
"Mau kemana lagi, mumpung belum malam. Kau mau jalan-jalan? Aku tunjukkan sesuatu padamu."
Anna langsung menggelengkan kepalanya. Mereka sekarang berada di daerah pegunungan. Anna khawatir kalau ada hewan liar yang nantinya bisa menyerang mereka jika keluar malam-malam begini.
"Di sini saja, Kak. Jalan-jalan waktu terang saja."
"Baiklah, kita bisa jalan-jalan besok. Sekarang ikut aku sebentar mau? Kau tidak mengantuk kan, Na?"
Anna menggeleng. "Memangnya mau ke mana, Kak?"
"Tunggu sebentar." Roger langsung berancang-ancang pergi. Dia meninggalkan Anna sejenak yang langsung membuat perempuan itu mengedikkan bahunya tidak mengerti.
Begitu kembali, Roger dengan bangga menunjukkan penutup kepala berwarna hitam kepada Anna seolah itu adalah sesuatu yang sangat berharga baginya.